Bismillah...
Aksal baru saja hendak pergi saat melihat Gina tiba-tiba lewat di depan mobilnya dibonceng oleh seseorang. Mata pemuda itu menyipit, merasa heran saat melihat orang yang membawa Gina ternyata adalah orang yang sangat dikenalnya.
"Bukannya Gina bilang dia pergi sama teman cowok, sejak kapan Angga jadi temannya?" lirihnya bingung lalu segera menginjak gas untuk membuntuti keduanya.
Setelah lima beleas menit perjalanan, Angga pun sampai di tempat tujuan. Alis Aksal bertaut saat melihat Angga membelokkan motor ke arah rumah sakit dan memarkirkan motornya di sana.
Ngapain mereka di rumah sakit? batin Aksal heran.
Pemuda itu segera merunduk untuk menyembunyikan diri saat melihat Angga dan Gina sudah turun dari motor, keduanya terlihat akrab berbicara tentang sesuatu dan terlihat jelas Gina sesekali tertawa menanggapi kalimat Angga.
Aksal mendesah pelan melihat itu semua dari kejauhan, "Apa jangan-jangan selingkuhan Gina itu Angga?" lirihnya. Namun pemuda itu langsung menggeleng yakin.
"Gak, gak mungkin, dari segi manapun gantengan gue dari Angga," katanya percaya diri.
Aksal lalu turun dari mobil. Mengendap-ngendap mengikuti keduanya. Dengan gerakan cepat Aksal berbalik dan bersembunyi di balik tembok penyangga jika Gina atau Angga tiba-tiba menoleh ke arahnya.
Aksal menghela napas lega saat keduanya sudah masuk ke dalam sebuah ruang inap seorang pasien, ia menyandar ke tembok sambil menunggu Angga dan Gina keluar dari sana.
Aksal berfikir lama, masih sangat yakin jika bukan Angga yang menjadi selingkuhan Gina, namun bisa jadi pasien yang sedang mereka besuk saat ini.
Tapi kalau emang begitu ceritanya, kenapa Angga mau nolongin Gina buat selingkuh? pikir Aksal sambil mengusap dagu.
Saat sedang asyik berfikir tiba-tiba kamar pasien itu kembali terbuka, membuat Aksal agak tersentak dan langsung merapatkan tubuhnya ke tembok agar keberadaannya tak disadari oleh keduanya.
Angga terlihat kusut saat keluar dari sana. Matanya terlihat merah menahan tangis dengan tangan yang terkepal di samping tubuh. Tak jauh berbeda dengan kondisi Gina yang sekarang sudah menangis pelan.
Aksal menggigit bagian bawah bibir, merasa ikut sedih saat melihat Angga dan Gina, meski pemuda itu tidak tau penyebab keduanya menangis.
Setelah memastikan keduanya pergi, Aksal segera berjalan pelan, berdiri di depan ruang inap itu. Tangannya terangkat ragu untuk membuka kamar itu.
"Semoga bukan, semoga bukan," rapalnya sambil memejamkan mata sebelum masuk ke kamar.
Aksal membuka mata perlahan, lalu mengedarkan pandangan ke seisi kamar. Seperti rumah sakit umumnya, kamar ini didominasi warna putih dan baunya benar-benar khas rumah sakit. Aksal membasahi bibir, memperhatikan tirai yang terletak di tengah-tengah ruangan, berfikir mungkin pasien yang dikunjungi oleh Gina dan Angga tadi mungkin sedang tidur karena tidak ada suara apapun dari balik sana.
Pemuda itu menghembuskan napas lega, karena kalau pasien itu bangun, Aksal tentu saja langsung keluar. Bisa-bisa ia dilaporkan sebagai stranger aneh yang masuk sembarangan ke kamar orang.
Aksal berjalan mendekat, lalu menggeser tirai itu dengan gerakan pelan, takut jika gerakannya terlalu cepat pasien itu langsung terbangun dan terpekik saat melihatnya.
Namun seketika mata Aksal membulat saat melihat siapa yang ada di balik sana. Jantung pemuda itu terasa mencelos dan hampir saja ia terduduk jika ia tak cepat-cepat mencengkram tepi ranjang rumah sakit.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kisah Aksal si Casa(NO)va [SELESAI]
SpiritualSejak kecil Aksal tau wajahnya tampan. Karena itulah tak sulit bagi Aksal untuk bergonta ganti pasangan. Pemuda itu juga tidak takut dengan karma karena ia sudah lama tidak punya Mama dan tidak punya adik perempuan. Sehingga kalau ada yang mengata...