[Completed Chapter]
Danta berusia 75 tahun ini, dan satu-satunya acara jalan-jalan keluar rumah yang bisa pria tua itu dapatkan hanyalah melayat pemakaman kawan-kawan lamanya. Lelah menyaksikan orang-orang di sekitarnya dicomot satu per satu oleh Ma...
Cerita ini diikutsertakan event MWM oleh NPC2301 Dengan target tamat dalam sebulan
Akan ada banyak typo, plot hole, dan segala macam anu karena dikerjakan tanpa proses semedi lebih dulu
Mohon maap jika hasilnya kurang memuaskan ;-; Jika ingin bantu razia typo dan anu-anu, silakan komentar I'd really appreciate it
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Aku bersumpah tidak akan mencampuri jalinan sakral semesta lagi—12 tahun telah berlalu pasca kejadian di belakang bangunan TK itu, dan aku masih bermimpi buruk tentangnya. Namun, kadang aku juga bisa terpeleset, lalu mengacaukan beberapa hal.
Nah, sumpah yang kuajukan di awal paragraf atas itu; sumpah itu kuingkari hari ini. Hanya karena aku tidak mau melewati pergantian tahun baru seorang diri
Ya ... sebetulnya ada Annemie dan kucingnya, Obsidian, di rumah, tetapi aku tidak mau menghabiskan tahun baru dengan mendengarkan lolongan mereka berdua. Jadi, aku setuju membantu Wilis berburu harta karun.
Kalian bingung? Aku juga. Mari kita mundur sedikit ke beberapa jam lalu, saat teman sebangkuku bersikeras ada ular naga di halaman belakang rumahnya.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Jika pembagian raport tinggal menghitung hari, dan tidak ada lagi guru yang mengisi kelas, akan tampak para siswanya yang terbagi jadi dua sekte: 1) yang mendekam di rumah karena tidak ada gunanya ke sekolah, dan 2) yang malah jadi lebih bersemangat ke sekolah untuk kelayapan. Aku yang kedua.
Mayoritas anak cowok bermain bola di lapangan (aku di sini), anak-anak cewek menongkrong di kantin untuk mengobrol, dan sekelompok anak lainnya bermain kartu dan gitar di bagian belakang kelas.
Wilis—teman sebangkuku selama setahun ini—hampir mampus diganyang kartu +4 saat aku menghampirinya untuk mengajaknya bergabung ke lapangan. Dengan senang hati dia angkat kaki dari formasi melingkar di belakang kelas, mencampakkan kartunya, dan tertawa menanggapi protes semua lawan main yang ditinggalkannya.