Chapter 22

230 30 104
                                    

Have you told yourself today. That you are strong and beautifull?
Ehe mari untuk lebih menghargai diri sendiri.


***


"Harusnya tadi kau menunggu beberapa saat setelah aku turun," seru Aera, terlihat sangat kesal dengan alis bertautan. Dia berpikir untuk mengawali pagi sebagaimana bunga sakura di musim semi, menebarkan aura merah muda nan manis, tetapi apa yang terjadi benar-benar di luar kemampuannya untuk bersabar.

Gadis itu terus saja berdumel selama perjalanan menuju kelas dengan tangan melipat di dada, ini adalah pagi yang menguras emosi. Demi Tuhan, Jeno menjemputnya jam enam, orang gila mana yang berangkat sekolah sepagi itu, bahkan ayam pun belum bangun dari tidurnya.

Tidak hanya itu, saat dalam perjalanan tiba-tiba mobil mereka kehabisan bahan bakar. Ya, omong kosong seperti itu sering dialami Jeno, mengingat bahwa dia sangat anti untuk mengisi bensin, alhasil mereka tetap terlambat ke sekolah walaupun berangkat jam enam pagi.

Begitu mereka tiba, Jeno kembali membuat ulah, dia memaksa Aera untuk berjalan beriringan menuju kelas dan itu tidak terdengar seperti sebuah ide cemerlang, karena sepanjang jalan pula seluruh siswa menaruh atensi pada keduanya, fakta bahwa Aera benci menjadi pusat perhatian membuat kejadian ini terlihat sangat jauh dari kata baik.

Terkadang menjadi cantik dan tampan memang sangat merepotkan.

Baiklah, Terima kasih banyak untuk semua kesialan ini!

Aera ingin tenggelam ke Atlantik sekarang juga.

"Jika menunggu, aku akan semakin terlambat masuk kelas," kata Jeno dengan sangat tenang dan polos, kakinya berjalan menggunakan langkah yang kecil mengikuti jejak Aera dalam jarak enam puluh sentimeter, sesuatu terasa sedikit gelap jika terlalu dekat pada gadis itu, aura suram bertebaran di udara.

"Bukan urusanku!"

Jeno memajukan bibir bawah, membuat wajah terintimidasi dengan sangat dramatis. "Jahat sekali," cicitnya seraya melangkah cepat ke samping Aera, tetapi tetap dalam jarak yang aman. Tentu saja!

"Yo!" Renjun menyapa dengan wajah ceria begitu mereka melewati kelasnya, dia berdiri di depan pintu dengan siku bertumpu pada kosen, membawa tatapan ke arah Jeno yang menyiratkan sebuah godaan.

Jeno tersenyum, mengerlingkan mata pada Aera sebelum kembali bersitatap dengan teman lelakinya. "Wassap, Bro!

"Sembuh dari penyakit mematikan?" tanya Renjun, tetapi lebih terlihat seperti pernyataan manis untuk seorang teman.

Lelaki itu memutar mata, dia merasa ini masih terlalu pagi untuk mengawali sebuah kibaran bendera perang. "Seperti yang kau lihat," kata Jeno, sedikit kesal.

Renjun mengangkat tangan, membuat simbol perdamaian dengan telunjuk dan jari tengah. "Aku bercanda." Dia tertawa kejam, kemudian sedikit celingukan ketika menangkap sosok gadis yang berjalan santai di belakang tubuh Jeno. "Aera!" serunya keras, menarik atensi dari beberapa makhluk di sana.

Gadis itu berjengit, ini masih sangat pagi, tetapi apa yang sudah dia lewati terasa seperti pagi yang panjang. "Ya," jawab Aera, menangkat telunjuk dan jari tengah tanpa membalikkan badan.

"Dingin, seperti biasa," bisik Jeno, terdengar seperti mengungkapkan sebuah rahasia yang hanya bisa diketahui oleh keduanya.

"Tetapi cantik." Renjun mengakui, melebarkan senyum ketika menatap punggung Aera yang semakin mengecil. 

"That's my girl." Jeno memberitahu dengan sebuah tatapan tajam, sebelum berubah menjadi senyum teduh hingga matanya tenggelam. "Aku harus pergi."

Sweeter Than Caramel || Jeno ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang