JFNM | 26. Rasa bersalah

76 5 0
                                    

Kini Ryan dan Ken sudah berada di ruang bk. Mereka berdua duduk berdampingan di depan Pak Ilham.

"Kalian ada masalah apa? Kenapa harus berantem seperti itu? Tindakan kalian sudah melanggar tata tertib, terutama kamu Ryan, kamu itu ketua osis. Harusnya kamu melerai bukan malah ikut berantem!"

Ryan mengangkat kepalanya, iya membalas tatapan Pak Ilham, "Maaf, Pak."

"Sekarang kalian saya hukum, bersihin koridor lantai satu dan lantai dua. Sampai bersih, kalo tidak hukuman kalian akan saya tambah!" cetus Pak Ilham membuat mereka berdua kompak mengangguk.

"Kalo gitu saya permisi, Pak." pamit Ryan. Ken keluar lebih dulu tanpa memgucapkan sepatah kata pun.

Sampai di luar, ia mendapati Alya yang sedang menunggu di sana. Raut wajahnya terlihat khawatir, ada rasa bersalah yang terbesit dalam benak Ken saat mengingat betapa jahatnya ia tadi.

Alya menoleh, ia berjalan mendekat, "Ryan!" panggil Alya. Ken cukup sadar diri. Tidak mungkin Alya  mengkhawatirkannya, justru gadis itu pasti sudah sangat membencinya.

Ken mengayunkan kakinya meninggalkan tempat itu. Kali ini Alya tidak peduli, yang sekarang ia khawatirkan adalah Ryan. Karena membelanya, Ryan sampai terkena masalah.

"Maafin gue yan, pasti karena gue kan?"

Ryan tersenyum, "Enggak kok Al, kalo gitu gue mau nyelesaiin hukuman dulu ya." pamit Ryan, namun sebelum Alya menahan lengannya.

"Ikut gue, luka lo perlu di obatin." Alya menarik Ryan menuju uks. Mengobati luka lebam di wajah Ryan terlebih dahulu.

*****

Ryan dan Alya sudah tiba di uks, gadis itu membuka kotak P3K bersiap mengobati luka lebam Ryan.

Sesekali cowok itu meringis, saat Alya menyentuh lukanya. Dengan pelan dan telaten, Alya mengobati luka itu.

"Gue makin merasa bersalah sama lo," ujar Alya.

Ryan memperhatikan wajah Alya diam-diam. Jarak mereka yang dekat membuatnya lebih leluasa melihat wajah cantik milik Alya. Ia menahan tangan Alya, mengisyaratkan agar gadis itu menghentiksn aktivitasnya.

"Udah, Al. Gue gak papa kok."

"Tapi belum selesai."

"Udah ih, udah gak sakit beneran."

"Yaudah deh, btw yan, gue mau nanya. Bener kata Ken, kalo lo suka sama gue?"

Ryan terdiam, terbongkar sudah semua perasaannya terhadap Alya.

"Iya," jujur Ryan.

"Maaf yan tapi gue--"

"Gue udah tau jawab lo, Al. Lo belum bisa buka hati lo dari Ken kan? Gak papa kok, gue gak maksa lo buat negbalas perasaan gue. Lo tau perasaan gue aja udah cukup."

Alya tersenyum, Ryan adalah orang yang sangat perhatian. Ada rasa bersalah karena ia tidak menyadari perasaan Ryan, mengapa ia tidak bisa jatuh cinta pada Ryan yang jelas-jelas mencintainya? Mengapa harus Ken?

"Maaf, Yan. Gue cuma gak mau lo jadi pelampiasan gue. Tapi gue bakal coba buka hati buat lo, boleh Kan?"

Ryan teresenyum, ia mengusap pucuk rambut Alya, "Makasih, pelan-pelan aja Al. Gue siap nerima apapun keputusan lo nantinya."

*****

Ken sudah sampai di rumahnya, ia memarkirkan motornya di garasi. Sampai di dalam, ia bertemu Mamanya yang sedang duduk berpangku kaki di ruang tamu.

Kaki Ken terus menganyun, menghindari kontak mata dengan sang Mama.

"Ken!" panggil Mamanya, ini kali pertama ia menyebut nama Ken. Cowok itu berjalab mendekat, ia berdiri di depan sang mama.

Sinta berdiri, ia menatap Ken sinis dan ....

Plak!

Satu tamparan mendarat sempurna di pipi Ken. Cowok itu meringis, menahan perih. Pipinya yang sudah penuh lebam semakin terasa sakit saat terkena tamparan Sinta.

"Kenapa kamu tidak pernah nurut hah? Sudah saya bilang, bersikap baik dengan Ryan. Pak Ilham tadi menelpon saya, katanya kamu berantem sama Ryan!"

"Bagaimana kalo sampe Papa kamu tau? Bisa tidak sih? Kamu nurut aja, dia itu sudah bersikap baik sama kamu. Dia mau nerima kamu sebagai anaknya, tapi apa yang kamu berikan? Kamu malah menyakiti anaknya!"

Tangan Ken terkepal kuat, ia mengangkat wajahnya. Memabalas tatapan Sinta, wanita itu dapat melihat mata Ken yang berkaca-kaca.

"Kenapa mama pilih kasih? Mama pikir Ken tidak punya perasaan? Ken juga bisa sakit hati mah! Ken gak mempermasalahin keputusan mama pisah sama papah, tapi apa mama pernah ngertiin perasaan Ken? Enggak kan?! Ken juga cape mah! Hati Ken sakit, Ken juga anak mama tapi kenapa mama benci sama Ken?!" Ken menyeka air matanya yang sudah mengalir bebas dari pelupuk matanya.

"Ken juga mau mama sayang sama Ken, Ken juga mau mama peduli sama Ken seperti mama peduli sama Ryan. Ken selama ini gak pernah benci sama Ryan. Ken cuma iri, iri mah sama dia! Ken iri sama kehebatan yang dia punya, Ken iri sama kasih sayang yang Ryan dapatkan sementara Ken? Ken hanya bisa berharap mama juga bersikap seperti itu sama Ken!"
Ken memilih melenggang, tidak mau berada di sana terlalu lama. Hatinya sudah sangat sakit.

Sampai di pintu ia bertemu dengan Ryan, cowok itu menatapnya dengan mata yang berkaca-kaca. Sepertinya Ryan sudah mendengar semua ucapannya.

Ken pergi, entah kemana ia tidak punya tujuan. Mau curhat sama Alya rasanya tidak mungkin mengingat betapa jahatnya dia pada gadis itu. Mau curhat pada Nayla Ken belum siap, karena nayla tidak mengerti keaadaannya.

Motor Ken berhenti di sebuah taman, taman yang dulu pernah ia kunjungi bersama Alya. Ia duduk di bawah pohon, menatap ayunan itu dengan nanar. Jika saja ia tidak emosi tadi, pasti Alya tidak akan membencinya. Pasti Alya masih meu mendengar curhatannya. Pasti Alya sekarang ada di sini menemaninya.

"Gue butuh lo, Alya." gumam Ken.

"Gue di sini, Ken!"

[TBC]

Just Friend, not more [COMPLETE!✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang