16. Haris dan Kekecewaan pt. III

11 2 0
                                    

Tok... tok... tok...

Kriet...

Haris melepas earphone yang menyumbat kedua telinganya ketika melihat pintu kamarnya terbuka dan menampilkan Budhe yang masuk ke dalam kamarnya.

"Kenapa?" Tanya Haris sambil menaruh gitar yang ia pangku sedari tadi di sebelah ranjang yang ia duduki.

"Budhe panggil-panggil kamu dari tadi, tapi kamu gak nyaut,"

"Kenapa emang?"

"Ada tamu di depan buat kamu,"

"Siapa?" Tanya Haris sambil turun dari ranjangnya.

"Di teras ya," sahut Budhe yang melenceng dari pertanyaan Haris.

Haris hanya mengernyit mendengar jawaban Budhe yang sudah keluar kamarnya. Haris menghela nafas berat sambil berjalan keluar dari kamarnya untuk menemui tamu yang kata Budhe ada di teras.

"Budhe, siapin minum ya!" Seru Haris kencang sambil menarik pintu utama yang akan mempertemukannya dengan tamu yang ia membuatnya penasaran.

Kriet...

"Siap-"

Ucapan Haris tergantung ketika melihat punggung seorang gadis yang membelakanginya. Haris hendak menutup pintu, namun gadis itu buru-buru berbalik dan menahan pintu yang hendak ditutup oleh si pemilik rumah.

"Haris, please," pinta gadis berbibir tipis itu.

"Ngapain kesini?" Tanya Haris datar sambil membuka kembali pintu rumahnya.

"Gue mau minta maaf." Jelas Denira.

Haris diam. Tangannya bersidekap di depan dadanya yang berbalut kaos putih polos. Manik matanya berkeliaran menghindari kontak mata dengan gadis yang selalu berhasil membuat jantungnya berdegup cepat.

"Gue salah," cicit Denira sambil menggaruk-garuk kukunya menahan gugup. "Gak seharusnya gue ninggalin lo gitu aja. Gue emang jahat. Gue emang temen yang gak baik buat lo," cecar Denira.

Haris memutar bola matanya ketika manik mata mereka tanpa sengaja bertemu. Haris tidak peduli dengan ekspresi Denira yang langsung berubah ketika ia menghindari kontak mata dengannya. Setidaknya Denira akan menyesali perbuatannya.

"Jadi, gue minta maaf sama lo. Lo mau maafin gue 'kan?" Tanya Denira pelan sanbil tersenyum kaku.

Haris tersenyum sinis sambil memutar bola matanya. "Udah? Gitu doang?" Haris mendengus kemudian menutup pintu dengan keras dan cepat sebelum Denira menahannya lagi hingga menimbulkan suara yang menganggetkannya.

"Haris, please maafin gue! Jangan gini Haris! Gue salah, gue minta maaf!" Teriak Denira sambil terus menggedor pintu rumah Haris.

Denira menghentikan tangannya yang sudah memerah karena terus menggedor pintu kayu yang menjadi pembatas antara dirinya dan juga Haris. Denira menunduk, menyandarkan kepalanya pada pintu putih tinggi di hadapannya. Ia merasa lelah. Ia lelah berteriak, lelah menyalahkan diri sendiri, lelah merindukan Haris.

"Gue gak lupa sama janji lo. Gue bakalan nunggu lo di cafe nanti sore. Gue bakalan nunggu lo sampai dateng. Gue tau, lo butuh waktu sendiri sekarang," ucap Denira melemah.

Denira menghela nafas berat. Ia tau Haris sedang berdiri di dalam sana. Memandangnya di balik pintu kayu yang kuat itu. Denira tersenyum sambil membenarkan letak ranselnya yang berantakan.

"Gue pulang dulu. Lo jangan lupa," akhir Denira kemudian melangkahkan kakinya dengan berat meninggalkan rumah Haris dan juga Haris yang masih dingin.

EVANESCENTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang