Bismillah...
"Sebenarnya Mama sakit apa?"
Aksal bertanya dengan suara serak dan kepala menunduk. Kedua tangannya bergenggaman kuat, mencoba menahan tangis yang tadi sempat tumpah sebelum Angga dan Gina menemukannya di dalam ruang inap Mama.
Di sebelah kanannya Angga duduk dengan punggung menyandar ke sandaran kursi. Menghembuskan napas pelan. Sedangkan Gina tidak ikut duduk di luar karena menjaga Mama Aksal yang sudah terbangun dari tidurnya.
"Kanker kalenjer getah bening, stadium empat," jawab Angga akhirnya dengan suarapelan.
Aksal merapatkan bibir, seketika merasa kehilangan tenaga saat mendengar jawaban itu. Aksal merasa dadanya sesak sekali. Seperti langit runtuh menimpanya berkali-kali. Ia menoleh ke arah Angga dengan hati yang terasa sakit.
"Sejak kapan lo tau soal ini?" tanyanya lemah. Matanya terlihat berkaca-kaca saat menatap Angga.
Angga terdiam sejenak untuk membasahi bibirnya yang terasa kering. Ia menarik napas berat.
"Udah lama, jauh sebelum Kak Gina ketemu Mama," jawab Angga.
Mendengar jawaban itu seketika Aksal ingin marah, tangannya bahkan langsung mengepal hingga urat tangannya terlihat jelas. Ia merasa dicurangi oleh adiknya sendiri.
Tapi atas dasar apa Aksal bisa merasa marah? Bukankah selama ini Aksal mati-matian menolak saat Angga ingin membahas sang Mama? Bukankah selama ini Aksal terang-terangan mengatakan jika ia membenci mamanya karena kejadian itu?
Satu-satunya hal yang bisa Aksal lakukan saat ini hanyalah menyesal. Menyesal karena selama ini ia tak mau peduli dengan Mama. Menyesal karena selalu membenci Mama. Menyesal karena mungkin ia tak punya banyak waktu lagi untuk membahagiakan mamanya.
Dan menyesal kenapa ia berpura-pura tak merindukan mamanya padahal setiap hari Mama selalu ada di pikirannya.
Aksal membuang napas lalu mendongak. Mengatasi genangan di matanya yang siap menetes.
"Apa cuma gue yang gak tau soal ini?" tanyanya setelah hening yang cukup lama. Angga menggeleng.
"Enggak, Papa dan Faizan juga gak tau soal ini," ujarnya membuat Aksal menghela napas.
"Kenapa lo gak ngasih tau kami soal ini?"
Angga mengangkat bahu, "Mama yang minta. Mama gak mau ngerepotin semuanya setelah semua yang terjadi di keluarga kita," katanya.
Aksal menatap Angga sambil menarik napas berat, "Lalu laki-laki itu mana? Kenapa dia gak kelihatan dari tadi?" tanya Aksal.
Angga menggeleng lemah, "Dia udah pergi Sal, tepat setelah tau Mama sakit kanker dan Mama mulai gak cantik lagi, dia pergi sama perempuan lain," kata Angga.
Jika Aksal mendengar berita ini dulu, saat keluarganya berjuang bersama untuk membangun kembali usaha Papa yang sempat bangkrut, Aksal pasti akan tertawa mendengar berita ini. Tapi sekarang ia malah merasa kasihan pada mamanya, hanya karena mamanya tak sabaran, ia mendapat ganjaran panjang di kemudian hari.
Aksal menghela napas sekali lagi. Bagaimanapun rasa sesal yang Aksal rasakan tidak akan mengubah fakta yang terjadi saat ini. Dan semarah apapun Aksal pada sang Mama, tidak akan membuat masa lalu mereka berubah.
Aksal menoleh ke arah Angga, ia tersenyum sedikit, "Kalau Papa tau soal kondisi Mama, menurut lo ada kemungkinan gak kalau Papa sama Mama balik lagi?" tanya Aksal membuat Angga yang awalnya melamun jadi tertawa kecil.
"Entahlah, tapi bisa jadi iya, karena seumur hidup, laki-laki paling bucin yang gue kenal Papa kita," jawabnya santai.
Aksal lalu tertawa bersama Angga. Sangat berharap di waktu-waktu yang tersisa ia bisa berkumpul lagi bersama keluarganya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kisah Aksal si Casa(NO)va [SELESAI]
SpiritualSejak kecil Aksal tau wajahnya tampan. Karena itulah tak sulit bagi Aksal untuk bergonta ganti pasangan. Pemuda itu juga tidak takut dengan karma karena ia sudah lama tidak punya Mama dan tidak punya adik perempuan. Sehingga kalau ada yang mengata...