Chapter 19

254 41 96
                                    

Aera menghela napas yang terasa seperti kelima kali dalam sepuluh menit terakhir, dia duduk dengan sopan di meja sementara pikirannya berkeliling entah ke sudut bumi belahan mana. 

Kelas hari ini terasa sedikit suram ketika bangku terakhir hanya diisi oleh udara dingin. Oke, Aera tidak terlalu peduli dengan seluruh teman sekelasnya, tetapi tidak ketika Jeno adalah teman yang menjadi topik pembicaraan sekarang. 

Dia sedikit khawatir, hanya sedikit! 

Oh, mungkin bukan khawatir, tetapi Aera merasa bahwa Jeno sakit karena hujan yang mereka lalui malam itu, dan dia juga sedikit ikut berperan di sana.

Terdengar lebih baik untuk menjadi sebuah alasan, Aera tidak peduli! Tentu saja, dia hanya merasa bertanggung jawab karena membawa lelaki manja itu pulang di tengah hujan lebat.

Dia memutar kepalanya menghadap meja belakang. "Echan, Jeno separah itu?" Dia bertanya dengan wajah yang terlihat seperti siap berkelahi, terima kasih banyak karena untuk sebuah pertanyaan itu pun Aera harus berperang dengan otaknya sendiri.

"Apa?" 

Si kutub berdecak, wajahnya jatuh pada kedua alis yang mengerut, terlihat sedikit kesal, sebelum berubah menjadi lebih netral. "Jeno kenapa tidak sekolah?" 

"Ah, itu kan ... kau tetangganya, kenapa bertanya padaku?"

"Dan kau temannya!"

Haechan manggut-manggut, membawa tatapannya pada meja yang berada di belakang. "Tetapi aku tidak bertemu dengan Jeno." Dia memberitahu, menunjuk meja lelaki itu dengan sebuah senyum di wajahnya, dan entah untuk alasan apa senyum itu mekar.

"Baiklah," kata Aera, kembali membawa tatapannya pada buku yang ada di meja, dia merasa jika ini hanya akan buang-buang waktu.

Teman-teman Jeno adalah manusia luar angkasa, dan Haechan yang terparah di antara mereka semua! Setidaknya untuk beberapa hal.

-

Aera terpejam, menikmati sinar matahari dan angin lembut yang mencumbu wajahnya begitu tiba di atap sekolah, juga nyanyian burung gereja di celah-celah kayu usang menyambut kedatangan gadis itu.

Ia memilih tempat yang terlihat sedikit teduh dari teriknya matahari, untuk beberapa saat sinar itu hanya terasa hangat, tetapi tidak jika berada di bawahnya selama jam makan siang.

Itu akan terasa seperti terbakar. Tentu saja!

Aera membuka kotak ungu yang selalu dibawanya sebagai tempat bekal, meski terkadang biru muda ikut bergabung untuk itu. 

"Apa ditelpon saja?" Dia bergumam tiba-tiba, ketika mulutnya menerima satu sendok penuh daging ayam, dan dia sedang membicarakan lelaki manja sekarang. "Lagi pula tidak akan ada yang tahu."

Gadis itu mengambil ponsel sebelum mendial nomor dengan nama kontak J di sana, dan entah untuk alasan apa Aera sedikit was-was jika menyimpannya dengan nama lengkap. 

Dua dering pertama terlewati dan lelaki itu belum juga menjawab, Aera bertaruh jika dering kelima belum ada yang berbicara, maka dia akan memblokirnya. Dengan senang hati! 

"Henlo!"

Aera tersenyum, terlihat bersinar terang dengan mata indah miliknya, dan entah untuk alasan apa sesuatu dalam rongga dada sedikit menggelitik hingga bagian perut. Oh, mungkin karena ini pertama kali dia menyapa, terasa seperti pertama kali melakukan pidato di depan kepala sekolah!

Gugup dan berdebar! Mungkin. 

"Kau menelponku, Aera?"

Jika pada sebuah komik, maka bunga merah muda yang sedang bersemi di sekitar Aera berubah menjadi awan gelap pada detik pertama, gadis itu mendengus. "Oh, aku salah sambung," katanya, memutar mata dengan rasa ingin mengumpat yang tinggi. 

Sweeter Than Caramel || Jeno ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang