27. Her Feeling

5.4K 179 1
                                    

"Jadi, jujurlah padaku. Kau menyukainya?"

Miranda bertanya pelan dan berbisik kepada gadis di depannya selagi anak semata wayangnya pergi ke toilet. Rey sangat kaku dan tertutup, jadi ibunya tidak tahu masalah pribadinya, bahkan hubungan percintaannya.

"S-suka? Sebagai teman, sih... iya," jawab Jenni terbata-bata.

"Oh, ayolah. Kau tahu maksudku!" Mira mendekatkan tubuhnya, tersenyum lembut, "kau menyukainya? Perasaan seperti ingin memacarinya atau apa gitu?"

Jenni menunduk dan tersipu malu. Pipinya memerah-seperti buah peach. Meski dia tidak menjawab, bahasa tubuhnya sudah memberitahu kedua orang di depannya.

Mira mengangguk puas lalu menatap gadis itu dengan gemas.

"Kenapa?" tanya Mira lagi, benar-benar ingin tahu apa yang diperbuat anaknya sampai-sampai seorang gadis cantik sudah jatuh cinta kepadanya.

"Karena... dia lembut, selalu menolongku, dan baik. Entahlah, perasaan ini datang begitu saja, dan saya-" Jenni menghentikan kalimatnya saat melihat wajah Mira dan Owen yang berseri-seri.

Siapa, sih yang tidak suka bila anaknya dipuji?

Namun ini membuat Jenni semakin malu.

"Uh, lupakan," lanjut Jenni pelan, menyeruput jus apel miliknya dengan cepat.

"Kau manis, Jenni. Terima kasih karena menyukai anak kami," balas Mira lembut, diikuti Owen yang mengangguk.

"Tidak, saya yang berterima kasih."

Jenni merasa hatinya menghangat. Sesaat dia sedih mengingat kedua orangtuanya sudah tiada, tetapi itu tidak masalah.

Dia bisa melangkah maju, mencari orang yang akan mencintai dirinya dengan sepenuh hati.

Rey datang kemudian, tidak memperhatikan suasana di meja tersebut. Dia hanya memesan kopi hitam, matanya melirik Jenni terus menerus.

"Nanti kuantar pulang," ujar Rey pelan, menaruh cangkir kopi itu di atas meja.

Jenni mengerut, "Apa? Tidak usah."

"Jangan menolak. Kau mau kemana? Ke rumah Diana?"

Jenni menunduk, memainkan jarinya.

"Tetap, tidak usah."

Meski Jenni juga ingin menghemat biaya transportasi, dia takut bila berdekatan dengan pria itu. Sekarang saja dia sudah merasa terangsang, tangannya gatal-gatal mau menyentuh leher dan tubuh Rey.

Demi Tuhan.

Jenni mengeluh kesal.

"Tidak apa, Jenni. Rey tidak akan memakanmu, kok," ujar Owen terkekeh.

Malah sebaliknya, sialan. Jenni yang akan memakan pria itu.

"Baiklah... setelah ini saja aku pulangnya," jawab Jenni ragu-ragu. Sungguh dia enggan bila bersama Rey.

Lima belas menit kemudian, setelah berbincang sebentar. Masing-masing dari mereka sudah selesai makan, kemudian segera berdiri dan saling berpamitan. Kedua orangtua Rey pulang duluan, meninggalkan anaknya dan Jenni di kafetaria.

"Kita juga ikutan pulang?" tanya Rey yang memegang jemari Jenni, seolah-olah itu adalah hal yang wajar.

Jenni mengangguk pelan, mengikuti pria itu ke arah tempat parkir motor.

"Kau naik motor?"

"Benar," Rey membalikkan badannya, "apa tidak apa?"

"Tak masalah, santai saja."

Naughty Person - 18+ [S1 END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang