48. Ara

39 11 0
                                    

Angka masuk ke kamarnya.

Disana sudah ada Rey yang telah menungguinya.

“Papa ngapain disini?” tanya Angka sedikit terkejut dengan kehadiran Papanya.

Rey menatap Angka dengan ekspresi datar, “Papa harap kamu jangan pernah melupakan tanggung jawab kamu.” Setelah mengatakan itu ia meninggalkan kamar Angka.

Angka terdiam.

Membeku ditempatnya.

Tanggung jawab? Mana mungkin Angka melupakan tanggung jawabnya sebagai pewaris keluarga Ardafa. Ia mengingat dengan jelas apa-apa saja yang harus dilakukannya untuk bisa menjadi pewaris yang diharapkan papanya.

Dan bermain-main dengan perempuan adalah salah satunya.

Ya, bermain. Tidak sungguhan.

Tidak jatuh cinta pada mereka dan hanya memanfaatkan mereka. Itu adalah salah satu peraturan dalam keluarga Ardafa.

Angka tidak menyukai aturan itu.

Tapi ia sadar, kalau ia sendiri pun sudah sering melakukannya. Bermain-main dengan perempuan, memanfaaatkan mereka, itu adalah hal yang sering ia lakukan. Jadi ia tidak memiliki hak untuk menentang aturan tersebut.

Angka merebahkan tubuhnya diatas kasur, menghela napas pelan menikmati setiap ritme udara yang keluar masuk dari tubuhnya.

Angka memejamkan matanya, berusaha untuk melupakan tentang tanggung jawabnya sebagai pewaris Ardafa. Setidaknya untuk malam ini saja.

Gadis itu bangun dari tidurnya, berjalan ke kamar mandi untuk mencuci wajahnya. Kemudian mengambil handuk lalu ia mandi.

Keluar kamar mandi Ara tidak terkejut melihat Angka ada disana, ia sudah menduganya. Karena itu ia sudah berpakaian lengkap disana.

“Yah, gue kecewa,” ungkap Angka ketika melihat Ara keluar dari kamar mandi.

Ara menaikkan sebelah alisnya, “kecewa kenapa?” tanyanya.

“Gue ngarepnya dapat fan-service pas lo keluar kamar mandi,” jawab Angka dengan nada kecewanya.

Ara tersenyum miring, “gue udah duga lo pasti berpikiran begitu, makanya gue pake baju langsung.”

Ara duduk di depan cermin, melepaskan handuk yang tadi melilit rambutnya kemudian mengeringkan rambutnya. Setelah itu ia memoleskan sedikit make up pada wajahnya.

Setiap gerakan kecil Ara itu tidak luput dari perhatian Angka. Dia sangat senang memperhatikan setiap gerakan-gerakan Ara.

“Lo ngapain sih ngeliatin gue terus dari tadi?” Ara yang tidak nyaman diperhatikan terus memberanikan diri untuk bertanya. Ia merasa risih sejak tadi diperhatikan oleh Angka.

“Emang salah kalau gue ngeliatin pacar gue sendiri?” jawaban gamblang dari Angka itu membuat Ara sedikit menaikkan sudut bibirnya.

“Enggak salah sih, Cuma gue gak enak aja diliatin lo terus.” Ara berkata jujur. Membuat Angka beranjak dari tempatnya mempersempit jaraknya dengan Ara.

“Oke, gue minta maaf kalau itu ngebuat lo risih,” kata Angka, “kalau gitu lo gue tunggu diluar, gue mau ngajak lo ke suatu tempat.” Angka berbalik meninggalkan kamar yang Ara tempati.

Beberapa menit kemudian Ara keluar mendatangi Angka yang sudah menungguinya di ruang tamu. Setelah berpamitan dengan Aluna mereka pergi.

Re: Love (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang