Chapter Twenty Eight

183 43 0
                                    

Happy Friday, hope you have a good day. Please enjoy this chapter!!

Jangan lupa jaga kesehatan, dimanapun kalian berada. Selamat beraktivitas!


Yuriko POV


Aku memang harusnya menolak tawaran itu. Bukan hanya tawaran makan malam bersama Toshi-San dan perusuh seperti Hawks. Tapi juga tawaran untuk pergi bersama membeli peralatan Kamp pelatihan kami.

Pada akhirnya, aku berjalan bersama di sebuah mall besar sambil memikirkan alasan untuk kabur. Aku sudah memberikan penolakan sehalus mungkin, tapi Kirishima yang sepertinya tidak menyerah dan justru merasa aku memberikan lampu hijau, memprovokasi kelas untuk mengajakku. Dia memanfaatkan topeng yang harus aku pakai, memainkan setiap kata dengan baik, hampir membuatku terkesan. Membuat Yaoyorozu dan Jirou menjemputku paksa pagi hari tadi.

Aku membiarkan diriku di seret ke berbagai tempat oleh Yaoyorozu dan Jirou, sedangkan Kirishima memberikan sinyal jempol besarnya padaku. Aku membalasnya dengan tatapan membunuh, membuatnya melipir menjauh bersama Kaminari.

"Yuriko-Chan, menurutmu aku harus beli tas sebesar apa?" Yaoyorozu memperhatikan deretan koper raksasa yang di pajang dengan berbagai warna cantik.

"Yaoyorozu, kita hanya kamping beberapa hari di Jepang. Bukan berlibur keliling Eropa." Jirou menjawab dengan wajah pasrah.

Aku tertawa dan menyeret Yaoyorozu ke tempat tas yang lebih kecil. "Aku rasa kau harus belajar memilih barang yang penting dan tidak penting. Jangan membawa lilin mandi atau sikat punggung Yaoyorozu-San."

Yaoyorozu tertegun dan melirik malu ke arah Jirou yang tertawa geli. "Kau memperhatikan daftar barang bawaannya ya, Yuri-Chan?"

"Pilih satu tas berukuran sedang, setelah ini aku akan menyortir barang bawaanmu agar muat di dalamnya." Kataku sambil menghela nafas lelah. Sakit di paru-paruku sudah berkurang, tetapi rasanya aku masih butuh istirahat sebelum kamping nanti. Sebaiknya mengoper beberapa misi yang tidak berhubungan dengan jalur perdagangan virus itu ke Hawks.

Tiba-tiba saja, ponsel kami bergetar bersamaan. Aku melihat grup chat kelas dan mendapati Uraraka menuliskan sesuatu.

"Deku dalam bahaya." Jirou mendiktekan isi pesan itu dengan tangan gemetar.

"Plaza Barat, tempat berkumpul." Yaoyorou menambahkan.

Kami berpandangan sebelum berlari panik keluar dari toko. Di salah satu sudut, dari balkon lantai dua mall aku bisa melihat seseorang dengan hodie hitam berjalan di kerumunan sambil menyembunyikan kedua tangannya di dalam saku. Aku melambatkan langkahku dan berbalik arah, memastikan dugaanku. Hanya rambut biru pucat yang menyembul dari tudung hodie yang menutupi sebagian wajahnya. Aku hanya bisa melihat bibir kering yang sama pucatnya dengan rambut lelaki itu.

"Yuri-Chan!" Jirou berteriak memanggilku yang mulai menjauh dari mereka. Membuat laki-laki berhodie itu ikut melirik ke atas. Mata merahnya yang tajam membuatku yakin, dialah pemimpin yang hobi mengoleksi tangan itu. Gawatnya, dia menyeringai meremehkanku.

"Kalian pergi dulu, aku akan menyusul."

Setelah mengatakan itu, aku meloncat ke tengah-tengah kerumunan, mengejar laki-laki yang kabur setelah mengagumi keberanian tindakanku. Yaoyorozu kembali meneriakkan namaku, tapi aku sudah melesat menerobos kerumunan. Aku menyebarkan sedikit debu kristal untuk membantuku mengikuti gerakan laki-laki itu. Tetapi tepat setelahnya, dadaku kembali sesak, menyebabkan debu itu menghilang dan aku harus menggunakan cara kuno dalam pengejaran ini.

Sial bagiku, setelah berbelok di salah satu sudut, laki-laki itu menghilang. Aku masih melihat jejak kabut ungu di ujung deretan toko yang sudah tutup. Aku meninju dinding salah satu toko sambil mengatur nafasku. Ditengah suara nafasku, aku mendapati handphone ku berbunyi. Nama Kirishima berkelip di layar. Aku mengangkatnya tanpa pikir panjang.

"Yuriko, kau dimana?" Nadanya benar-benar khawatir. Aku mengernyit, menekan perasaan aneh yang mulai muncul.

"Aku mengejar seseorang." Jawabku ambigu, tetapi Kirishima yang sudah mengerti maksudku, tidak menanyakan lebih lanjut. "Bagaimana kabar Midorya?"

"Dia baik-baik saja, hanya syok dan memar bekas cengkaram di leher. Kami sudah menelpon polisi, sebentar lagi mereka akan mengurusnya." Kirishima memberi kabar terbaru.

Aku kembali menarik nafas dengan berat, suara nafasku terdengar semakin mengkhawatir-kan. "Yuriko, kau tidak apa-apa?"

"Sepertinya," Ujarku di tengah tarikkan nafas. "Aku harus pulang segera, butuh istirahat."

Aku bisa mendengar suaraku ikut menggema di balik salah satu toko. Benar saja, Kirishima muncul seorang diri, masih memegang smartphone miliknya di telinga. Setelah melihatku, dia mematikan sambungan telepon, bergerak cepat ke arahku.

"Aku hanya perlu menyuntikkan obat." Kataku sambil terengah-engah. Tetapi Kirishima tidak menghiraukannya, dengan cepat membopongku di antara kedua tangannya.

"Tasmu ada di Jirou dan Yaoyorozu. Mereka juga sedang khawatir, sebaiknya kita kembali dulu sambil menunggu polisi."

Setelah itu aku tidak membantahnya, karena nafasku sudah berbunyi mengkhawatirkan. Sesampainya di sana, karena suasana yang panik dan tegang, tidak ada yang menghiraukan Kirishima yang menggendongku berlagak pangeran berkuda menjemput tuan putri. Mereka ikut mengkhawatirkan suara nafasku yang melengking. Aku merogoh tas tanganku dan mengeluarkan salah satu suntikan dan menyuntikannya ke pembuluh darahku.

Nafasku mulai kembali normal, meski tubuhku merasa sangat lemas. Aku baru bisa berdiri dan berjalan dengan tegap setelah polisi selesai memeriksa lokasi dan mengevakuasi pengunjung mall. Aku bisa melihat Tsukauchi-San mengangguk padaku. Pada akhirnya aku diantar oleh salah satu mobil polisi ke Apartemenku. Mereka tidak meminta orang tuaku untuk menjemput atau menyambutku, mungkin Tsukauchi-San sudah memberikan peringatan.

Sabtu sore, handphone ku berbunyi nyaring berkali-kali. Aku sudah mengabaikannya tetapi justru pintuku di gedor dengan sangat tidak bersahabat. Saat membukanya, aku mendapati Toshi-San dengan kemeja putih kedodoran dan celana jeans santainya. Aku mendesah berat, menyuruhnya menunggu dan bersiap-saip untuk kembali di culik.

"Kau sudah mengabari Hawks?" Toshi-San bertanya tanpa melepaskan pandangannya dari jalan raya.

Aku pura-pura berpikir, "manusia burung itu sedang sibuk. Tapi waktu dia bertengger di balkon kemarin, aku memberitahunya. Nanti dia datang agak terlambat."

Blue Rose [ON HOLD]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang