Chapter 31

203 26 72
                                    

Aku tidak tahu omong kosong apa yang terjadi, tetapi pandanganku menangkap seorang gadis kecil bermain istana pasir di halaman belakang rumahnya, tempat itu tampak tidak asing. Namun, di mana?

"Hey, Nak. Apa kerajaannya sudah siap?" Seorang lelaki tampan dengan porsi tubuh kekar muncul di balik tenda biru. Ia bertanya dengan sebuah senyum mekar di wajahnya, dan aku baru saja berpikir bahwa itu adalah Daddy.

Aku tidak ingat jika Daddy setampan itu dulu, dia terlihat manis dengan menenteng sebuah tas merah muda yang berisi peralatan dapur mungil di dalamnya.

Terlihat seperti Daddy material untuk semua hal yang terjadi.

"Yes, Daddy. Hanya pellu memindahkan pasil-pasil ini agal tamannya cancie." Gadis kecil itu menjawab dengan riang, binar di kedua matanya memberi kesan menggemaskan dan beraura pink manis.

Namun, dia memanggil Daddy dengan sebutan itu, apa mungkin gadis kecil yang kulihat adalah diriku sendiri? Kenapa ingatan tentang kejadian ini sangat samar terekam dalam memori?

Otakku belum bekerja sepenuhnya untuk memproses semua hal yang terjadi sementara wanita lain muncul dari dalam rumah, tangannya memegang nampan berisi makanan ringan juga beberapa minuman dingin yang menyegarkan, dan itu membuatku sedikit pusing.

"Lihatlah, siapa tadi yang tidak ingin main panas dan berkeringat?" Wanita itu berbicara dengan sebuah senyum bertahan di wajah.

Dia sama cantiknya dengan apa yang kulihat di masa sekarang, wajah ayu dengan pipi kemerahan ketika tersenyum terlihat begitu menawan, dan aku baru saja berpikir bahwa dia adalah Mommy.

Benar, ini adalah memori tentang masa kecilku, jika di sana ada Mommy dan Daddy, maka gadis kecil itu adalah aku.

Dia cantik sama sepertiku, tetapi dengan banyak tawa dan senyum lepas tanpa beban, terlihat sangat bahagia bersama keluarga kecilnya.

Ah, untuk beberapa hal, aku iri sekarang, kapan tepatnya senyum cerah itu hilang dariku?

Ketika memoriku mulai memutar semua kejadian itu secara perlahan, entah bagaimana bisa rasanya tubuhku terserap ke dimensi lain, ini terlalu berlebihan jika menyebutnya dimensi lain, karena nyatanya saat ini aku sedang berada di ruangan, terlihat seperti kamar, dan juga bersama bocah laki-laki yang memilih sibuk merangkai puzzle daripada berhadapan denganku dalam versi kecil.

Lucu sekali saat menyebutnya Aera dalam versi kecil.

Sepertinya Aera kecil sedang sedikit merajuk, terlihat bibirnya mencebik dengan mata berkaca-kaca.

"Nahhh! Sudah siap," ucap bocah itu dengan eyesmile-nya seraya mengangkat puzzle ke wajah gadis kecil di sana.

Senyum yang mekar di bibir tipisnya tampak tidak asing, seperti mekar manis yang selalu membuatku merasa tenang di saat semua orang terlihat seperti monster menakutkan.

"Jangan menangis lagi, ini hanya sebuah pujel yang belantakan, Aela. Kita bisa mempelbaikinya."

Juga, panggilan itu! Aku benci mengatakan ini, tetapi rasa hangat yang menyenangkan selalu datang ketika bibir tipisnya berkata dengan manis dan tenang, entah untuk alasan apa perasaan itu singgah.

Aera kecil masih bergeming, kabut gelap yang mewarnai netra cantiknya perlahan mulai pecah, digantikan oleh tetesan air mengalir di atas pipi. "Itu hadiah dali Daddy, dia pasti sedih kalena Aela menghanculkannya."

"Oh ya Tuhan, bagaimana bisa aku pelgi dengan Appa dan Eomma jika Aela cengeng sepelti ini," keluh bocah laki-laki itu dengan cekatan menghapus air mata yang semakin mengalir deras di pipi gembil teman perempuannya.

Sweeter Than Caramel || Jeno ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang