16. Her Beauty

7.5K 244 0
                                    

Perjalanan menuju salon kelas atas membutuhkan waktu yang lumayan lama. Meski masih pagi, banyak kendaraan padat memenuhi jalanan kota. Selain itu, udara panas bergumul di sekitar tempat lebih dari biasanya, membuat emosi orang-orang menjadi naik turun.

Beberapa mobil saling berhimpitan dan tidak membiarkan pengendara motor melewati celah kecil itu. Para pekerja jalanan, seperti tukang koran dan penyebar brosur berusaha menarik perhatian orang-orang di sekitarnya.

Ya, itu adalah kemacetan yang bisa dilihat kapan pun, entah itu ketika masih pagi ataupun sudah sore, jalanan Jakarta selalu macet.

Di tengah-tengah kesibukan tersebut, Rey melirik sekilas ke sebelahnya selagi menunggu lampu merah. Dia ingin tahu apa yang dilakukan Jenni sekarang karena gadis itu sudah diam dari tadi sejak mereka di jalan.

'Ah, dia tertidur.'

Rey tersenyum kecil saat menatapnya. Belum sepuluh menit sejak mereka pergi dari sekolah, namun Jenni sudah terlelap, membiarkan nafas kecilnya keluar secara perlahan.

Tiba-tiba dia teringat dan memikirkan tindakannya tadi pagi.

'Kenapa aku menciumnya?'

Itu sungguh sesuatu yang memalukan. Rey bertindak tanpa dia sadari, dan parahnya, dia mencium Jenni dua kali.

Itu adalah spontan.

Jujur, alasan dia mencium Jenni bukan karena gadis itu berisik, ah, itu memang benar, tapi ada alasan lain.

Saat itu Jenni ingin menangis.

Rey belum pernah melihat seseorang mengeluarkan emosi yang beragam di menit yang sama. Sedih, malu, marah, terharu, dan bahagia.

Dia bisa mengerti dengan ekspresi rumit orang ketika memikirkan banyak hal, karena dia pernah merasakannya. Jika itu adalah emosi negatif atau positif yang tumpang tindih, Rey bisa mengerti.

Tapi Jenni memiliki ekspresi aneh yang tidak bisa dikenali Rey sama sekali. Itu campuran dari semua emosi.

'Aku merasa bersalah karena menganggapnya imut waktu itu.'

Bukannya dia tertawa di atas penderitaan orang lain, dia hanya merasa kosong saat melihat Jenni.

'Kenapa saat dia marah atau malu dia terlihat sangat manis?'

Dadanya berdebar kencang ketika memikirkan hal itu. Di sisi lain, dia juga tidak tahan.

Kesampingkan tingkah manisnya, Jenni benar-benar akan menangis kalau Rey tidak menciumnya segera.

'Aku tidak mau melihatnya menangis.'

Jujur berbicara, Rey ingin sekali menghajar Rika dan gengnya, tapi dia tak bisa melakukan itu. Dia adalah pria yang tahu tentang kesetaraan gender. Rasanya tidak adil bila memukul seseorang yang lebih lemah darinya.

'Haruskah aku mengeluarkan mereka semua dari sekolah menggunakan koneksi keluargaku?'

"Um..."

Gumaman Jenni terdengar pelan di dalam mobil. Gadis itu menggeliat di tempatnya dan segera membuka mata saat merasakan sinar matahari yang terik menusuk wajahnya.

Rey berbicara dengan lembut dan berusaha bersikap baik agar gadis itu tidak marah-marah lagi.

"Kamu sudah bangun? Gimana tidurmu?"

"Berisik."

Oke.

'Baiklah, Rey. Ternyata dia masih marah padamu.'

Tentu saja, siapa yang tidak akan marah bila ada orang yang dengan lancangnya menyentuh bibir seksi itu?

Rey menelan ludah.

Naughty Person - 18+ [S1 END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang