02. Ruang Musik dan Pesan Singkat

25 2 1
                                    

Pict: Denira Horizon
*

Seorang gadis berambut sepinggang yang dibiarkan tergerai berjalan menyusuri koridor yang sepi. Tangannya tersimpan di saku jaketnya yang tebal. Ini masih terlalu pagi dan udara dingin sedang ganas-ganasnya berhembus.

Suara derap kakinya menggema di sekitar koridor yang menambah kesan seram. Mungkin orang-orang akan ngeri dengan suara derap kakinya sendiri di lorong yang sepi, namun Denira sudah terbiasa dengan hal itu. Semenjak resmi menjadi murid SMA Budaya, Denira selalu datang paling awal daripada murid-murid lain. Alasannya hanya satu: Denira malas direcoki ketika berpapasan dengan orang-orang di koridor, terutama Leo.

Denira membuka pintu kelasnya yang tertutup dan yang pertama ia lihat adalah seorang laki-laki sedang tertidur di samping mejanya. Denira buru-buru mengecek arlojinya.

06.25 AM

Denira memutar bola matanya sambil mendengus kemudian berjalan dengan malas menuju mejanya yang terletak paling depan.

"Eh Denira," gumam Haris sambil mengucek matanya ketika Denira sudah duduk di tempatnya.

Denira hanya melirik sebentar kemudian membenarkan letak ranselnya yang penuh dengan buku. Denira kemudian mengeluarkan handphone-nya yang dibalut case berwarna biru.

"Gue boleh minta nomor lo?" Tanya Haris tanpa ada keraguan di nadanya.

Denira menoleh sambil mengernyit. Ini adalah kali pertama ia mendengar ada orang yang meminta nomornya langsung dari dirinya, kecuali si ketua kelas yang bertugas memasukkannya ke dalam grup.

"Kita 'kan sebangku, masa gue gak punya nomor lo," ucap Haris sambil mengusap tengkuknya.

"Gak." Tolak Denira.

"Kok lo gitu sih?" keluh Haris.

"Lagian lo ngapain nyari nomor gue? Gue gak punya waktu buat main-main."

"Gue 'kan murid baru, nanti misalkan ada tugas, gue nanya dimana?"

Denira mendengus sambil menyerahkan handphone-nya pada Haris. Kalau dipikir-pikir, apa yang dikatakan Haris ada benarnya juga.

Dengan riang Haris mengambil handphone Denira kemudian mulai mengotak-atik ponsel itu sebentar kemudian mengembalikannya lagi kepada si pemilik.

"Nama gue Haris," ucap Haris memberitau nama kontak yang ia simpan. "Nanti kalau ada yang namanya Haris nelfon atau nge-chat lo, lo respon ya,"

"Hm," sahut Denira malas.

Haris tersenyum senang hingga matanya menyipit. Haris tidak sabar menghubungi Denira nantinya.

Denira langsung menutup telinganya dengan headset yang melantunkan lagu-lagu milik Ariana Grande. Denira melirik sebentar ke arah Haris yang sibuk dengan game di ponselnya dan senyuman masih setia terlukis di wajahnya. Tanpa sadar, sebuah senyuman tipis terlukis di wajah Denira. Ia tidak tau kenapa, tapi rasanya sangat nyaman berada di sebelah Haris.

*

"Lo gak ke kantin?" Tanya Haris sambil membereskan buku-bukunya.

Denira menggeleng tanpa menjawab kemudian ia berdiri dan berlalu begitu saja yang membuat Haris mempercepat kerjanya dan berlari mengejar Denira.

"Lo mau kemana?" Haris langsung merangkul bahu Denira yang tentu saja membuat Denira terkejut.

Denira langsung menepis tangan Haris dari bahunya sebab tingkah Haris membuat semua pasang mata di koridor mengarah pada mereka. Denira tidak suka dengan tatapan sinis yang ia terima. Rasanya seperti sudah berbuat dosa yang tidak bisa diampuni.

EVANESCENTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang