Chapter 14

263 43 74
                                    

"Tidak buruk," komentar Aera ketika tubuhnya berbaring di atas rumput dengan dedaunan hijau sebagai atap.

Ia menelisik, membawa seluruh atensinya pada apa yang terlihat di depan sana, air sungai memancarkan berlian ketika matahari menembus permukaan mereka, juga burung camar yang menari mondar-mandir di atasnya; seperti seseorang yang terlibat dengan kejahatan negara.

Merebahkan diri sembari menunggu Jeno kembali terdengar menyenangkan untuk dilakukan, mereka tiba di tempat tujuan ketika matahari berada tepat di atas kepala, ini sudah jam makan siang tentunya.

Jeno sedang membeli beberapa hal yang bisa mereka gunakan untuk mengganjal lapar.

Dari kejauhan, Jeno menangkap tubuh kurus Aera yang sedang berbaring dengan pandangannya.

Gadis itu merentangkan kedua tangan dengan satu lutut sedikit terangkat, terpejam damai ketika sinar matahari yang lolos dari celah dedaunan mengenai bagian wajah, juga angin sejuk membawa mahkota karamel sedikit bergerak nakal.

Aera nyaris sempurna dengan semua yang terlihat sekarang.

Lelaki itu mempercepat langkah dengan hati-hati. Berusaha keras agar Aera tidak menyadari keberadaannya. "Hap," kejutnya, ketika susu kotak yang dingin dan sedikit basah ia tempelkan di pipi Aera. 

Si kutub baru saja merasa bahwa jantungnya bermigrasi ke lambung ketika rasa terkejut memenuhi jiwa raga, dia terkesiap, sangat dramatis. Tubuhnya terduduk paksa dengan sepatu yang berada di tangan sedikit terangkat, bersiap untuk melindungi diri dari hal berbahaya. "Ya Tuhan," desahnya. Kemudian menurunkan kembali senjata itu.

Tadinya, Aera berpikir bahwa sesuatu yang menempel di pipi terasa seperti obat bius atau kebodohan semacam mereka, dan cukup melegakan ketika tahu bahwa pelakunya adalah Jeno, meski setelah itu rasa jengkel kembali datang. "Kau idiot."

Aera juga mempelajari satu hal, bahwa tidak ada istilah pasrah ketika berada di alam bebas yang berbahaya. Dia harus tetap terjaga dengan waspada, monster dan alien bisa datang kapan saja untuk membunuhnya.

Jeno tertawa keras. "Aku melatih kekuatan jantungmu," katanya dengan santai, bahkan ketika wajah Aera masih dalam ekspresi horor. Ia meletakkan semua belanjaan di atas rumput. "Kita akan melakukan yang sedikit lebih berbahaya, nanti." Lelaki itu merekahkan senyum teduh, awalnya. Kemudian berubah sedikit lebih licik.

Si kutub memutar mata. "Terserah, aku akan mati kelaparan sebentar lagi," keluhnya dengan sedikit nada cibiran. Ia mulai menyusun semua makanan di atas rumput dan kembali mengerang kesal ketika mereka bahkan tidak membawa tikar.

What the hell Universe!?

Jeno dan persiapannya yang sangat memicu terserang stroke. 

"Bukan salahku," jawab Jeno, ia menggigit batang rumput selagi menunggu Aera siap dengan semua makanan mereka. "Harusnya kau membawa makanan, seperti sebuah kotak bekal berwarna ungu muda, kita bisa menikmatinya berdua." Tiba-tiba Jeno tersipu, lelaki itu tersenyum dan mendekat pada gadis yang memasang wajah datar. "Terdengar bagus untuk menjadi kenyataan."

Aera meletakkan botol minum dengan kasar, matanya sedikit menyipit ketika mengarah pada lelaki dengan senyum idiot di wajah. "Aku lapar," katanya. Kemudian mulai membawa makanan ke dalam mulut.

Jeno mengejek dengan lihai, bibir bawahnya maju beberapa senti untuk melengkapi kegiatan itu. "Keras kepala." Dia memberitahu.

"Tolong bercermin, Tuan Muda Jung yang terhormat."

Jeno hampir tidak pernah merasakan perutnya berputar ketika seseorang jelas-jelas sedang mengejeknya, tetapi itu terjadi sekarang. Kupu-kupu sedikit bergerak rusuh dari perut hingga bagian dada, menggelitik dengan menyenangkan.

Sweeter Than Caramel || Jeno ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang