7 Januari 2014

5.4K 1.3K 544
                                    

Warning:

Cerita ini diikutsertakan event MWM oleh NPC2301
Dengan target tamat dalam sebulan

Akan ada banyak typo, plot hole, dan segala macam anu
karena dikerjakan tanpa proses semedi lebih dulu

Mohon maap jika hasilnya kurang memuaskan ;-;
Jika ingin bantu razia typo dan anu-anu, silakan komentar
I'd really appreciate it

Mohon maap jika hasilnya kurang memuaskan ;-;Jika ingin bantu razia typo dan anu-anu, silakan komentarI'd really appreciate it

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aku sudah seperti anak bagi orang tua Wilis, lebih daripada anak kandung mereka sendiri—begitulah yang dikatakan ibunya.

Aku menemani ayahnya membersihkan bangkai tikus dan kecoak di gudang semi-basement, mengantar ibunya berkendara ke pasar, sementara Olive belum bangun dan Wilis masih semaput di kamarnya. Bahkan ketika aku akan berkemas untuk pulang sebelum jam makan siang, ibunya Wilis membujuk, "Menginaplah sampai liburan habis. Kau bisa mengecek rumahmu yang kosong siang-siang, lalu kembali lagi ke rumah kami."

Aku baru akan menyahut bahwa pakaian kotorku bertumpuk dan rumah pasti kacau kalau kutinggal terlalu lama, tetapi kemudian beliau melanjutkan, "Aku masak semur ayam dan oseng tahu siang ini."

"Boleh, deh." Aku menjawab.

Lagi pula, aku masih ada urusan di dekat rumah Wilis—rumah hantu itu masih minta disambangi. Setelah Kinantan menghilang waktu itu, aku sempat mondar-mandir di depan pagarnya dengan bimbang. Akhirnya, pukul 01.55, aku memutuskan untuk kembali ke kamar Wilis dan tidur. Pagi harinya di tanggal 6 itu, Wilis tidak bisa bangun seharian—dia diam di tempat tidur sampai senja sehingga ibunya murka sekali dan Olive jadi punya kesempatan menyeretku ke mall untuk membawakan belanjaannya. Malamnya, aku jadi tidak punya tenaga untuk keluar. Membawakan tas belanja Olive sama menguras tenaganya dengan menghadapi entitas jahat dalam rumah hantu.

Jadi, aku berniat akan datang lagi malam ini, tanggal 7—Paman Tam pernah bilang padaku kalau angka 7 itu angka keberuntungan, hanya karena dia pernah menang undian di tanggal itu dan nomor undiannya mengandung banyak angka 7. Kalau aku pulang sekarang, dan ternyata rumah gaib itu masih betah di jalan tusuk sate di kompleksnya Wilis, aku bakal kesulitan mencari taksi malam-malam.

Maka, meminjam kendaraan Wilis, aku pulang sebentar ke rumah. Sambil mencuci pakaianku yang seminggu belakangan kupakai di tempat Wilis, aku bercerita semuanya pada Annemie. Obsidian, si Entitas Alam berwujud kucing hutan, berkeliaran di sekitarnya. Matanya menyipit saat aku menyebut nama Kinantan.

"Kadang memang ada hantu seperti itu." Annemie mengangguk-angguk. "Esensinya ada di tengah-tengah—tidak jahat, tapi bukan berarti dia makhluk baik. Lebih kayak merepotkan. Bisa jadi dia dulunya orang yang murah hati dan sebagainya, tapi caranya mati dan kebenciannya pada sesuatu meracuni ruhnya."

IridescentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang