Semenjak kejadian dimana ada insiden kecil antara Bia dan Disti hingga berakhirnya hubungan Disti dan pacarnya, kini hubungan adik kakak itu semakin buruk. Disti tak lagi memancarkan aura keceriaannya pada semua orang. Anak itu sekarang lebih sinis terhadap Bia. Tak sekalipun ia memberikan setumpuk tugasnya untuk melampiaskan rasa kesalnya. Tak jarang juga ia melebih-lebihkan tugasnya hingga ia sengaja memberikan semua soal yang ada di buku untuk dikerjakan semua. Mau tak mau pun Bia harus rela melek sampai pagi untuk menuntaskan garapannya.
Kejadian di taman hingga sekarang sudah terhitung kurang lebih satu minggu. Dan sepanjang itulah Disti mencoba menghubungi pacarnya hingga berakhir mencengkeram ponselnya hingga kuat. Panggilannya selalu ditolak. Hingga tak lama suara operator menjawab bahwa ponsel yang ia hubungi mati. Semuanya gara-gara Bia yang sok tahu itu.
Dengan angkuhnya Disti menghampiri kakaknya yang asik menonton tv. "Udah puas sekarang, orang yang selalu ada buat aku udah pergi kak. Ini semua gara-gara kamu. Kalau kakak nggak ikut campur urusan aku semuanya nggak bakalan kayak gini," omel Disti.
"Disti, jaga ucapan kamu. Kalau kakak nggak lihat kamu kemarin, kamu udah dicium sama lelaki brengsek itu!"
"Yang brengsek itu kak Bia bukan Adit! Asal kak Bia tahu ya kak, bibir aku masih suci," desis Disti kemudian pergi meninggalkannya.
Bia menghela nafas kasar, adiknya begitu keras kepala. Tapi setidaknya mereka tidak ada status yang mengikat keduanya. Secara tak langsung keduanya tidak akan bersama lagi dan adiknya akan sedikit lebih aman.
Pergaulan jaman sekarang terlalu bebas. Bahkan orang tua sekarang banyak ketidaktahuannya perihal kumpulan anak-anaknya. Konon katanya seseorang yang kumpulannya orang baik akan menjadi baik begitu sebaliknya. Meski itu bisa dikatakan benar tapi pribadi seseorang tidak bisa disamaratakan.
***
Matahari sudah tak nampak lagi, malam telah tiba. Sudah satu jam lebih dari waktu Disti yang seharusnya tiba dirumah. Karena sore tadi ialah jadwal adiknya les fisika.
Bia mengabaikan segala pikiran yang hinggap diotaknya. Ia kemudian keluar dari rumah untuk menuju minimarket. Persediaan benda bulanannya sudah habis. Seperti biasa ia akan pergi sendirian melewati jalanan yang lumayan sepi. Dalam keadaan sunyi seperti ini tidak ada rasa takut dibenaknya. Karena ia berpikir dengan adanya lampu yang terang di jalan mengurangi resiko terjadi hal yang tidak diinginkan.
Bia melambaikan tangannya ketika masih ada diluar pintu masuk. Tak lama salah satu pegawai keluar dan membukakan pintu. Sudah hal biasa bagi dirinya dan pegawai minimarket itu. Karena setiap ia datang dan pulang salah satu dari mereka membantu untuk membukakan pintu. Dirinya tidak bisa melakukan itu sendiri. Dengan duduknya ia di kursi roda membuat hal yang gampang menjadi sulit.
Selesai mengambil beberapa benda yang ia inginkan, ia menuju rak yang berisi makanan ringan. Setelah selesai ia pun menuju kasir dan pulang. Namun di jalan ia melihat sekelompok orang yang duduk lesehan di trotoar. Salah satu mereka merupakan Disti yang ikut bergabung. Dan yang melegakan lagi lelaki brengsek kemarin tidak ikut andil untuk bergabung dengan Disti.
"Disti," tegur Bia. Gadis itu merotasikan bola matanya malas. Merasa muak dengan kakaknya yang sepertinya akan ikut campur dengan urusannya.
"Ayo pulang, ini sudah malam."
"Duluan sana, masih ada urusan," jawab Disti yang masih setia duduk lesehan.
Setelah perdebatan panjang yang mengakibatkan semua teman Disti pergi meninggalkan keduanya akhirnya gadis itu mau pulang. Tapi keduanya tidak pulang bersama, Disti lebih memilih pulang terlebih dahulu tanpa mau susah-susah mendorong kursi roda kakaknya.
"Disti, kenapa tadi kamu nggak berangkat les tapi malah nongkrong nggak jelas dipinggir jalan kayak tadi?" Disti mengabaikan Bia dan tidak mengalihkan pandangannya dari layar ponselnya. Bodohnya tadi ia lupa untuk mengunci pintu kamarnya hingga kakaknya itu berhasil masuk.
Awal mula Bia mengetahui adiknya tidak berangkat les karena tadi ia sempat mendengar sedikit obrolan adiknya bersama teman-temannya tadi.
"Disti, kenapa kamu bolos les tadi?" Masih tidak ada sahutan. "Kalau papa sama mama tahu kamu bisa dimarahi," lanjutnya.
"Tinggal diem aja mereka juga nggak bakalan tahu, kalau gampang kenapa dibikin susah sih. Keluar, aku mau tidur," final Disti.
Bia keluar sesuai apa yang Disti inginkan. Mungkin adiknya lagi banyak pikiran yang mengharuskannya bolos les. Seharusnya tadi ia tidak menekan adiknya seperti ini. Gadis itu pasti akan merasa kecewa karena dirinya tak memberi peluang untuk menenangkan diri terlebih dahulu.
Disti bangkit dari tidurnya ketika kakaknya yang rese itu sudah keluar. Ia menuju meja belajarnya dan mengambil buku asal-asalan.
Gadis itu datang ke kamar kakaknya disambut dengan ramah. Senyum melebar terpancar di wajah Bia. Disti semakin muak melihatnya.
"Semua yang udah aku kasih pembatas kerjain, besok udah harus selesai," titah Disti.
Bia mengerutkan dahinya bingung, "semua ini? Nggak mungkin kan besok dikumpulkan semua," balasnya.
Tanpa banyak kata lagi Disti meletakkan setumpuk bukunya di meja, "besok selesai," kata Disti tak mau diajak bernegosiasi.
#Ditulis 770 kata
Hai, selamat malam :)
Minta dukungannya ya berupa vote, terimakasih
Maaf sekarang update nya nggak bisa tiap hari lagi, mohon dimaklumi^^
Buat kalian yang udah baca sampai sini terimakasih banget👌
KAMU SEDANG MEMBACA
Segenggam Luka (COMPLETED)
Документальная прозаLuana Ravabia Azada, kerap dipanggil Bia. Sesuai namanya, dalam menjalani kehidupannya sangatlah kuat dan tangguh dalam menghadapi suasana sekitar, sekalipun itu buruk. Gadis SMA yang bisa menikmati sekolahnya hanya dengan duduk di kursi roda tanpa...