04. Tamparan dan Pengakuan

16 2 0
                                    

Pict: Haris Wiguna
*

Sepasang manik mata coklat indah bergerak liar bagaikan elang yang siap menangkap mangsanya di sekitar koridor. Berkali-kali ia mengecek arlojinya untuk mengetahui berapa menit lagi ia harus duduk menunggu kepulangan targetnya itu.

Teet... teet... teet...

Senyum evil terlukis di wajah cantiknya. Ia kemudian berdiri bersamaan keluarnya guru dari ruang kelas XI MIPA 2 di sebelahnya.

"Eh Zara, belum pulang?" Sapa Bu Vivi ketika melihat Zara berada di depan kelas yang diajarnya padahal kelas Zara terletak di lantai atas.

"Lagi nunggu orang, Bu," sahut Zara sopan sambil menyelipkan anak rambutnya ke belakang.

"Kalau begitu Ibu duluan ya," pamit Bu Vivi sambil tersenyum manis.

Zara ikut tersenyum bersamaan dengan keluarnya Denira dari kelas bersama Haris yang mengekori di belakang. Zara langsung mendekat dan mencengkram pergelangan tangan Denira yang membuat gadis itu otomatis menoleh.

"Gue mau ngomong sama lo," ucap Zara.

"Lo mau bawa dia kemana?" Tanya Haris.

"Bukan urusan lo." Sahut Zara ketus. "Ikut gue,"

"Gak boleh." Haris menghadang jalan Zara. "Dia temen gue,"

"Ris, ini masalah gue. Lo gak usah ikut campur." Ucap Denira malas.

"Tapi-"

"Lo bukan siapa-siapa gue. Lo gak tau masalah gue, mending lo pulang daripada ganggu."

Bibir Haris langsung terkatup. Mendengar pernyataan dari Denira membuat hatinya sedikit sakit-sakit. Andai saja Haris memiliki nyali untuk mengatakan bahwa dia adalah Haris. Laki-laki yang pernah menolongnya dari bully-an Zara.

Zara tersenyum miring kemudian menarik Denira menjauh dari kelasnya dan juga Haris. Denira pasrah ditarik paksa oleh Zara yang entah akan membawanya kemana. Denira tau masalah apa yang membawanya pada Zara sekarang.

Plak...

Zara langsung menampar pipi Denira ketika mereka sudah sampai di rooftop yang sepi.

Denira masih menunduk sambil memegang pipinya yang berdenyut. Air mata langsung tergenang di pelupuk matanya karena rasa sakit yang ia terima. Ini adalah tamparan pertama yang pernah ia rasakan.

Zara langsung menarik rambut Denira agar gadis itu mengangkat wajahnya. Wajah Zara memerah karena emosi. Matanya menatap nyalang ke arah Denira.

"Dengerin gue," ucap Zara dengan nafasnya yang memburu. "Lo berhenti jadi parasit di hidup gue!"

Denira hanya diam. Ingin sekali ia membalas dengan menjambak rambut Zara lebih keras lagi, tapi Denira menahannya karena jika ia melakukan itu, posisinya terancam dan bully-an yang ia terima bisa lebih dari sebelumnya.

"Ada hubungan apa lo sama pacar gue?!"

Denira tersenyum sinis, sedetik kemudian ia tertawa sinis. "Lo cemburu sama gue?"

"Lo jangan ngira kalau Leo suka sama lo! Lo tau, satu sekolah gak ada yang suka sama kehadiran lo! Lo cuma parasit! Keluarga lo parasit!"

Raut wajah Denira berubah menjadi datar dengan cepat, tatapannya berubah menjadi menusuk hingga aura-aura gelap sangat terasa di antara mereka.

"Gue tekanin sekali lagi, jangan lo berani ganggu hubungan gue sama Leo atau lo bakal tau akibatnya!" Zara melepaskan jambakannya dengan kasar yang membuat Denira terhuyung ke samping.

EVANESCENTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang