Chapter 17

246 40 114
                                    

Pagi senin yang cerah. Ah, sebentar, tidak ada istilah yang terlihat benar untuk mengatakan bahwa senin adalah sesuatu yang cerah! Tidak, setelah menikmati liburan menyenangkan pada hari minggu dan berakhir dengan mengencani rumus atau semua teori besoknya. Thank you very much!

"Kenapa kau memakai turtleneck?" tanya Renjun dengan sopan, sangat sopan ketika matanya menyipit penuh curiga pada lelaki yang duduk di bangku seberang.

Mereka berada di kantin sekolah ketika jam masih menunjukkan pukul tujuh pagi, menikmati beberapa roti bakar atau sekedar bersiul nakal pada wanita dengan rok mini. 

"Aku tidak merasa bahwa ini musim dingin atau udara yang mendadak seperti Aera," komentar Lucas atas apa yang baru saja berputar di kepalanya, dan itu terlihat seperti sebuah fakta ketika cuaca bahkan terasa sedikit marah pada semua makhluk di bumi.

Haechan menyetujui, menatap Jeno dengan sebuah kaleng minuman di celah bibirnya. "Kecuali jika di sana tersembunyi beberapa kissmark, maka baju setebal itu benar-benar harus untuk digunakan."

"Itu terdengar seperti sesuatu yang dewasa," kata Jisung, menyeringai dengan nakal pada lelaki yang berada di sampingnya.

Jeno memutar mata, memang sejak awal ini tidak terlihat seperti hal yang bagus untuk dilakukan, mengingat bahwa temannya sedikit cepat tumbuh dewasa dengan semua pikiran mereka. "Aku terserang virus hujan." Dia memberitahu, tangannya menyeka sesuatu yang keluar dari lubang hidung, sedikit lengket jika disentuh.

Renjun membuat eskpresi jijik pada hal yang baru saja ditangkap oleh penglihatan. "Kau sebaiknya menghabiskan waktumu di atas tempat tidur."

"Aku pikir itu akan berguna," kata Jeno.

"Wajahmu seperti tomat busuk." Haechan mengakhiri dengan sebuah tawa yang meledak keras, menikmati pemandangan itu untuk disimpan sebagai bahan ejekan nantinya. 

"Terima kasih banyak." Jeno menyahuti dengan senyum yang kejam, dan tepat ketika bibirnya ingin bergerak, sebuah bersin yang keras diikuti beberapa serpihan cairan keluar dari sana, ia meringis atas apa yang baru saja terjadi.

Secepat gemuruh menyusul cahaya semua penghuni meja menjadi sedikit suram, menatap Jeno dengan sepasang mata yang tajam, tidak terlihat senang dengan hal yang menimpa mereka.

"Ew," kata Chenle, wajahnya jatuh pada ekspresi yang terlihat seperti seorang dengan hal paling menjijikan di dunia.

"Katakan jika kau sudah bosan hidup."

Jeno kembali meringis ketika mulut Renjun mengeluarkan sebuah suara yang lebih terdengar seperti ancaman. "Tidak sengaja."

"Apa aku akan terkena virus hujan juga?" 

Haechan menepuk pelan bahu lelaki yang baru saja mengeluarkan suara. "Tenang, Jisung. Kita hanya akan memerah seperti tomat busuk," katanya. "Tidak akan mati."

Lucas tertawa, itu terdengar bagus untuk diketahui, dia membawa pandangannya pada semua sudut yang ada kantin, seseorang yang sedang dicari terlihat seperti akan duduk dan menggoda para gadis di sebuah meja. "Di mana Jaemin?" Dia bertanya, membuat pertengkaran kecil yang sempat terjadi sedikit mereda, fokus mereka teralihkan sekarang.

"Berduka dengan muram," kata Renjun, ia menunjukkan pesan yang Jaemin kirimkan padanya semalam.

"Kekasihnya meninggal?" Jeno menyipitkan mata, menatap benda yang bersinar redup dengan beberapa tulisan di sana. "Iya, ya Tuhan."

"Itu sedikit menyakitkan," komentar Lucas.

Mereka menyetujui, untuk beberapa hal itu tidak terlihat seperti sesuatu yang menyenangkan untuk dilalui, sedikit gelap dan dalam.

Sweeter Than Caramel || Jeno ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang