Chapter Twenty One

298 56 0
                                    

Hawks POV

Aku benci berbohog.

Meski sebenci apa pun aku pada perbuatan tidak beradab itu, aku masih terus melakukannya. Aku akan memakai alasan yang cukup klasik, tuntutan pekerjaan.

"Kau tahu, aku lebih membenci pembohong."

Aku duduk di atas atap sebuah pabrik terbengkalai di pinggir kota. Sayap yang sangat aku banggakan ini, mengepak tidak senang ketika mendengar bunyi ketukan sepatu heels di gang sempit di bawahku.

"Lihatlah siapa yang berbicara?" Suara yang teredam di balik topeng rubah berhasil membuatku memicingkan mata dengan sinis.

Aku menunjukkan senyum paling sinis yang bisa kulakukan. "Lihat siapa yang datang."

Tanpa suara, gadis itu sudah berdiri dengan tenang di sebelahku. "Bukankah tidak menyenangkan bekerja di dua kubu, Hawks-San?"

Aku tertawa mendengar sindirannya itu. "Kenapa kau perlu pendapatku? Apa kau ingin mencobanya juga, Tuan Putri?"

Aku tidak mendengar jawaban, atau pun keinginan untuk menjawab perkataanku. Aku menghela nafas lelah, mengingat aku masih harus mempersiapkan surat untuk program magang Yuriko. Gadis kecil itu cukup terkejut dengan ajakan membandelku itu. Termasuk kriminal karena aku menyuruhnya mencuri, tapi setidaknya underground hero memiliki pekerjaan yang jauh lebih kotor dari pada itu. Lagi pula, aku cukup senang menjadi teman membandelnya.

"Aku tidak berbohong." Akhirnya Tuan Putri yang selalu percaya diri ini berbicara. Aku mengangkat alisku dan menunjukkan sesuatu dari balik kepalan tanganku, mengayunkannya perlahan untuk mengejeknya.

Aku pun bersiul panjang, karena dengan topeng kayu yang menutupi seluruh wajahnya itu, aku sama sekali tidak bisa membaca raut wajahnya. "Bisa menjelaskan, tuan putri"

Sekali lagi, tuan putri tidak bergeming. Masih berdiri dengan anggun di atas atap, bahkan ketika angin menerbangkan rambut hitam lurus yang ia biarkan tergerai. "Aku tidak tahu."

Aku menghela nafas menyerah, mengintrogasi tuan putri hanya akan membuat para kesatrianya mengamuk. Sebaiknya bermain aman dengan mengumpulkan informasi perlahan-lahan. "Hei, bisa kau suruh kesatriamu berhenti menyorotiku dengan laser merah? Ini menganggu pemandanganku."

Tangan sang tuan putri yang mengenakan kimono hitam pedek dengan lengan panjang yang menjuntai, terangkat. Membuat laser merah menyebalkan itu menghilang. Aku pun berdiri dan mengembangkan sayap-sayapku. Meregangkannya sebelum mengepakkannya kuat-kuat.

"Sayonara, Hime-Sama." Aku terbang menjauh dari tempat itu.

Setelah pertemuan dengan tuan putri itu, aku sedikit kesulitan mengatur waktu, akibat berbagai penyelidikan yang harus aku tangani, hasil jawaban tidak meyakinkan dari tuan putri itu. Beberapa malam aku lewati tanpa sempat kembali ke apartemen dan berguling nyaman di atas kasur. Setiap matahari menyingsing, aku hanya bisa terbang dengan segelas kopi dan kantung mata besar untuk berpatroli di distrik tanggung jawabku.

Pagi ini, aku menyempatkan diri pulang untuk membersihkan diri, kemudian terbang terburu-buru ke agensiku. Aku sempat berhenti untuk membeli kopi instan, meminumnya sambil berjalan terburu-buru di lobi gedung agensiku. Hari ini, Yuriko akan datang sebagai murid magang, sehingga setidaknya aku harus menyambutnya. Kesepakatannya, kami akan membatasi diri untuk tidak terlihat saling mengenal.

"Hawks-San," salah seorang sidekick ku memanggil, dia memberikan data seorang murid yang aku terima untuk program magang. Aku memperhatikan data itu dengan wajah serius. "Anda tidak pernah tertarik untuk mengirimkan surat magang pada murid UA."

Blue Rose [ON HOLD]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang