Chapter 7

322 66 88
                                    

Mereka; seluruh siswa yang melakukan camping, telah selesai dengan semua omong kosong perkemahan. Kini tiba saatnya puncak acara yaitu malam penutupan, di mana pembagian piala dan sertifikat akan diumumkan.

Terlihat sangat ramai dengan beberapa kembang api dan dentuman musik yang menggelegar. Udara terasa sangat dingin, tetapi api unggun sedikit memberi kehangatan.

"Sesuatu mengganggumu, Jeno?" Haechan bertanya keras, jaga-jaga jika suaranya teredam dengan dentuman musik yang sedikit tidak normal.

Pertanyaan Haechan membuat seluruh atensi teman satu frekuensinya mengalihkan wajah, menatap Jeno dengan penuh minat. Mereka juga menyadari itu, tetapi tidak ada yang buka suara.

Selimut yang memeluk tubuhnya ia rapatkan, menghalau segala celah agar angin dingin tidak menyentuh kulit. "Tidak juga," jawab Jeno dengan lengan memeluk tubuh. 

"Bertemu dengan Gumiho tampan?"

"Cantik, lebih masuk akal," koreksi Renjun, ucapan Lucas barusan sedikit menimbulkan ke-ambigu-an dalam otaknya.

Felix tertawa, suaranya terdengar menyentuh dasar tangga nada, sangat dalam dan juga berat. "Demi Tuhan, kau mempercayakan itu? Bahkan di jaman yang secanggih sekarang?" tanyanya dengan nada mengejek, sebelum berteriak keras ketika Lucas memukulnya dengan sandal.

Jeno mengambil cangkir kopi, kemudian mendekatkan cairan itu ke depan wajah; menikmati uap hangat yang keluar dari sana. "Aera," ucapnya tiba-tiba, kembali mendapatkan atensi penuh dari mereka. "Maksudku, dia bahkan tidak bergabung sekarang. Aku hanya ... sedikit penasaran, kehidupan macam apa yang dijalaninya."

"Kenapa peduli? Tertarik dengannya?" tanya Lucas, terselip nada godaan di dalam kalimat yang dikeluarkan lelaki itu.

"Penasaran, you know what the meaning of penasaran?" Jeno bertanya tidak santai dengan mata yang sedikit melotot, tetapi tetap dalam kondisi tersenyum lebar.

"Kenapa mengamuk?" Lucas tertawa keras, jenaka sekali lelaki bermata sipit di sebelahnya. "Banyak yang ingin menjadi teman Aera, hanya saja ... dia tidak mau."

"Kenapa?"

"Kenapa apanya? Mana kami tau!?" Renjun menyahuti dengan alis bertekuk dalam, sedikit memancing emosi memang oknum bernama Jung Jeno, apa-apaan dengan pertanyaan yang ia layangkan.

Jeno mendelik, sebelum kembali merekahkan senyum, ia tidak marah, tentu saja! Sudah paham dengan semua karakter temannya meskipun baru sebentar mengenal. "Begitu ternyata."


🦋



Pagi yang indah, matahari sedang tidak mengintip malu-malu untuk menampakkan diri, sengatan teriknya meninggalkan rasa perih di kulit bahkan ketika berada pada ketinggian setengah tiang. Mungkin sang surya sedang tersipu dan sedikit merasa panas.

Namun, suasana ini tidak meluturkan semangat mereka. Benar, kenapa harus lesu jika sebentar lagi akan pulang?

Kondisi akan kembali seperti ketika mereka berangkat, duduk dalam bus yang sama dengan teman sebangku yang sama pula.

Terima kasih banyak pada perjalanan menyenangkan yang akan Jeno lewati!

"Lututmu masih perih?" 

Jeno adalah yang pertama kali membuka suara, meski nyaris tersedak dengan ludahnya sendiri.

Mereka sedang dalam perjalanan, dan ia tidak tahan, benar-benar resah ketika suasana begitu kaku juga hening. 

Ia bukan lelaki hiperaktif, tentu saja, tetapi keadaan yang begini rupa pun tidak membuatnya senang. 

Sweeter Than Caramel || Jeno ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang