Chapter 5

640 41 43
                                    


Mala

Daniel

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Daniel

Daniel

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

***

"Mala. Tungguin gue." Daniel berlari mengejar Mala yang tengah berjalan. Ia berbalik menatap Daniel dan mengernyit heran.

Ada apa Daniel memanggilnya?

"Apaan Dan?" Tanya Mala menatap lelaki tampan yang ada dihadapannya.

"Boleh nggak. Gue jengukin Dinda, lo taukan Ma gue udah lama suka sama dia." Ucap Daniel berterus terang—dari SMA Daniel mengejar-ngejar Dinda, namun Dinda tidak pernah merespons perasaannya.

"Dinda nggak bakalan suka lo."

"Gue bakalan usaha buat dapetin dia Ma. Cinta gue bukan bohongan—gue serius sama dia." Daniel tetap memegang prinsip—jika usaha tidak akan menghianati hasil. Dari kata-kata itu ia harus tetap konsisten—ia akan tetap mengejar Dinda sampai ia mendapatkannya.

"Lo beneran suka sama Dinda?" Tanya Mala.

"Iya gue suka banget sama dia Ma. Gue serius tentang perasaan gue, gue bakal ngejar dia sampai gue dapetin." Ujar Daniel sungguh-sungguh.

Mala tertegun—mendengarnya sungguh beruntung Dinda dicintai lelaki setampan dan sebaik Daniel.

Bahkan dia tidak menyerah untuk mendapatkan Dinda. Ia berharap Dinda bisa melupakan Rayn berpindah hati pada Daniel. Ia lebih mendukung Daniel bersama Dinda dibandingkan Rayn.

"Gue ngedukung lo buat merjuangin Dinda."

"Lo serius." Ucap Daniel terkejut. Mala selaku sahabat Dinda mendukungnya.

"Apa alesan lo ngedukung gue?" Tanya Mala.

"Karena gue lebih ngedukung Dinda sama lo." Ucap Mala—ia yakin Daniel orang yang bisa membahagiakan Dinda.

Bukan Rayn yang hanya membutuhkan tubuhnya tapi tidak dengan orangnya.

"Jadi apa gue boleh datang ke rumah Dinda?"

"Tentu saja lo datang kesana. Gue dukung lo. Inget lo jangan nyerah karena semua ada rintangan sebelum lo mau mendapatkan apa yang lo mau. Gue berharap lo orang yang tepat buat sahabat gue." Daniel menatap punggung Mala yang sudah berlalu dari hadapannya.

Daniel menatap selembar kertas yang berisi alamat—dimana Dinda tinggal sekarang.

Ia sangat berterimakasih pada Mala yang mendukungnya.

"Dinda. Gue akan perjuangkan lo sampe gue dapatin. Dari dulu perasaan gue masih sama nggak pernah berubah sedikit pun. Gue akan berusaha terus sampe lo liat gue, liat gue yang cinta sama lo."

***

Dinda, gue udah ada didepan pintu apartement.

Mata Dinda membulat melihat satu pesan dari Daniel. Sejak kapan Daniel tau ia tinggal disini?

Dengan cepat ia turun dari ranjang miliknya—walaupun tubuhnya masih lemas tapi tidak mungkin ia membiarkan Daniel berdiri diluar pintu apartement miliknya. Ia berjalan kearah pintu—lalu memasukan password setelah itu pintu terbuka, disana Daniel berdiri tersenyum kearahnya. "Gue kangen lo." Dia maju dan memeluk tubuhnya dengan erat.

Sedangkan Dinda mematung—membiarkan Daniel memeluknya, ini pertama kalinya ia berjarak sedekat ini dengan Daniel. Ya—Daniel Alexander, lelaki yang dulu mengejarnya—walaupun ia selalu mengabaikan tapi dia tidak pantang menyerah untuk mendekatinya. Ia selalu marah ketika dia selalu ingin didekatnya tapi dia tidak pernah marah—dia hanya tersenyum dengan penolakannya.

Andai ia bisa menentukan kemana ia akan jatuh cinta maka ia akan memilih Daniel—lelaki penyabar yang mencintainya.

"Lo nggak papa?" Daniel melepaskan pelukannya—mengusap dahi Dinda.

"Gue baik." Ucapnya.

"Katanya lo sakit?" Tanya Daniel membantu Dinda berjalan kearah sofa empuk yang ada diruang tengah.

"Sekarang udah mendingan." Ucap Dinda menatap Daniel yang terus memperhatikannya.

"Kenapa liatin gue kayak gitu?" Tanya Dinda keheranan.

"Lo cantik." Jika saja Rayn mengatakan hal itu maka ia akan senang tapi jika Daniel yang mengatakannya ia bingung harus menyikapinya seperti apa.

Dinda hanya tersenyum tipis.

"Lo tau alamat gue dari siapa?" Tanya Dinda.

"Dari Mala."

Ck, benar-benar.

"Ini gue bawa sesuatu buat lo." Ucap Daniel menyerahkan plastik putih yang berisi makanan kesukaan Dinda—ayam bakar.

Dinda tersenyum lebar dan membuka satu porsi ayam goreng tak lupa sambal kecap kesukaannya. Sudah lama ia tidak makan makanan kesukaannya sejak masih SMA dan Daniel masih mengingatnya.

"Terimakasih Niel." Ia menyimpan di atas meja. Setelah Daniel pulang nanti ia akan langsung memakannya.

"Din. Perasaan gue masih sama." Ucap Daniel to the point—langsung mengatakan tanpa basa-basi terlebih dahulu.

Dinda tertegun beberapa saat—ya ampun Daniel masih menyukainya sampai sekarang. Dinda meremas piyama biru miliknya ia bingung harus mengatakan apa.

"Maaf Niel g—"

"Nggak papa. Gue ngerti nggak perlu jawab sekarang kok, santai aja. Gue bakalan nungguin lo."

Daniel orang yang begitu penyabar. Ia merasa tidak enak hati—ia mendekat kearah Daniel dan memeluknya. "Makasih, lo selalu ngertiin gue." Dinda memeluk tubuh Daniel.

Daniel tersenyum dan membalas pelukan Dinda.

"Gue pulang."

Deg.

Mata Rayn membulat melihat pemandangan yang dihadapannya—disana Dinda dipeluk seseorang yang tidak ia ketahui. Entah kenapa hal itu membuatnya kesal teramat kesal.

Brug.

Ia menjatuhkan plastik berisi martabak—tadi Dinda menginginkannya bahkan ia rela mencarinya. Tapi sekarang apa yang dilihatnya—Dinda tengah berpelukan.

Dinda melepaskan pelukan ketika mendengar sesuatu yang jatuh.

Matanya membulat melihat Rayn yang sudah berdiri disana.

"Rayn." Ucap Dinda terkejut.


***

TBC!

Minggu—06 September 2020

Coba tebak apa reaksi Rayn?

 Sleep FriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang