Einundzwanzig

675 88 15
                                    

Keduanya duduk di sisi ranjang Dev. Kamar bernuansa abu-abu dan putih itu nampak hening untuk beberapa saat.

Keduanya saling diam tapi saling memberikan sorot rindu pada satu sama lain.

Telapak tangan Dev terulur dan menyingkap sedikit surai hitam Ralaya. Dia meringis kecil saat mendapati bekas jahitan di kening gadisnya.

Pasti rasanya sakit sekali hingga kening Ralaya robek seperti ini.

Dev benar-benar monster.

"Masih sakit?" gumam Dev dengan nada khawatir.

Ralaya tersenyum dan melepaskan tangan Dev dari keningnya. "Udah gak sakit.

Dev pun mengangguk lemah dan iris hazelnya menyorot Ralaya sendu. "Maaf, Bub. Gak seharusnya aku se-marah itu sama kamu. Waktu itu aku—ah gatau," ucap Dev sambil memejamkan matanya dan menggelengkan kepalanya, mencoba menepis kejadian mengerikan itu. "Aku terlalu kalut waktu itu."

"Hey, it's oke. Aku yang harusnya minta maaf disini," ucap Ralaya dengan tulus. "Maaf udah bikin kamu nahan beban ini sendirian. Kamu pasti udah capek banget sampe akhirnya bisa 'meledak' kayak waktu itu. I'm a bad fiancé. I'm so sorry, Dev."

Mereka saling meminta maaf dan menyesali perbuatan masing-masing

Terlebih Ralaya yang merasa sudah sangat egois di masa lalu—saat SMA. Dia terlalu fokus pada dirinya yang terpuruk gara-gara masalah keluarga dan selfharm hingga dia mengabaikan bagaimana kehidupan pribadi Dev.

Deep talk itu terus berjalan hingga menjadi sebuah awal yang baru sebagai bentuk intropeksi masing-masing.

Hingga pada akhirnya Dev meminta Ralaya menunjukan lengannya karena sudah mempunyai firasat yang buruk.

Meskipun awalnya gadis itu sangat susah untuk dibujuk tapi akhirnya Ralaya mau mengulurkan kedua tangannya karena Dev bilang kalau dia takkan marah.

Iya, Dev memang tak marah. Hanya saja kini Dev kembali meminta maaf karena sudah membuat masuk kembali ke lingkaran setannya.

Dia juga meminta Ralaya agar berjanji tak melakukan hal ini lagi dan gadisnya berjanji kalau inilah yang terakhir.

Ralaya bilang kalau ini bukanlah salah Dev. Ini adalah bentuk hukuman untuknya sendiri karena telah mengabaikan Dev dimasa lalu.

Entah ucapannya sebuah kebenaran atau bukan, tapi tindakan Ralaya tetap tak bisa dibenarkan.

Justru dengan Ralaya melontarkan kata-kata itu sebagai alasan, Dev makin merasa menyesal karena telah menyakiti Ralaya hingga sedalam ini. Selain menyakiti fisiknya, mental dan hatinya pasti ikut terluka.

Hal itu pun yang menyadarkan mereka bahwa jika Dev terluka, Ralaya pun akan ikut terluka. Begitu juga sebaliknya.

Mereka seperti sudah benar-benar terikat.

"Bunda bilang, kamu belum makan?" ucap Ralaya begitu Dev melepaskan pelukannya. Cowok itu mengangguk dan membenarkan kalau dia memang belum makan malam. "Makan sekarang, ya. Aku suapin?"

Dev tersenyum lembut dan mengusap puncak kepala Ralaya dengan sayang. "Iya, sayang iya."

•••

Ini sudah pukul sepuluh malam dan bunda bilang kalau beliau sudah menyiapkan satu kamar untuk Ralaya beserta baju tidurnya.

Saat itu Ralaya mengangguk saja dan bilang akan segera ke kamar untuk tidur. Tapi nyatanya rasa rindunya lebih besar daripada kantuknya.

[II] With Ralaya ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang