Sejak pulang ke rumah, kusadari Annemie jadi lebih pemurung. Dia bahkan tidak memberiku senyuman lagi saat melihatku kembali. Awalnya kuduga dia ngambek karena aku menolak ke acara arisan hantunya, tetapi lama-lama kusadari Annemie makin kewalahan—dia kesepian, bingung, dan belakangan ini Obsidian terus menghabiskan waktu di loteng seperti menjaga jarak dengannya.
Yah, pada akhirnya, aku mesti mencarikannya wadah sungguhan karena Annemie tidak lagi bisa berjalan jauh dari rumah. Aku membeli salah satu mangkuk antik pajangan paling murah dari koleksi mendiang kakeknya Kak Safir yang masih disimpannya—kulakukan itu setelah berterima kasih dan meminta maaf pada Kak Safir atas semua bantuannya di masa lalu pada kakakku dan karena sempat hendak menyeretnya kembali ke masa-masa kelam dirinya meraga sukma.
Mangkuk antik yang kubeli darinya sekecil genggaman tangan, berbentuk hampir seperti guci, tetapi lebih rendah dan memiliki penutup berukiran bebungaan serta naga-naga mini. Annemie menyukainya dan sempat mengajakku masuk ke dalam, seolah-olah aku muat. Wadah itu kubawa ke taman kota dan lapangan bola—tempat-tempat rimbun berumput hijau segar yang dapat mengembalikan sedikit tujuan spiritnya walau hanya sebentar. Untuk sementara, usaha itu berhasil membuat Annemie bertahan, setidaknya sampai aku bisa menguraikan satu demi satu alasannya terjebak di dunia.
Setelah aku lumayan pulih dari pengalaman menjadi hantu, aku menelepon Mama. Dia mengomeliku hampir satu jam sampai telingaku panas, dan mungkin masih akan berlanjut andai baterai ponselnya tidak habis.
Selanjutnya, aku meminta maaf pada orang tua Wilis karena menghilang tanpa kabar selagi menginap di tempat mereka. Yah, aku tidak dimarahi lama-lama—ibunya Wilis langsung menarikku ke dapur dan bergabung dengan mereka untuk sarapan.
Saat aku masuk, Wilis dan Olive sedang melempar ejekan tentang bentuk ibu jari kaki satu sama lain, dan ada acara melempar kacang-kacangan juga, jadi kurasa mereka sudah berbaikan.
"Kak Zamrud chat aku, dia bilang sebentar lagi mau pulang," kata Wilis dengan mulut penuh nasi dan potongan telur dadar. "Jadi, aku mengundangnya main ke sini malam ini. Nanti malam datang, ya, Grey—kita bikin barbecue kayak malam tahun baru kemarin."
"Pulang ke Jawa? Kapan?" tanyaku.
"Katanya, sih, lusa." Wilis menyemburkan beberapa butir nasi ke wajahku, membuatku menyesal duduk di sebelahnya. Dia kemudian mulai bercerita ke orang tuanya tentang Kak Zamrud yang punya mobil mewah dan mantel bermerk mahal.
Beberapa hal tidak berubah—keadaan masih berjalan sebagaimana mestinya sejak aku pergi jadi hantu. Denim masih tidur serampangan. Ayah dan ibu Wilis masih pasangan suami-istri biasa-biasa saja yang disibukkan bisnis keluarga. Kinantan masih melontarkan hinaan dari balkonnya, dan belakangan dia menemukan hobi baru mengomentari baju Wilis yang konyol atau suaranya yang sumbang. Olive juga masih centil padaku, dan kudapati hal itu tidak lagi menggangguku.
Beberapa hal berubah—misal ... kudapati diriku jadi lebih sering melirik Olive dari sudut mata. Kalau dia sedang tidak melihat, aku betul-betul memandanginya sampai Wilis memergokiku dan dia bersumpah sekali lagi bakal memacari adikku juga, tidak peduli meski kukatakan berulang kali bahwa aku tidak punya adik.
KAMU SEDANG MEMBACA
Iridescent
Paranormal[Completed Chapter] Danta berusia 75 tahun ini, dan satu-satunya acara jalan-jalan keluar rumah yang bisa pria tua itu dapatkan hanyalah melayat pemakaman kawan-kawan lamanya. Lelah menyaksikan orang-orang di sekitarnya dicomot satu per satu oleh Ma...