Chapter Nineteen

343 65 2
                                    

Kirishima POV

Aku mendapati diriku gelisah selama beberapa hari terakhir. Sejujurnya semua orang gelisah, terlebih setelah kejadian penyerangan di USJ 4 hari yang lalu. Tidak ada yang berani mengungkit peristiwa mengerikan itu lagi. Tapi sehari setelahnya, kami yang melaksanakan kegiatan sekolah seperti biasanya justru kehilangan satu murid di kelas.

Yuriko tidak menunjukkan batang hidungnya seharian itu, bahkan hingga 2 hari setelahnya. Aku semakin gelisah setiap Aizawa-sensei menyebutkan namanya setiap absen, karena kami hanya bisa saling menatap dengan pandangan bertanya. Kemudian Aizawa-Sensei akan membahas mengenai surat pengeluaran secara tidak terhormat dari sekolah dengan seriusnya. Bahkan pada hari ke 3 dia sudah bersiap membawa surat legendaris tersebut.

Saat hari kelima, kami terkejut bukan main ketika Yuriko berjalan bersama Yaorozu dan Jirou ke dalam kelas. Mereka terlihat mengobrol dengan serunya seolah selama empat hari kemarin Yuriko tidak menghilang tanpa kabar. Aku merasa lega melihatnya memasuki kelas dengan santai, tetapi kembali merasa khawatir ketika melihat lebam di pipinya dan perban yang ada dikeningnya. Dia juga memakai stoking panjang menggantikan kaus kaki sebetis yang biasa ia gunakan.

Aku baru akan menghampiri dan menyanyai penyebab lebam itu, tapi kemudian Aizawa-Sensei menyerbu masuk sambil menenteng kertas legendaris yang kemarin ia pajang di papan tulis. Sebenernya dia memegangnya diantara jari-jari yang di bebat perban, wajahnya yang penuh perban itu belum berubah sejak hari pertama dia muncul, hanya saja kali ini dia sudah leluasa bergerak kesana-kemari dengan riangnya.

Tunggu, tidak ada kata riang di kamus Aizawa-Sensei. Tapi intinya dia nyengir lebar di balik perbannya, meski tertutup aku mengetahuinya dari kerutan yang disebabkan oleh perban itu.

"Sudah berniat menunjukkan diri Yuriko? Aku sudah menuliskan namamu di surat ini, tinggal membubuhkan tanda tanganku saja." Ancamannya berhasil membuat kami merinding setengah mati.

Yuriko hanya tersenyum polos seolah tidak melakukan kesalahan apa pun. "Jam berapa aku harus ke kantormu sensei?"

Ia menantang?

"Istirahat siang ini."

Kami bersiap mengeluarkan buku pelajaran, tetapi kemudian Aizawa-Sensei malah berjalan mengelilingi mejanya dan berdiri di tengah kelas. Dia memandang kami yang penasaran dan mengatakan kata-kata pembuka yang membosankan sebelum akhirnya masuk ke inti pembicaraan.

"Fesitval olahraga UA akan tetap di laksanakan sesuai jadwal. Persiapkan diri kalian dalam satu minggu ini." Kami bersorak dengan senang ketika mendengar kabar itu.

Festival paling besar se-Jepang ini menjadi tempat kami unjuk diri agar diterima untuk progam magang nanti. Aku sangat menantikan Festival ini, sampai-sampai aku sering melakukan latihan diluar jam pelajaran. Aizawa-Sensei mengizinkan kami untuk memakai gedung olahraga atau lapangan untuk melatih quirk kami.

Sore itu, tepatnya sehari sebelum festival, aku meminta beberapa teman kelasku untuk membantuku latihan. Karena quirku yang membutuhkan seseorang untuk membantuku berlatih, tetapi mereka memutuskan untuk beristirahat seharian ini dan menyimpan energi untuk hari esok.

Aku mengeluh keras-keras di lorong sekolah menuju lapangan besar di bagian belakang sekolah. Tapi kemudian aku mendapati pemandangan perempuan berambut biru panjang sedang memandangi langit sore di tengah-tengah lapangan. Seketika moodku kembali, aku segera membuka jendela di lorong dan melompat dari sana, memotong jalan menuju lapangan.

"Yuriko!" Aku berseru sambil berlari. Dia sedikit terkejut dengan kehadiranku, terlebih kami sama-sama sudah mengenakan seragam olahraga. Aku tersenyum lebar dengan kebetulan ini.

"Aku beruntung sekali, ayo berlatih bersamaku hari ini." Bujukku sambil mengadu tinju kedua kepalan tanganku setelah mengaktifkan quirk pada tanganku.

Dia tersenyum kecil, senyuman yang kusadari sangat tidak kusukai. Ada sesuatu di balik senyum itu, tetapi ini bukan saatnya untuk menyuruhnya memuntahkan ceritanya. Biasanya dengan beradu tinju, akan cukup untuk melepaskan emosi negatif.

"Boleh saja, tapi aku tidak akan menahan diri loh." Katanya sambil tertawa. Kemudian dia mulai menyebarkan debu kristalnya di sekitar kami.

Tanpa aba-aba aku menerjang ke arahnya yang sudah memasang kuda-kuda, siap menerima seranganku. Aku sedikit mengurangi kekerasan dari quirku, bagaimana pun dia seorang wanita, dan akan sangat tidak keren untuk meninju wanita. Aku menyerang dari depan tetapi Yuriko menghindar dengan menggeser tubuhnya. Kedua tanganya bersiaga di depan wajahnya, matanya dengan jeli memperhatikan setiap gerakanku.

Aku melompat ke samping kemudian menendang wajahnya, tentu saja aku mengurangi kekerasan quirku. Tetapi kemudian aku merasakan nyeri di betisku dan mendapati dia melindungi tangannya dengan kristal. Karena kaget dengan kemampuannya, Yuriko berhasil mendaratkan pukulan di perutku dan memaksaku untuk mundur.

"Kirishima-kun, kau menahan diri. Sudah ku bilang, kristalku bisa lebih kuat dari pertahananmu." Komentarnya. Aku hanya tersenyum senang, menunjukkan seluruh gigi taringku. Semangatku naik akibat respon tidak terduga tadi. Aku mengeraskan tubuhku sampai batas maksimal yang bisa ku lakukan.

"Aku belum selesai!" Aku kembali menerjang dan mengarahkan berbagai pukulan dan tendangan yang terus ditangkis dan dibalas oleh Yuriko. Setelah mendapat serangan di dagu, aku terkapar kelelahan di tengah-tengah lapangan.

"Sudah selesai?" Yuriko yang masih berdiri tegak tanpa luka sedikit pun di tubuhnya menunduk menatapku. Langit sudah berwarna merah dan matahari mulai merosot turun. Aku merasakan nyeri di beberapa bagian tubuhku. Seharusnya aku mengikuti saran teman-temanku untuk beristirahat saja hari ini.

"Kau benar-benar tidak menahan diri ya? Ternyata aku salah sudah meremehkanmu." Ujarku menyesal. Dia membaca setiap gerakanku dan berhasil menghindari setiap serangan dadakan yang aku berikan. Aku semakin kagum dengan kemampuannya.

"Bukankah sudah kuperingatkan?" Dia mendudukkan dirinya di sebelahku. Kemudian aku merasakan sesuatu dijatuhkan keperutku. Rasanya dingin dan menyegarkan. Sebotol kaleng minuman dingin sudah dalam genggamanku.

Angin sore berhembus kencang, membuat suara ribut akibat dahan pepohonan serta daun yang bergesekkan, ditengah sunyinya sekolah. Yuriko kembali memandangi langit, membuatku penasaran dengan apa yang ia cari di antara tumpukan awan dan lautan merah tidak berujung itu.

"Sebaiknya kita segera kembali." Saranku setelah menghabiskan kaleng minumanku dan bersiap untuk berdiri.

"Kirishima-Kun," panggilan itu membuatku berhenti sejenak dan mendapati Yuriko memejamkan matanya dengan tenang. Segaris tipis senyuman mengembang di wajahnya, tidak selebar biasanya, tetapi berhasil membuatku terpana. Wajahnya yang damai disoroti oleh cahaya jingga dari matahari sore terpatri di otakku.

"Terimakasih untuk hari ini."

Pertama kalinya aku melihat senyuman setulus itu dari Yuriko. Membuatku semakin ingin melihatnya lagi.

Blue Rose [ON HOLD]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang