Lima Belas

32 8 0
                                    

Setidaknya kasih apresiasi sedikit, vote cuma sebentar kok

'HAPPY READING'

*****

David menatap dirinya di depan cermin, dia menghembuskan nafasnya kasar sambil memakai dasinya. Lelaki itu berusaha tidak perduli dengan kata-kata yang dilontarkan Priscilla kemarin. Dia juga akan mengakhiri semua sandiwara gila yang diajarkan oleh sahabatnya, Mirza.

David membuka ponselnya, mencari kontak Priscilla dan mengirimkan beberapa pesan.

Setelah itu, David berjalan keluar kamar lalu menutup pintu itu sebelum pergi menuju meja makan. Begitu tiba di meja makan, dia sedikit kaget saat melihat Papah-nya sedang duduk sambil mengunyah setumpuk roti.

"Tumben Pah, biasanya enggak sempet makan," kata David seraya duduk di depan Papah-nya, sambil menyantap setumpuk roti.

"Kamu juga tumben bangun sepagi ini," sahut Satria. "Mau jemput pacar kamu?"

Ukhuk ukhuk

David tiba-tiba tersedak dan langsung meminum segelas susu hingga tinggal setengah gelas. "Emang aku punya pacar?"

"Kan kamu yang pacaran, kok tanya Papah si?" kata Satria sambil terkekeh. "Papah curiga, kamu enggak pernah buat story apapun!"

"Papah kok tau?"

"Kan Papah selalu pantau kamu!" jawab Satria santai.

"Pah, David udah bukan anak kecil lagi! David enggak harus dipantau terus-terusan, kenapa si Papah selalu pantau dengan siapa David berteman? Siapa temen sekolah David? David enggak suka Pah, David tau kok mana yang benar dan mana yang bukan!" kesal David.

"Papah tunggu kedatangan pacar kamu, kenalin ke Papah!" kata Satria lalu langsung berdiri dan berjalan menuju kamarnya.

Sekarang David tau alasan Papah-nya yang tumbennya makan pagi dan akhir-akhir ini sering bertanya-tanya padanya. Lagi-lagi karena Papah-nya selalu memantau dan selalu ingin kenal siapa saja yang dekat dengan dia.

David menghabiskan susunya dan membiarkan rotinya yang masih tersisa. Dia beranjak pergi mengambil jaket dan tas lalu segera pergi meninggalkan rumah bernuansa mewah itu. Dia pergi menggunakan motornya.

*****

Priscilla, Aleta dan Ana sudah bersiap menggunakan seragamnya. Mereka juga sudah berpamitan kepada kedua orang tua Aleta. Tiga gadis itu berjalan menuju pintu sambil menenteng tasnya.

"Eh, kuncinya?" tanya Ana saat mereka baru tiba di depan pintu keluar.

"Emang enggak di bawa?" tanya Priscilla.

"Bukannya tadi lo yang bawa?" kata Aleta pada Priscilla. "Gue ambil dulu deh, di kamar lo kan?" tanya Ana yang diangguki oleh Priscilla. Ana pun bergegas kembali masuk ke dalam rumah itu.

"Silla, gue mau buang air kecil dulu, kalau Ana kesini suruh tunggu ya!" kata Aleta langsung bergegas lari masuk ke dalam rumah tanpa menunggu jawaban dari Priscilla.

"Huft!" Priscilla menghembuskan nafasnya kasar. Priscilla memutuskan untuk duduk dibangku yang ada di teras rumah itu sambil menunggu kedua saudaranya. Entah kenapa akhir-akhir ini gadis itu merasa semangatnya hilang.

Tin tin..

Suara klakson motor yang terdengar nyaring di telinga membuat Priscilla mengalihkan pandangannya menuju gerbang. Matanya melotot sempurna saat melihat satpam di rumah itu sedang membukakan gerbang untuk seseorang, orang itu adalah David.

PRISCILLATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang