01. SMA dan Haris

33 3 0
                                    

Sembilan tahun setelahnya...

Seorang gadis berusia 16 tahun sedang tertidur di mejanya dengan begitu pulas tanpa terusik keributan teman-teman sekelasnya karena jam kosong selama tiga jam. Ia sangat lelah. Kemarin malam ia bekerja sampai larut hingga membuatnya tidak cukup untuk tidur dan juga belajar.

"Denira,"

Samar-samar ia mendengar seseorang memanggil namanya, namun suara itu terus terdengar semakin keras.

"Denira!"

Denira terkesiap saat seseorang menarik jaket yang menutupi kepalanya. Ia langsung mengangkat wajahnya dan semakin terkejut ketika melihat Bu Fani ternyata berdiri di depan mejanya dengan tampang yang sangar. Ia juga mendengar suara cekikan teman sekelasnya yang begitu senang dengan masalah yang ada di hadapannya ini.

"Ma-maaf, Bu," ucapnya sambil menundukkan kepala singkat.

Ketika Denira mengangkat kepalanya, tatapannya bertemu dengan manik mata hazel yang datang ke kelas bersama Bu Fani. Entah kenapa, Denira merasa pernah bertemu dengan laki-laki itu. Denira langsung menepiskan pikirannya itu. Dalam hidupnya ia sudah sering bertemu banyak orang. Mungkin saja anak baru itu salah satu pelanggan di cafe tempatnya bekerja.

Bu Fani kembali ke depan kelas setelah berurusan dengan Denira. Ada seseorang yang harus ia perkenalkan kepada penghuni kelas XI MIPA 2 ini.

"Baik, selamat pagi anak-anak," sapa Bu Fani terlebih dahulu.

"Pagiiii, Bu,"

"Hari ini kalian kedatangan teman baru," Bu Fani memegang bahu laki-laki yang lebih tinggi darinya itu. "Nah, Haris silakan perkenalkan diri kamu," ucapnya sambil tersenyum ramah.

"Selamat pagi, teman-teman," sapanya ramah.

"Pagi," sahut sekelas bersamaan.

"Perkenalkan nama saya Haris Wiguna. Semoga kalian bisa berteman baik dengan saya," ucapnya sambil tersenyum.

Di tempatnya, Denira hanya menatap laki-laki itu dengan malas, sedangkan perempuan-perempuan di kelasnya senyum-senyum sendiri melihat senyuman manis milik Haris itu. Denira sama sekali tidak tertarik lebih jauh tentang Haris. Ia yakin, Haris sama saja dengan orang lain yang suka mem-bully-nya hanya karena ia adalah anak seorang koruptor. Denira mengalihkan pandangnya ke arah luar jendela. Sungguh! Ia sangat ingin keluar kelas dan pergi ke perpustakaan yang menenangkan.

"Haris kamu silakan duduk di tempat yang kosong..." Mata Bu Fani berakhir pada tempat kosong di sebelah Denira. "... disana," lanjutnya sambil menunjuk kursi kosong di samping gadis yang melamun menatap jendela itu.

Denira menoleh bersamaan dengan Haris yang berjalan menuju meja di sebelahnya. Gadis berambut panjang itu menghela nafas kesal ketika laki-laki itu sudah duduk di sebelahnya dengan canggung. Hal itu terlihat dari cara dia membenarkan duduknya.

"Denira, kamu baik-baik sama Haris ya. Bukunya bagi berdua dulu sampai Haris dapet buku," pesan Bu Fani.

"Iya, bu," sahut Denira malas sambil mengeluarkan buku kimianya dari dalam ransel birunya.

Haris melirik Denira dari ujung matanya sambil tersenyum. Semuanya sudah berubah namun wajahnya masih tetap sama cantiknya dengan terakhir mereka bertemu.

"Apa lo?!" Ketus Denira ketika berhasil menciduk Haris meliriknya sedari tadi.

Haris langsung mengulurkan tangannya, "Haris," ucapnya sambil tersenyum.

Bukannya menjawab, Denira malah memutar bola matanya dan kembali menatap Bu Fani yang sedang mengajar di depan kelas. Baginya, pelajaran lebih penting ketimbang harus berurusan dengan seseorang yang tidak ia kenal. Sama saja dengan membuang waktunya.

EVANESCENTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang