Chapter 24

248 29 114
                                    

Ah, sekarang Aera tahu kenapa dirinya mendadak jadi sensitif!

Saat pulang sekolah, gadis itu adalah yang pertama kali bangkit dan berjalan ke luar, tetapi belum sempat tiba pada ambang pintu, seorang siswi di belakangnya mengatakan bahwa rok Aera bernoda merah yang sangat kentara.

"Apa kau duduk di atas tumpahan saos?" Siswi itu bertanya pelan, membagikan sebuah rahasia di antara mereka. 

Aera menganga, kehilangan kata-kata untuk diucapkan, dia terdiam hampir tiga puluh detik penuh dengan pandangan mengarah pada lawan bicara.

"Kupikir kau datang bulan, aku tidak membawa jaket atau apa pun yang bisa membantumu."

"Ah," gumam Aera, merapatkan diri pada dinding untuk menutupi bagian belakang. "Kupikir memang sudah waktunya."

"Terdengar bagus." Siswi itu melemparkan candaan, tersenyum pada Aera dengan sedikit kaku, mereka saling menatap dan berkedip pelan, terasa sangat canggung untuk beberapa alasan. "Aku harus pulang," katanya setelah tidak ada hal yang bisa mereka bicarakan.

Aera menangguk, melengkungkan bibir dengan tulus. "Ngomong-ngomong, terima kasih banyak."

"My pleasure." Gadis itu mengakhiri dengan sebuah senyum hangat sebelum berbalik meninggalkan kelas.  

"Ada apa?" 

Aera terperanjat pada sebuah suara yang berasal dari celah bahu, dia menoleh ke samping dan menemukan Jeno berdiri dalam jarak cukup dekat. "Tidak apa, pulanglah," kata si kutub dengan tenang, sedikit memundurkan langkah agar sesuatu di belakangnya tidak terekspos.

"Kenapa berdiri di sana, Aera?" Lucas bertanya dengan sebuah rasa penasaran yang tinggi, membawa tatapan untuk menangkap rahasia di belakang Aera.

"Hanya ingin," kata Aera, sangat tidak yakin dengan jawabannya, tetapi tetap berusaha konsisten pada ekspresi keren di wajah.

Haechan bergeser satu langkah ke dekat pintu dan menoleh pada dinding di belakang Aera. "Ular!" Dia berteriak tidak santai ketika hanya mereka berempat yang menempati kelas, menunjuk ke arah dinding dengan sebuah ekspresi horor yang berlebihan pada wajahnya.

Aera terperanjat untuk kesekian kali, dia berbalik dan mengarahkan wajah panik pada tempat yang ditunjuk. Sesuatu terasa panas di otaknya ketika sadar bahwa Haechan baru saja melakukan sebuah kebohongan besar. "Dasar iblis kecil."

"Kau menduduki paku? Beling? Atau apa? Kenapa rokmu berdarah?" Lucas kembali bertanya, kali ini tatapannya terasa sangat alami dan netral, bahkan jatuh pada ekspresi menyebalkan ketika mengarahkan pandangan pada noda merah di bawah sana. Itu sedikit tidak sopan!

Gadis itu terpejam, kembali menyembunyikan rahasia kecilnya pada dinding dengan aman. "Kau sialan sekali!" sungutnya ketika mengarahkan tatapan pada Haechan.

Lelaki kecil berkulit tan di sana mengerucutkan bibir. "Bukan aku yang bertanya," elaknya dengan suara yang terdengar sebal.

"Pulanglah!" pinta Aera dengan nada yang lebih terasa seperti sebuah perintah daripada permintaan.

Jeno menggeleng, bergeser sedikit cepat hingga berdiri tepat di depan Aera. "Kau sendiri?"

"Aku pulang saat sekolah sudah sepi."

"Bagaimana jika begini?" Jeno menarik gadis itu ke depan dan melingkarkan tangan di pinggangnya, menggantikan posisi seperti mengikat jaket di pinggang si kutub.

Aera merasa napasnya tertahan beberapa saat, diikuti sesuatu yang panas menjalar di seluruh tubuh, terutama bagian wajah. "Lepaskan!" Dia mendapatkan suara setelah teriakan godaan dari Lucas dan Haechan memenuhi gendang telinga.

Sweeter Than Caramel || Jeno ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang