Chapter 34

216 24 58
                                    

Semilir angin menerbangkan helaian mahkota keemasan Aera, iris gelapnya menatap rembulan yang tergantung di langit malam.

Dia menghela napas dalam, membiarkan tubuh kurusnya diterpa angin dingin yang kian mencekam, berdiri seorang diri di balkon kamar saat tengah malam, mungkin setelah ini Aera akan kembali tumbang.

Saat keinginan tidak sesuai harapan, seakan kebahagiaan enggan memberi lebih. Hari ini, setelah kepulangannya dari rumah sakit, Aera begitu antusias untuk bertemu dengan Jeno dan menceritakan semua hal yang telah ia lewati.

Namun, senyum lebar yang mekar di wajah cantiknya tergantikan dengan raut kekecewaan yang sarat akan kesedihan, netra gelap gadis itu memanas dengan kilauan kaca yang siap pecah ketika membaca sebuah pesan yang Jeno tinggalkan di ponselnya.

Seakan tidak percaya atas apa yang terjadi, Aera berulang kali menghubungi lelaki itu dan bersikeras mengunjungi kediaman Jung, mengabaikan suara Nyonya Kim yang bertanya dengan panik saat melihatnya dalam keadaan kacau.

Dia benci ketika semua menjadi begitu nyata, lelaki itu pergi meninggalkannya di sini, seorang diri.

Kecewa? Itu sudah pasti!

Karena lelaki itulah yang meminta agar Aera membuka hati dan kembali berdamai dengan semua hal, tetapi setelah itu terjadi, Jeno bertingkah seolah tidak peduli.

Sekarang lihat, Aera di sini menertawakan dirinya sendiri dengan air mata yang enggan untuk berhenti, seperti orang bodoh.

Bahkan lelaki itu memblokir semua jalan untuk berhubungan dengan Aera.

Di sini, dia bertanya-tanya dengan sedikit kesal, sebesar itukah kesalahannya?

Apakah benar-benar tidak bisa dimaafkan?

Gadis itu tersentak dan menghapus kasar air yang mengalir di atas pipi saat selimut hangat memeluk tubuhnya dengan erat. "Mom?"

"Sudah sangat larut, ayo tidur." Nyonya Kim membawanya masuk ke dalam kamar, segelas susu hangat ia letakkan di atas nakas.

"Hmm," gumamnya tanpa membantah.

Aera merasa pusing kembali datang setelah mengeluarkan banyak air mata, sepertinya dia memang harus mengistirahatkan tubuh yang terlalu lelah untuk dipaksa melawan kenyataan.

"Mommy tidak tau apa masalahmu, tak apa untuk bersedih dan juga menangis. Tetapi jangan larut di sana, percayalah, everything will be awkay, dan mommy siap untuk mendengar jika Aera ingin sedikit membaginya." Nyonya Kim berujar pelan, suara terasa seperti bisikan sebuah rahasia yang hanya dibagikan di antara mereka.

Gadis itu tersenyum dan mengangguk lemah. Benar, ini tidak mudah, tetapi dia pasti bisa melewatinya.

"Habiskan susumu."

Aera kembali menganggukkan kepala seraya melepaskan sandal dan duduk di atas ranjang. "Mom, thank you," cicitnya dihadiahi senyum hangat dari sang ibu sebelum menghilang di balik pintu.

Si kutub merebahkan diri dan bergelung nyaman di bawah selimut. Yang dia lakukan hanya menangis, tetapi badannya terasa remuk.

Mata gelap itu hampir terpejam dan beralih ke alam mimpi, kemudian kembali dikejutkan dengan bulu halus yang mengenai pipi sembabnya. "Mochi," desah Aera, sedikit bersyukur bahwa itu bukan jenis mutan hasil perkawinan silang.

Mochi menempatkan diri dalam pelukan Aera yang direngkuh dengan senang hati oleh si kutub. "Apa kau juga sedang patah hati?" Ia bertanya pelan, yang dibalas dengan geraman rendah oleh makhluk itu.

Sweeter Than Caramel || Jeno ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang