3. Perkara Postingan

130 25 18
                                    


Arial duduk di meja makan untuk sarapan sendirian. Mengoles roti dengan selai cokelat dan menuang segelas susu dari botol kemasan. Seragam putih birunya bersih dan tampak baru, bahkan topi untuk upacara sudah terpasang di kepalanya.

Keluarga Arial memang jarang sarapan bersama. Orang tuanya sama-sama pengusaha yang jarang di rumah. Pukul setengah enam, Papinya sudah berangkat ke bandara untuk acara meeting di luar kota, sementara Abangnya sudah indekos dekat kampus.

"Pagi, Arial!" suara cempreng Vanda yang ceria mengisi ruangan. Cewek itu muncul bersama Maminya yang memberitahu kalau Vanda mengajak berangkat ke sekolah. Tante Mira memang sering mengantarnya ke sekolah, memberi tumpangan di kursi belakang mobilnya. Arial memperhatikan Vanda, sosok tinggi besar itu terlihat menggelegak dengan kemarahan terpendam.

"Yuk, berangkat sekarang!" ajak Vanda, masih dengan senyum manis yang membuat bulu kuduk Arial meremang.

Arial berdiri, menghampiri Vanda dengan tatapan waswas. Mereka menunggu di dekat pintu depan saat Maminya naik ke kamar untuk mengambil uang sakunya. Tiba-tiba tangan Vanda membuka pintu kamar Arial yang posisinya dekat pintu keluar. Dia masuk tanpa izin dan mengambil salah satu miniatur figur karakter Thor-nya.

"Van, kembaliin." Arial melompat-lompat mencoba mengambil miniatur kesayangannya. Tubuhnya yang jelas kalah besar dan kalah tenaga langsung terjungkal ke kasur dalam sekali senggol badan Vanda.

"Ini aku sita. Berani ngadu, aku mutilasi mainan kamu." Vanda memasukkan miniatur super hero kesayangan Arial ke dalam tasnya. "Bocah tengil kayak kamu mesti dikasih pelajaran." Vanda langsung keluar kamar.

***

Arial gelisah selama mengikuti upacara dan pelajaran pertama. Ia sering menengok ke bangku belakang. Sekali lagi sebelum pelajaran berakhir, ia menengok ke bangku Vanda. Mereka bertatapan. Mulutnya perlahan terbuka semakin lebar seiring Vanda mengeluarkan miniatur figur karakter dari tas, menutup kepala mainannya dengan selembar tisu dan mengareti dengan seutas karet jepang di bagian leher.

Demi Teru teru bozu yang seseram pocong lupa make up, pekik Arial dalam hati. Super hero-nya perlu diselamatkan dari tangan monster ikan buntal.

Arial langsung menghampiri Vanda setelah guru keluar kelas. "Van, maaf, ya," suaranya terdengar penuh penyesalan.

Vanda mengedikkan bahu dan melengos pergi bersama teman-teman cewek lain sembari membawa tas untuk berganti baju olahraga.

Arial tertegun di tempat. Dia harus membuat kesepakatan kalau sudah begini. Rasanya seperti sudah jatuh, tertimpa tangga pula.

***

Dalam tes pelajaran olahraga menggunakan nomor absen silang, nomor urut awal dan nomor urut akhir berpasangan bergantian menghitung tes kebugaran tubuh. Walaupun ini kesempatan untuk berbicara dengan Vanda, tetapi Arial tetap tidak suka harus menjadi partnernya.

Lengan kurus Arial memeluk lutut Vanda yang sebesar guling, berat tubuhnya menahan kaki Vanda untuk melakukan sit up. Peluit berbunyi dan Vanda mulai mengangkat badan, menyentuhkan kepala ke lutut yang prosesnya terlihat sesulit kura-kura mencoba berbalik dari posisi telentang.

"Van, maafin, dong. Setengah uang jajan aku buat kamu selama seminggu, deh," bujuk Arial. "Kembaliin Thor-ku, itu yang kasih Bang Ravie." Mahal, jangan dirusak, tambah Arial dalam hati.

Vanda menggeram, mengangkat tubuhnya lagi, napasnya sudah terengah padahal baru lima kali sit up, pipinya panas terasa terbakar. "Gara-gara kamu posting aku lagi tidur kayak gitu, banyak yang ngejekin aku," desis Vanda.

"Orang-orang ngejeknya nggak parah, kok. Mereka malah biasa aja sekarang."

Ekspresi Vanda berubah dari mengancam menjadi mengamuk. "Udah berani, ya, sekarang?"

Arial menghindari tatapan Vanda. "Maaf. Aku janji nggak bakal gitu lagi. Aku hitung sit up, push up, sama pull up dikali dua kalau kamu mau balikin Thor."

Vanda menyodok pantat Arial yang duduk menindih kakinya dengan ujung sepatu. "Ya, udah, hitung yang bener."

Arial berjengit dan berteriak tanpa suara.

"Kesepakatannya, hitungannya dikali dua sama setengah uang jajan kamu selama sebulan buat aku."

Rahang Arial terkatup, bibirnya menipis menahan protes. Ia sudah menghadapi banyak ketidakadilan dan bertahan. Demi mainan kesayangannya.

"Tega," keluh Arial nelangsa.

Vanda like as PandaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang