Achtunddreißig

739 118 58
                                    

"Masih sakit?" tanya River memandang Ralaya khawatir.

Gadis itu terbaring lemah di brankar yang ada di unit kesehatan dengan tangannya yang memegang perut. Bibirnya begitu pucat gara-gara kesakitan.

Ralaya bilang kalau dia akan seperti ini jika tamu bulanannya datang.

Terdengar sepele dan biasa karena hal itu sering terjadi di setiap bulan tapi entah kenapa bagi River itu adalah hal yang besar.

Dan itu membuatnya panik tapi dia tak bisa berbuat apa-apa.

"Lo udah ngomong gitu sepuluh kali, River. Berisik!" gumam Ralaya sambil memejamkan matanya dan dia bisa mendengar kalau River tengah tertawa jahil.

Kenapa juga cowok itu selalu suka menggodanya?

"Kak Rio juga mana? Kenapa dia—"

"Bub?"

Suara itu menghentikan ucapannya, membuat Ralaya membuka matanya untuk memastikan siapa si pemilik suara dengan panggilan khasnya.

Deg.

Tak mungkin, dia kan sudah menyuruh River untuk menghubungi Rio, bukannya Dev.

Jadi River berbohong atau kah dia sengaja?

Diam-diam Ralaya menatap River penuh selidik, seolah meminta penjelasan tapi sayangnya cowok itu malah tersenyum dan sedikit menggeser tubuhnya.

Memberikan ruang untuk Dev yang datang terburu-buru. Nampak sekali raut panik dan khawatir di wajah tampannya.

Napas cowok itu masih tersenggal, apa Dev berlarian saat menuju kesini?

"Perutnya masih sakit? Udah minum obat?"

Harusnya, Ralaya senang dengan hatinya yang menghangat.

Harusnya, Ralaya bersyukur karena Dev peduli padanya.

Harusnya juga suasana tak secanggung ini.

Harusnya dia tersenyum lalu memeluk Dev sambil mengadu khas anak kecil dengan bilang kalau perutnya sakit.

Iya harusnya semua itu terjadi tapi gara-gara kesalahan Dev, Ralaya sudah tak merasakan hal itu lagi.

"Eum ... udah baikan kok," ucapnya singkat lalu berusaha bangun dengan susah payah, menolak uluran tangan Dev. "River, ayo pulang."

"Jangan ngadi-ngadi, lo masih sakit."

Ralaya menggelengkan kepalanya. "Udah enggak, ayo antar gue pulang atau tolong pesenin gue taksi."

"Nope. Lo juga—"

"Atau tolong gendong gue sampe pinggir jalan aja. Nanti biar gue sendiri yang nyari taksi."

Ralaya yang keras kepala dan River yang panik ketika permintaan tak terduga itu dilontarkan dengan polosnya.

Yang benar saja!

Untuk mengantar Ralaya pulang pun, River sudah tak enak dengan Dev. Apalagi jika dia menggendongnya sampai pinggir jalan? Dan lagi pula dia takkan tega membiarkan Ralaya menyetop taksi sendirian padahal gadis itu sedang dalam keadaan yang tak baik.

River menatap Dev, seolah meminta persetujuan tapi yang dia dapat hanyalah cowok itu yang menatap River datar.

Sial, sama sekali tak berguna.

River benci dengan situasi ini.

"Pinggang gue bisa encok kalo gue gendong lo."

Bibir ranum Ralaya mengerucut kesal. "Berat badan gue bahkan gak nyampe lima puluh kilogram. Gue janji bakal traktir lo Baskin Robbins besok."

[II] With Ralaya ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang