Chapter Twenty Two

279 49 0
                                    

Yuriko POV

Aku kesal, karena harus menjadi singa sirkus untuk menghibur orang-orang. Meski akhirnya setiap pujian yang dilontarkan orang-orang itu aku balas dengan senyuman lembut dan sikap merendahkan diri. Tetapi dalam hati, aku berteriak mengenai kebenaran ucapan itu. Tentu saja aku bisa mengalahkan manusia burung itu dengan kekuatan asliku. Aku pun semakin puas ketika sadar mereka salah paham dengan quirkku, dan tidak ambil pusing untuk membenarkan rumor itu. Meski beberapa orang yang sudah membaca dataku pasti akan membenarkannya segera.

Malam itu, aku menyelinap dari asrama sementara yang akan aku tempati selama seminggu dan menerjang kegelapan menuju lokasi pertemuan. Aku menggunakan boots coklat dengan rok rampel pendek sepaha, dipadukan hodie hitam tanpa lengan. Aku menggunakan tudung untuk menutupi wajahku.

Aku berbelok di salah satu sudut gedung tinggi, melewati gang sempit dengan tumpukan sampah dan bau menyengat yang hampir membuat selera makanku hilang. Aku berhenti di sebuah jalan buntu, kemudian dengan gesit menggunakan tempat sampah besar sebagai pijakan dan melompat ke atas dinding itu. Di baliknya aku menemukan lorong panjang yang setelah kutelusuri mengarahkanku pada sebuah dermaga terbengkalai.

Aku melihat sayap merah hawks yang mencolok sedang berdiri sambil menatap langit malam di antara kontainer besar yang sudah karatan dan di tumpuk berantakan di salah satu ujung dermaga. Dia tersenyum ketika melihat kedatanganku.

"Sudah membaca detail misi mu kan?"

Aku hanya mengangguk, tidak bersuara sedikit pun. Aku mengeluarkan beberapa lembar kertas di dalam sebuah amplop dari balik hoodie milikku dan menyerahkannya pada Hawks. Dia membacanya dengan serius sebelum memperhatikan biodata seseorang di kertas itu.

"Izumi Ayako," setelah mendengar nama itu disebut aku membuka tudungku, memperlihatkan rambut hitam pendek sebahu dengan poni rata di atas alis dan bulu mata coklat, serta bola mata biru gelap, kedua pipi yang kuhias dengan bintik-bintik hitam serta bibir merah mencolok. Hawks terpana sejenak, kemudian mengangguk meyakinkan. Aku memiliki tinggi yang melebihi anak-anak seusiaku, sehingga menyamar menjadi orang dewasa bukan masalah.

"Meninggal akibat kecelakan di laboratorium sore tadi, percobaan ilegal mengenai obat-obatan terlarang. Sepertinya kabar kematiannya belum menyebar di kalangan mafia itu ya? Cukup cari informasi berguna tentang asal usul racun itu, jangan melakukan hal yang tidak perlu." Nasihatnya.

"Aku tahu, tidak usah menarik perhatian, lakukan dengan cepat." Aku menjawab dengan suara serak yang sudah kusesuaikan dengan alat pengubah suara berbentuk coker di leherku. Aku membuka hoodie, memperlihatkan kemeja tanpa lengan serta syal berwarna hitam untuk menutupi coker milikku. Setelah itu Hawks memberikan jas laboratorium padaku.

"Kau sampai mempersiapkan baju yang sama persis dengan korban?" Ia mengangkat alisnya, semakin takjub dengan persiapanku.

Aku melingkarkan jam tangan rantai dengan pendar merah muda dari lingkaran jamnya. Menggunakan cincin dengan berlian biru kecil dan anting yang serasi. Setelah mengganti sepatuku menjadi heels hitam dengan desain berlebihan yang membuatku mengernyit tidak nyaman, aku mengulurkan tanganku meminta kacamata yang di bawa hawks dari rumah Ayako.

"Memangnya kau pikir aku berhasil hidup sampai sekarang karena apa? Kalau aku bermain-main dan salah sedikit saja, aku bisa mati tahu. Pekerjaan seperti ini memperpendek umur."

Setelah merapihkan make up, aku mengambil koper yang telah dipersiapkan. Kemudian berjalan ke ujung dermaga, menunggu kapal yang akan datang menjemputku. Hawks mengemasi semua barangku dan terbang menjauh. Beberapa menit kemudian sebuah yacht kecil berwarna putih mendekat. Seorang laki-laki dengan kemeja dan jas resmi keluar, kacamata hitamnya di arahkan padaku. Aku yakin dia sedang mengecek identitasku, aku hanya tersenyum kecil, membiarkannya menyelesaikan pekerjaannya.

Blue Rose [ON HOLD]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang