Chapter 2

437 89 69
                                    

Keheningan pagi terpecahkan oleh suara alarm berbunyi nyaring, memaksa gadis cantik yang masih menyusuri alam mimpi untuk membuka mata. "Ah, kenapa cepat sekali matahari terbit, aku seperti baru tertidur lima menit yang lalu." 

Ia menguap lebar, netra jernihnya berusaha menerima cahaya terang yang masuk tanpa aba-aba, kemudian bangkit menuju kamar mandi setelah semua nyawa menyatu dalam tubuh.

Selesai dengan acara merias diri, dia melangkah ke meja makan, menikmati beberapa makanan untuk mengganjal rasa lapar.

Tampak di sana Nyonya dan Tuan Kim sedang menikmati santapan yang tersaji di atas meja, semua berjalan dengan semestinya hingga interupsi Tuan Kim mengalihkan perhatian Aera.

"Bagaimana sekolahmu, Aera? Apa nilai ulanganmu tinggi?"

Aera menghela napas, napsu makan mendadak lenyap begitu pertanyaan dilayangkan untuknya. "Sempurna, Dad. Seperti biasa, nilaiku selalu sempurna."

"Pertahankan itu, jangan mengecewakan."

Gadis itu menyunggingkan senyum dengan sebelah bibir lebih terangkat, sesuatu dalam dirinya terasa tidak nyaman tiap kali memulai percakapan dengan sang ayah.

Dirasanya cukup, Aera bangkit dan akan melangkah setelah berpamitan.

"Aera, bisakah kau mengantarkan kue untuk tetangga baru kita?" 

Namun, ucapan sang ibu membuat gadis itu tetap berada di tempatnya.

Kernyitan samar tercipta di pangkal hidung Aera, sedikit merasa aneh ketika ibunya tampak dekat dengan lingkungan sekitar, secara wanita itu cukup sibuk untuk sekedar berkenalan. "Tetangga baru? Kapan mereka pindah?" 

Nyonya Kim mengambil kotak berwarna biru muda, kemudian menyodorkan benda itu untuk berpindah ke tangan Aera. "Beberapa hari yang lalu, sudahlah bawa saja ini, kau akan tau sendiri nantinya."


Tanpa berdebat lebih lama, Aera membawa kotak itu bersamanya, melakukan titah yang sudah gadis itu terima.


🦋

Aku berniat untuk melanjutkan tidur di akhir pekan, setelah bergelut beberapa hari dengan belajar, mencumbui kasur adalah obatnya. Yah, tadi terlintas pemikiran seperti itu sebelum ibu menyuruhku untuk mengantarkan bingkisan ke tetangga sebelah.

Dengan sedikit membawa kaki rampingku untuk berlari, akhirnya tiba di depan pintu berwarna coklat tua, semoga alamatnya benar dan bingkisan ini tidak nyasar

Tanpa membuang waktu lebih lama, tanganku terangkat untuk memukul ... maksudku mengetuk pintu dengan pelan, agar tujuan cepat tercapai dan aku bisa kembali cuddle bersama guling hingga petang menyapa. 

Namun, jantungku sedikit tidak senang dengan ini, bagaimana, ya? Aku sangat jarang berinteraksi dengan manusia, dan pekerjaan yang sedang kulakukan sangat bertolak belakang. Baiklah, itu akan berakhir dengan cepat.

Terdengar suara gaduh dari dalam rumah setelah ketukanku selesai, seperti orang yang berlari dan menabrak beberapa benda, hingga akhirnya pintu coklat tua terbuka, menampilkan sosok lelaki yang hanya mengenakan handuk di pinggang.

Rambutnya terlihat sedikit basah dengan beberapa tetes air jatuh ke lantai, mungkin dia baru selesai dengan acara membasuh diri. 

Tunggu sebentar, bukankah ini lelaki yang kemarin pindah? Siswa dari Chicago? Benar, jika ingatanku tidak keliru.

Ia juga sedikit terkejut, sama seperti yang kulakukan pertama kali, kemudian ekspresinya kembali menjadi netral. "Kau? Gadis kutub? Ah, maksudku ... membutuhkan sesuatu?" 

Sweeter Than Caramel || Jeno ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang