Chapter Thirty Two

153 41 4
                                    

Happy Friday! Tetap semangat hari ini, jangan lupa senyum dan sarapan! Have a nice day!


Midorya POV

Aku terbangun, mendapati pemandangan putih yang familiar. Sepertinya berkunjung ke rumah sakit sudah seperti pergi ke taman hiburan untukku. Perasaan lega karena berhasil selamat memenuhi paru-paruku, tapi segera tersumbat oleh penyesalan tak berujung ketika ingatan buruk menghantamku.

Aku memandangi tanganku yang di bebat perban dan tergantung lemah di samping tubuhku. Karena luka ini, karena tubuhku yang lemah, aku tidak bisa menyelamatkan Kacchan. Bayangan ketika tubuhnya di tarik ke dalam portal hitam itu terasa sangat jelas. Aku yang hanya bisa berlari tanpa bisa menggunakan kedua tanganku untuk menggapainya, seperti orang lemah yang putus asa akan kegagalannya.

Inikah yang dimaksud Aizawa-Sensei? Ketika aku hanya bisa jadi penghalang akibat efek samping dari One for All. Aku tidak menyangka, akan mendapatkan pelajaran seperti ini dalam waktu dekat.

"Aku, harus menyelamatkan Kacchan."

Suara lemahku menggema di ruang kosong itu.

Siang hari itu, teman-temanku datang untuk menjenguk. Seluruh kelas datang, kecuali beberapa orang yang juga terluka dan di rawat di rumah sakit yang sama. Aku menyambut mereka dengan ramah, menekan sedalam mungkin perasaan frustasi yang masih tersisa di dalam diriku. Anehnya, mereka hanya berbincang kecil denganku. Tidak ada satu pun dari mereka yang berani mengatakan apa pun mengenai kejadian di kamp, atau mengabari bahwa Kacchan belum di temukan.

Tiba-tiba pintu kamarku di buka dengan kasar, seorang dengan pakaian pasien meringsek masuk dengan tertatih-tatih. Rambut merah yang biasanya berdiri tegak, sekarang jatuh lunglai menutupi wajahnya yang di penuhi peluh.

"Kirishima-San," sapaku di tengah kesunyian akibat kejadian itu. Kirishima berjalan cepat ke arahku dengan wajah kesal. Tidak ada yang bisa bereaksi, sampai Kirishima menarik kerah bajuku dan mengangkatku mendekat ke wajahnya.

Aku bisa merasakan nafasnya yang panas dan terengah-engah. Saat itu aku berpikir akan menerima pukulan, meski Iida dan Todoroki menahan tubuh Kirishima dan beberapa perempuan berusaha membujuknya untuk tenang.

Aku menggigit bibirku, menahan diriku untuk tidak mengeluarkan air mata lagi. "Pukul saja. Aku pantas mendapatkannya." Kataku lemah, air mata sudah membasahi kedua pipiku.

"Aku tidak akan melakukan hal pengecut seperti menyalahkan diriku, Midorya-Kun." Kata-kata tegas Kirishima mengurangi ketegangan di ruangan itu. Perlahan ia melepaskanku dan membiarkanku jatuh di atas tempat tidur, menyebabkan lenguhan kesakitan lolos dari mulutku.

Matanya memandangi seluruh kelas, sorotan penuh percaya diri itu kembali mengguncang kami semua. "Ayo, kita selamatkan Bakugou."

Selama lebih dari 5 menit, tidak ada yang berani menyetujui atau pun menolak ajakan itu. Mereka dalam keadaan terguncang akibat serangan villain dan kehilangan satu teman mereka. Tetapi bertindak gegabah juga bukan pilihan yang tepat, meski saat itu keinginan kuat mereka untuk menyelamatkan Bakugou sudah memenuhi ruangan itu.

"Ini adalah masalah yang harus kita serahkan pada pahlawan pro. Jangan bertindak gegabah." Iida membuka suara untuk pertama kalinya. Sebagai ketua kelas, mungkin dia yang paling merasa jatuh akibat tidak bisa melindungi semua anggota kelasnya. Tapi, mengingat kejadian di Hosu akibat tindakan gegabahnya, ia yang berpengalaman dan sudah belajar dari kesalahan lebih memilih berpikir rasional.

Blue Rose [ON HOLD]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang