10. Forgive Me

12 2 0
                                    

"Papa!"

Denira bangkit dari duduknya kemudian berlari memeluk Papanya yang akhirnya ia temui setelah lama ia tidak datang menjenguk.

"Denira kangen!" Pekiknya riang sambil melepas pelukan.

Laki-laki yang memakai setelan tahanan itu tersenyum tipis menatap putri kandungnya yang sudah besar dan cantik.

"Papa apa kabar?" Tanya Denira dengan matanya yang mulai berkaca-kaca. "Papa sekarang kurus ya,"

Arfan tersenyum kaku sambil mencoba menahan air matanya yang sudah menggenang di pelupuk matanya, "Papa lagi diet," guraunya.

Denira tertawa kaku sambil menghapus air matanya yang sudah turun membasahi wajahnya. Ia membenci situasi seperti ini. Ia ingin memperlihatkan sisi tegarnya, namun ketika melihat kondisi sang Papa, Denira tidak mampu menahan air matanya.

"Papa jangan sakit ya," ucap Denira sambil menggenggam tangan sang Papa yang dingin dan kurus.

Ia masih mengingat jelas bagaimana dulu tangan ini menggenggam tangannya dengan hangat dan lembut. Tangan yang selalu digunakan untuk memberinya banyak cinta hingga Denira pernah merasa bahagia dalam hidupnya.

"Maafin Denira kalau baru jenguk Papa. Denira sibuk Pa,"

Arfan tersenyum sambil menumpuk tangannya di atas tangan hangat putrinya. Mencoba mengatakan bahwa Papanya baik-baik saja disini, tapi dengan kondisinya yang kurus, ia tidak bisa meyakinkan Denira kalau ia baik-baik saja.

"Gimana sekolah kamu?"

"Masih sama kayak dulu, Pa. Denira masih punya banyak temen. Gak ada yang ninggalin Denira. Mereka semua support Denira," alibi Denira yang berhasil membuat Arfan percaya.

Sejujurnya Denira tidak kuat menahan kebohongan yang ia simpan bertahun-tahun lamanya. Ingin rasanya ia mencurahkan bagaimana kerasnya ia bertahan hidup di luar sana. Tapi Denira tidak mau egois. Ia tau bebannya tidak seberapa dengan beban yang sedang Papanya pikul. Denira tidak mau membuat Papanya khawatir. Denira tidak mau melihat pria yang mencintainya lebih dari apapun itu sakit. Denira ingin Papanya baik-baik saja.

"Kamu baik-baik aja 'kan di luar sana?"

Denira mengangguk yakin. Ini adalah kelebihan yang ia miliki. Mampu berakting layaknya ia hidup bahagia hingga Papanya sendiri berhasil ia bohongi.

"Oiya Pa, Papa inget Haris gak? Dulu Denira pernah cerita sama Papa,"

"Haris yang kamu bilang ninggalin kamu tiba-tiba itu?"

Denira mengangguk, "Sekarang Haris kembali, Pa. Dia ada sama Denira," ucap Denira senang hingga matanya kembali berkaca-kaca.

Arfan ikut tersenyum bahagia. Itu adalah senyuman tulus yang muncul di wajah putrinya setelah sekian lama. Senyuman muncul hanya dikarenakan satu orang, Haris.

"Pa," panggil Denira. "Kalau misalnya Denira punya pacar, Papa marah gak?"

Arfan tersenyum kembali. Ternyata putri kecilnya sekarang sudah tumbuh dewasa. Ia hidup dengan baik di luar sana tanpa dirinya bahkan sekarang akan ada seorang laki-laki baik yang akan menggantikan posisinya di hati putrinya.

"Denira, Papa selalu doakan yang terbaik buat kamu. Kalaupun kamu punya pacar, Papa gak akan marah. Papa yakin, laki-laki pilihan kamu akan membuat kamu bahagia. Papa akan sangat senang jika dia berhasil menggantikan posisi Papa,"

Denira menggeleng, "Papa tetep nomor satu,"

Arfan kemudian berdiri dan memeluk putrinya. Tangisnya tidak bisa ia tahan. Setiap melihat Denira, rasa bersalah selalu menyerangnya. Ia menyesal telah meninggal gadis 7 tahun yang sekarang sudah tumbuh dewasa. Setiap malam ia selalu dihantui oleh rasa takut jika Denira akan membencinya, tapi Denira tidak seperti itu. Ia lahir dari rahim seorang wanita yang sangat baik hingga putrinya tumbuh menjadi gadis cantik dan baik seperti Mamanya.

EVANESCENTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang