Motor Ken berhenti tepat di depan gerbang sekolah yang sudah tertutup. Cowok itu turun dari motornya dan menghampiri Pak Bejo, satpam sekolah yang sedang duduk bersantai diposnya.
"Misi Pak!" teriak Ken.
"Iya? Ada apa den?"
"Mau nanya, anggota osis udah pada pulang semua?"
Pak Bejo mengangguk, "Iya, sudah bubar sejak tadi!"
"Dari tadi? Bapak liat Alya gak?"
"Neng Alya wakil?" tanyanya memastikan.
Ken mengangguk, "Iya, bapak liat dia?"
Gelengan dari Pak Bejo membuat Ken mendesah, "Tidak den."
"Yaudah, makasih Pak."
Ken mengeluarkan ponsel dari dalam sakunya. Netranya membulat tatkala melihat banyak panggilan tak terjawab dari Alya, dan beberapa pesan yang dikirim gadis itu padanya.
Dengan sengera, ia menekan tombol hijau. Menelpon kembali gadis itu, sayangnya hanya ada suara operator yang mengisi indra pendengaran Ken.
Ken merasa bersalah dan khawatir di saat yang bersamaan.
Ia memakai kembali helmnya, menyalakan mesin motor dan melenggang menuju rumah Alya. Memastikan apakah gadis itu sudah sampai di rumah atau belum.
*****
Ryan dan Alya baru saja sampai di rumah Alya dengan selamat. Hujan menyita banyak waktu, membuat mereka sampai lebih lama dari biasanya.
Gadis itu menuruni motor Ryan menggunakan pundak cowok itu sebagai tumpuannya. Setelah itu, ia melepaskan helm lalu ia kembalikan pada Ryan.
"Jaketnya biar gue cuci dulu baru di kembaliin," ucap Alya.
"Gak di cuci juga gak papa."
"Jangan ih, btw makasih ya, maaf jadi ngerepotin," ujar Alya merasa 'tak enak hati.
Ryan tersenyum, "Gak ngerepotin kok, gue malah seneng. Gak usah sungkan sama gue Al!"
"Hehe, iya deh, sekali lagi makasih! Lo udah banyak bantu gue hari ini!"
"Sama-sa--"
"Alya!" teriak seseorang dari dalam rumah Alya. Orang itu mengayunkan kakinya, mendekat ke arah Alya dan Ryan yang sedang berbincang di depan gerbang.
Alya memalingkan wajahnya, 'tak mau menatap Ken.Ia masih merasa kesal pada Ken yang tiba-tiba meninggalkannya. Seharusnya Ken tidak perlu berjanji untuk menunggunya, jika pada akhirnya meninggalkannya. Ibarat sudah di kasih harapan, lalu ditinggalkan tanpa aba-aba.
"Dari mana aja lo? Jam segini baru pulang." omel Ken, persis seperti ibu-ibu yang sedang mengomeli anaknya yang pulang terlambat.
"Kepo!" jawab Alya sekenannya.
"Kok jawabannya gitu sih Al? Gue serius, lo bikin gue sama bunda lo khawatir."
Alya mengangkat wajahnya, menatap mata Ken nyalang, "Kalo khawatir kenapa ninggalin? Kalo emang gak ikhlas nunggu, setidaknya ngabarin! Untung aja tadi ada Ryan, kalo gak ada dia? Gue bisa pulang jalan kaki!" Alya kali ini benar-benar kesal.
Ken sempat tertegun mendengar Alya yang membentaknya. Selama berteman dengan Alya, baru hari ini Ken melihat Alya semarah ini padanya.
"Sorry Al, gue tadi ada urusan mendadak."
Alya tidak mengindahkan ucapan Ken. Ia beralih menatap Ryan yang diam ditempatnya menyaksikan pertengkaran mereka.
"Makasih, Yan, maaf gak nawarin lo mampir. Gue lagi gak mood, lain kali aja ya."
"Al." Panggilnya, namun masih tidak dihiraukan Alya.
"Gue pamit," ucap Ryan.
"Iya."
"Alya!" panggil Ken di susul cekalan kuat di pergelangan tangan Alya, membuat gadis itu sedikit meringis.
"Lo masih marah?" tanya Ken selembut mungkin, ia tidak boleh tersulut emosi.
"Lepasin Ken ...," lirih Alya.
"Kalo orang tanya di jawab!"
"Iya! Gue marah! Gue masih kesal sama lo! Nyebelin!"
Ken mendesah pelan, "Yaudah! Gue minta maaf. Jangan marah lagi, cuma karena masalah sepele gini."
Alya yang tadinya sudah mau memaafkan, kembali kesal karena ucapan Ken barusan.
Apa katanya? Masalah sepele? Jadi Alya tidak begitu penting baginya?"Lepas! Gue mau masuk!" ucap Alya dengan nada dingin.
"Maafin dulu."
"Gue mau masuk!"
"Udah deh Al, masa gini aja ngambek! Gue tadi gak sengaja ninggalin lo. Gue cuma anter Nayla pulang doang, abis itu mau balik lagi jemput lo. Tapi pas nyampe sana, lo nya udah gak ada!" kesal Ken, keceplosan.
"Ooh jadi anterin Nayla dulu ...," Alya menangguk-anggukan kepala sambil tersenyum tipis. Padahal hatinya merasakan nyeri yang hebat, ketika mengetahui bahwa Ken lebih mengutamakan Nayla, ketimbang dirinya.
Memangnya siapa Alya? Dasarnya Alyalah yang terlalu berharap disini.
"Iya, dia kan sahabat lo juga, lo pasti ngerti Al!"
"Lepas, gue mau masuk."
"Udah maafin gue?"
"Iya." Bohongnya. Alya belum sepenuhnya memaafkan Ken. Namun jika ia menjawab belum, Ken tidak akan membiarkannya masuk.
Ken tersenyum, ia mengusap lembut rambut Alya, "Gitu dong."
Setelah lengannya terlepas dari cekalan Ken, dengan langkah cepat ia memasuki rumah, sebelum air matanya menetes di depan Ken.
Mungkin kalian bisa menilai Alya terlalu lebay, baperan atau semacamnya. Intinya hatinya tidak bisa berbohong, rasanya sakit sekali mendengar orang yang ia cintai lebih mementingkan orang lain.
"Bang!" panggil Ryan, yang belum juga beranjak dari tempatnya.
"Apa?" respon Ken, tanpa menoleh ke arah Ryan.
"Kontrol emosi lo di depan Alya, sedekat apapun lo sama dia, dia juga punya hati yang bisa merasakan sakit kapan saja."
"Gak usah sok bijak, jadi ini rencana lo selanjutnya? Rebut sahabat gue?" tuduh Ken.
Ryan menggeleng, mengapa setiap apa yang ia lakukan selalu bernilai buruk di mata Ken, "Gue gak punya niat kayak gitu."
"Bullsiht!"
Ryan mendesah pelan, ia tidak boleh tersulut emosi, "Gue pulang duluan bang."
Mengalah mungkin lebih baik, ia tidak mau Ken semakin membencinya.
"Lo bego bang, Alya tuh suka sama lo! Dasar gak peka!" gumamnya.
[ To Be Continue ]
Jangan lupa tekan 👉⭐
See yu:v
KAMU SEDANG MEMBACA
Just Friend, not more [COMPLETE!✔]
Novela JuvenilTerjebak dalam Friendzone? Menyakitkan bukan? Saat dimana kita tidak bisa mengekspresikan perasaan, hanya karena takut dengan kata kehilangan. Alya dan Ken, adalah sahabat yang sudah berteman sejak kecil. Keduanya kerap disangka sepasang kekasih ka...