Bismillah...
Aksal membasahi bibir lalu menutup pintu kamar Diah dengan gerakan pelan. Sebenarnya Aksal merasa agak kurang nyaman masuk ke kamar Diah, soalnya ia tidak pernah masuk ke kamar perempuan selain kamar Gina, tapi karena situasi mendesak mau tak mau Aksal harus masuk.
Pemuda itu lalu memfokuskan pandangannya pada Gina yang sedang terbaring dengan mata terpejam di atas kasur. Tangannya terlipat di atas perut seolah gadis itu sudah tidak bernyawa lagi membuat dada Aksal terasa sesak.
Aksal menghembuskan napas lalu berjalan ke arah Gina. Duduk di tepi kasur dengan ekspresi kesakitan. Matanya sudah memerah karena sejak tadi mencoba menahan tangis, dan saat melihat wajah Gina dari dekat air mata itu akhirnya jatuh juga.
Aksal tidak mengerti kenapa ia bisa menjadi seemosional ini jika dihadapkan dengan Gina. Padahal saat Papa dan mamanya cerai, Aksal masih bisa berusaha terlihat kuat dengan selalu tertawa dan melemparkan lelucon di depan keluarganya.
Mungkin benar kata orang bijak, cinta itu hebat. Bisa membuat orang lemah menjadi kuat dan bisa membuat orang kuat menjadi lemah.
Aksal menopang dagu, memperhatikan Gina yang terlelap tepat di depannya. Senyumnya terbit begitu saja saat menyadari hal-hal yang selama ini luput dari perhatiannya. Bulu mata Gina ternyata cukup lentik, hidungnya mungil dan bibirnya terlihat penuh.
"Mas baru sadar kamu secantik ini," kata Aksal lalu terkekeh kecil, reflek mengangkat tangan untuk mengelus pipi Gina. Namun perlahan senyumnya memudar.
"Cepat bangun ya, jangan lama-lama pingsannya," lirih Aksal sedih lalu menarik tangannya, menaruhnya di atas punggung tangan Gina dan menggenggamnya erat.
Seolah tau jika yang menggenggam tangannya adalah Aksal, perlahan kelopak mata Gina bergerak membuat Aksal yang masih memperhatikannya jadi membulatkan mata.
"Mas?" lirih Gina dengan dahi berkerut, menatap wajah Aksal yang tengah menatapnya dengan senyum merekah.
"Kok bisa disini?" tanyanya lalu mengedarkan pandangan. "Aku mimpi ya?" sambung Gina.
Aksal tertawa lalu menggeleng kuat.
"Enggak, kamu gak mimpi, ini beneran Mas," kata Aksal.Gina kembali mengerutkan kening. "Tapi tadi aku sama Diah Mas, Diah mana?" tanya Gina.
Aksal mengerjap dua kali. Baru sadar jika ia belum menanyakan hal itu pada Faizan dan Laura.
"Mungkin dia udah ditaruh dikamar lain," jawab Aksal tidak terlalu peduli. Mendadak ekspresinya berubah kesal.
"Lagian kamu baru bangun, bukannya senang Mas di sini kok malah nyariin dia? Kamu gak takut?" tanya Aksal heran. Gina mengulum senyum lalu mengelus pipi kiri Aksal.
"Karena Gina takut makanya Gina tanyain dia sekarang dimana, kalau dia tiba-tiba muncul dari dalam lemari kan ngagetin Mas," kata gadis itu lalu tersenyum manis.Dahi Gina berkerut lagi saat baru sadar jika pipi Aksal terlihat ungu dan tepi bibirnya berdarah. "Lho? Wajah Mas kenapa? Berantem sama siapa?" tanya Gina cemas. Aksal meringis pelan saat Gina menyentuh lebam di wajahnya.
"Tadi Mas berantem dikit di bawah sama anak buahnya Diah, tapi gak apa-apa, Mas tadi dibantuin sama Radi, Sagara kok," kata Aksal lalu nyengir. Karena pertanyaan Gina itu, Aksal jadi memperhatikan Gina lebih detail.
"Tapi kalau kamu gak kenapa-kenapa kan? Gak lecet kan?" tanya Aksal khawatir. Gina menggeleng.
"Gak apa-apa, Gina gak diapa-apain kok sama Diah," jawab Gina.
"Mungkin cuma ini lecetnya, soalnya tadi Gina diikat," kata Gina sambil menunjukkan pergelangan tangannya yang memerah. Melihat itu Aksal langsung menggeram, tangannya terkepal kuat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kisah Aksal si Casa(NO)va [SELESAI]
EspiritualSejak kecil Aksal tau wajahnya tampan. Karena itulah tak sulit bagi Aksal untuk bergonta ganti pasangan. Pemuda itu juga tidak takut dengan karma karena ia sudah lama tidak punya Mama dan tidak punya adik perempuan. Sehingga kalau ada yang mengata...