Chapter Fourteen

403 63 0
                                    

Midorya POV

Suara teriakkan memilukan menggema di plaza. Aku memandang penuh kengeriaan pada tubuh yang tergeletak di bawah sosok raksasa dengan paruh burung dan otak yang transparan di kepalanya. Badan kekar hitamnya menginjak tangan pria berambut hitam, salah satu tangannya sudah hancur, genangan darah mulai terbentuk. Aku memandangi Tsuyu dan Mineta yang menenggelamkan wajah mereka ke dalam air, berusaha bersembunyi dari sosok menyeramkan tersebut. Mata mereka menatap nanar pada sosok guru kami.

Hasrat ingin menyelamatkan Aizawa-Sensei memenuhi dadaku. Tapi berhasil di hentikan oleh logika akan perbedaan kekuatan yang sangat besar di antara kami. Luka di kedua jariku saat berusaha kabur dari para penjahat tadi juga masih tersisa, bagaimana pun rencana yang berputar di kepalaku tetap tidak menghasilkan kemungkinan 1% pun kemenangan bagi kami.

"Bagaiamana pun hebatnya kau menghapus quirk, kau tetap tidak akan berdaya di hadapan nomu yang memiliki kekuatan fisik setara dengan All Might dalam kondisi 100% nya." Pria dengan topeng tangan dan sekumpulan tangan-tangan lain yang memenuhi badannya mendekat ke arah Aizawa-Sensei yang tergeletak tidak berdaya di bawah makhluk bernama nomu itu.

Aizawa-Sensei mengangkat kepalanya, mengaktifkan quirknya pada pria itu. Aku sudah melihatnya, quirk pria itu dapat menghancurkan apa pun yang disentuhnya.

"Aku tidak berniat menghancurkanmu," pria itu berkata pelan sambil menundukkan tubuhnya di hadapan Aizawa-Sensei. "Kebetulan sekali, aku membutuhkan kelinci percobaan untuk prototype racun dari dokter itu." Perlahan, sambil menjaga kelingkingnya tidak menyentuh sebuah botol biru, ia melepaskan tutub botol tersebut dan menancapkan jarum di ujung botol itu ke tangan Aizawa-Sensei.

Teriakan Aizawa-Sensei kembali menggema, aku bisa merasakannya. Tubuhku bergetar, terlebih ketika melihat pria tersebut tertawa senang melihat hasil dari percobaannya.

"Bagus, bagus sekali bukan. Bagaimana rasanya? Jelaskan padaku, biar aku tidak perlu membuang waktu untuk mengingat segala siksaan yang terjadi padamu ini." Ia menjatuhkan botol racun tersebut yang bergulang ke arah kami. Pikiranku memerintahkan untuk bergerak cepat mengambil botol tersebut. Tapi badanku tetap terpaku ketakutan pada reaksi yang diberikan racun tersebut pada Aizawa-Sensei.

"Midorya-Chan, aku tidak tahan lagi." Tsuyu berbisik dengan nada yang bergetar. Aku tahu itu, tapi tidak ada yang bisa aku lakukan sekarang. Ditengah teriakan nyalang dan tawa penuh kemenangan dari pria itu, sosok hitam berkabut kembali muncul.

"Salah satu murid berhasil kabur. Tidak lama lagi para guru akan datang ke sini," ucapan-nya berhasil membuat pria itu berhenti tertawa. Perubahan sikapnya yang drastis itu justru semakin membuatku ketakutan. "Game over." Lanjut kabut itu.

Pria tersebut mulai gelisah, meracau mengenai bagaimana rencana sempurna miliknya dengan mudah kacau oleh segerombolan murid baru. Tangannya bergerak menggaruk lehernya dengan kasar. Aku berpikir, mungkin inilah saatnya kami menolong Aizawa-Sensei. Disaat pikiranku teralihkan, aku menyadari pria tersebut mulai melirik kami.

"Setidaknya, aku ingin meninggalkan bekas. Sedikit saja." Ujarnya. Ia pun menerjang dengan kecepatan penuh ke arah Tsuyu. Di tengah gerakan lambat itu, aku hanya bisa menghadapi bayangan akan tubuh Tsuyu yang berubah menjadi debu. Tapi meski seluruh jari pria itu sudah menyentuh wajah Tsuyu, kekuatannya tidak bekerja.

"Kau masih menyebalkan. Seharusnya racun itu sudah menghancurkan organ dalammu. Ternyata masih kurang sempurna." Racaunya. Di saat seperti itu aku melupakan semua rencana dan rasa sakit yang akan kurasakan nanti. Sekuat tenaga aku mengayunkan tanganku dan menyerang pria tersebut. Tapi tanganku dihalangi oleh sesosok tubuh hitam besar, kekuatan One for All ku seolah tidak berpengaruh.

"Menyebalkan sekali." Dia terus mengeluh. Saat itu Nomu yang menghalangiku mengangkat tangannya bersiap menyerang. Tsuyu bergerak cepat menarik tubuhku. Di saat seperti itu, pintu di depan gedung dihancurkan oleh seseorang.

"Jangan khawatir," seumur hidupku, aku mengenal suara khas ini. "Aku sudah ada di sini."

Pertama kalinya aku melihat All Might tidak tersenyum.

Blue Rose [ON HOLD]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang