Bismillah...
Sudah seminggu terakhir Gina tinggal di rumah Aksal, selama itu pula terjadi banyak perubahan di sana.
Halaman yang awalnya kekeringan tak ada tumbuhan sekarang terlihat manis karena gadis itu menanaminya dengan berbagai macam tanaman. Dapur yang jarang tersentuh kecuali oleh sampah kulit telur atau bungkusan mie juga ikut berubah semenjak gadis itu datang.Perubahan itu turut dirasakan Adri, Papa Aksal, melihat menantunya itu sering terlihat sibuk mengatur rumah membuatnya jadi terharu sekaligus kasihan.
"Maaf ya Gina, kamu jadi repot gara-gara rumah Papa kering begini," lirih Adri yang hari itu menolong Gina menanami bunga di halaman depan rumahnya.
Gina terkekeh, "Gak apa-apa kok Pa, Gina juga gak ada kerjaan," jawab Gina.
Adri tersenyum tipis sambil berdiri dari duduknya, semua bunga yang hendak ditanam gadis itu sudah selesai ia tanam. Laki-laki paruh baya itu lalu duduk di teras sedangkan Gina masuk ke dalam untuk membuatkan minum. Tak lama kemudian Gina muncul dengan dua gelas teh hangat dan menaruhnya ke atas meja. Gadis itu juga membawa beberapa cemilan.
"Aduh, Gina lupa nanya, Papa lebih suka teh atau kopi?" tanya Gina panik sendiri. Baru sadar jika laki-laki kebanyakan suka kopi daripada teh.
"Gak apa-apa, bener kok ini, makasih ya Gina," kata Adri.
Gina menghela napas lega lalu duduk di sebelah mertuanya, sedangkan Adri duduk bersandar sambil menatap halamannya yang sudah berwarna warni. Seulas senyum kembali muncul di bibirnya.
"Udah lama Papa gak minum teh sambil lihat halaman kayak gini, Papa jadi teringat mamanya Aksal gara-gara kamu," ujar Adri santai. Kalimat itu membuat Gina yang sedang mencelupkan biskuit jadi mengerjap. Eh?
"Maaf Pa, Gina gak bermaksud..." lirih Gina. Gadis itu menelan ludah, mendadak merasa bersalah.
Gina tentu sudah tau cerita soal mamanya Aksal, hal itu sudah dibahas kedua keluarga sebelum mereka menikah. Karena itu Gina merasa bersalah sudah mengingatkan Papa Aksal tentang kenangan manis yang sekarang malah terasa pahit. Menyadari jika Gina merasa tak enak padanya, Adri tertawa kecil.
"Gak apa-apa, kamu gak perlu minta maaf, malah Papa senang sekarang bisa duduk santai kayak gini lagi," kata Adri kalem.
Gina menunduk dalam.
"Yah, Gina takut aja Papa belum move on trus jadi galau gara-gara Gina," kata Gina polos. Kalau tadi Adri hanya tertawa kecil sekarang laki-laki paruh baya itu tertawa lebar.
"Ya enggak dong, Papa mah udah move on," kata Adri bangga. Gina terkekeh pelan lalu menoleh sejenak ke arah mertuanya.
"Pa, kalau Gina boleh tau, kenapa Papa gak nikah lagi aja padahal udah move on?" tanya Gina hati-hati.
Adri mengusap dagu sambil bergumam. Berfikir cukup lama.
"Gak tau sih, mungkin karena Papa terlalu mencintai mamanya Aksal, jadi gak kepikiran buat nikah lagi," katanya sambil mengedikkan bahu. Gina mengerutkan kening.
"Lah, katanya Papa udah move on."
Adri mengangguk sedikit.
"Move on untuk melanjutkan masa depan sendiri iya, tapi move on ke lain hati belum," jawab Adri lalu nyengir.
"Yah sama aja Pa," kata Gina.
Adri lalu menyesap teh hangatnya sedangkan Gina kembali mencelupkan biskuit ke dalam teh dan memakannya perlahan. Kedua alis Adri terangkat saat merasakan rasa teh buatan Gina.
"Gina," panggil Adri kemudian.
"Ya Pa?" sahut Gina, kembali menoleh ke mertuanya. Adri berdehem sambil memutar gelas tehnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kisah Aksal si Casa(NO)va [SELESAI]
SpiritualSejak kecil Aksal tau wajahnya tampan. Karena itulah tak sulit bagi Aksal untuk bergonta ganti pasangan. Pemuda itu juga tidak takut dengan karma karena ia sudah lama tidak punya Mama dan tidak punya adik perempuan. Sehingga kalau ada yang mengata...