61. Ara

37 12 0
                                    

Ara masih bersembunyi di belakang rak buku.

“Astaga, masih mau berapa lama sih dia ngobrol sama Kak Aluna?” bisik Ara pada dirinya sendiri.

Ia melirik Angka yang duduk manis di tempatnya sambil tersenyum dan menatap sekeliling ruangan tempat ia dan Aluna belajar tadi.

Dan kemudian matanya terhenti ketika melihat sepasang mata yang juga sedang memperhatikannya dari celah rak buku.

Tersenyum manis tanpa mengalihkan pandangan sekalipun.

Sadar bahwa Angka mengetahui posisinya, Ara segera merendahkan tubuhnya dan kembali bersembunyi di sana sambil kembali mencuri-curi lihat berharap Angka segera pergi.

Tapi nihil, sudah lebih dari sepuluh menit dan Angka masih duduk manis disana.

Mengambil ponselnya, Ara mengetikkan sebuah pesan pada Aluna.

Aluna

Kak, Maaf ya aku agak lamaan, ada urusan bentar.
Read.

Aluna mengambil ponselnya yang menyala, membaca pesan dari Ara kemudian mengetikkan pesan balasan.

Aluna
Ok. Jgn lama2.
Bentar lagi Angka pergi kok.
: )

Ara hampir tersedak udara membaca pesan Aluna. Ternyata Aluna menyadari kalau ia sedang bersembunyi dari Angka.

Tidak membalas lagi, Ara segera menyimpan ponselnya ke saku nya dan kembali mengintip dari balik celah rak buku.

Angka berdiri dari tempatnya. Baiklah, sepertinya sebentar lagi Ara bisa keluar dari persembunyiannya.

Tapi tunggu! Bukannya keluar dari perpustakaan Ara justru melangkahkan kakinya mendekati rak tempat Ara bersembunyi.

Mati! Angka mungkin akan menemukannya.

Eh, dia kan memang tahu kalau Ara ada disana, sepertinya. Ara tidak ingin bertemu Angka. Dia tidak siap.

Ara memundurkan langkahnya, berusaha mencari celah untuk melarikan diri. Tapi tidak ada! Hanya ada jalan buntu di ujung rak, dan tempat keluar satu-satunya akan membuatnya bertemu dengan Angka.

Jantungnya berdetak kencang.

Ara hanya bisa menunduk di tempatnya sekarang. Pasrah jika Angka benar-benar menemukannya disana.

Tapi Angka tidak menemukannya. Atau dia memang sengaja tidak menemuinya.

Angka berhenti tepat disamping Ara dengan berbatas satu rak penuh buku. Tetap pada tempatnya, Ara semakin merapatkan dirinya di balik rak buku tersebut berharap Angka tidak menemuinya.

Angka tahu bahwa Ara disana. Sedang bersembunyi antara deretan rak paling bawah.

Dia sangat ingin menarik Ara untuk berdiri dan menatap Ara sekarang. Menggenggam tangannya dan membantunya keluar dari masalah ini sekarang.

Dan Angka juga tahu, kalau saat ini Ara tidak ingin menemuinya. Ara ingin menghindar dari Angka sekarang. Angka tahu itu. karena itu ia menghentikan langkahnya disana. Tidak bergerak lebih jauh lagi.

“Gue tahu gue itu cowok paling brengsek sedunia,” Angka berkata dari balik buku. Tubuhnya tidak menghadap ke arah buku-buku itu, ia sedikit menyandarkan punggungnya di depan rak tersebut.

“Gue juga awalnya memulai semua itu dari permainan, gue gak pernah ada niatan buat serius. Bahkan sama cewek mana pun gue gak pernah berniat serius. Mereka semua permainan buat gue. Termasuk cewek yang namanya Shafara Kamila.”

Ara mengangkat wajah yang tadi sempat ia sembunyikan, menengadah menatap Angka yang rupanya tidak menghadap ke arahnya.

“Gue tahu gue salah. Gak seharusnya gue maksa dia buat jadi pacar gue dan ngancam dia. Harus gue akui, itu cara paling gak gentle banget.” Angka tertawa kecil dari tempatnya.

Tidak ada reaksi dari Ara, cewek itu hanya terus memperhatikan Angka dari belakang.

“Gue ... pengen minta maaf langsung sama dia. Ada banyak hal yang membuat gue harus minta maaf langsung sama dia. Misalnya,  minta maaf karena udah maksa dia jadi pacar gue, minta maaf karena udah bikin rahasia nya terbongkar,” Angka berhenti sejenak. “Gue juga harus minta maaf karena udah jatuh cinta sama dia dan minta maaf karena gue gak nyesel udah jatuh cinta sama dia. Gue cinta sama dia.”

Napas Ara tercekat.

Tidak tahu harus bereaksi seperti apa.

Angka memang sudah pernah menyatakan kalau dia sayang dengan Ara sebelumnya. Tapi tidak dengan cinta. Sayang dengan cinta itu berbeda. Setidaknya begitulah pendapat Ara.

Jika saja keadaannya tidak seperti sekarang ini, mungkin Ara akan berteriak gembira. Meloncat dan memeluk Angka erat.

Tapi situasinya berbeda.

Mereka tidak akan pernah bisa bersama.

“Gue cinta sama lo, Ra.”

Re: Love (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang