🥀HAPPY READING'S🥀
.
.
."Please, bantu gue buat ketemu Dinda. Gue mohon sama lo." Pinta Rayn memohon pada Mala agar dipertemukan dengan Dinda.
Mala yang baru saja ingin mengunjungi rumah Dinda-terkejut ketika mendapati Rayn yang sudah berdiri di depan pintu rumahnya, bahkan yang membuat ia syok lagi dia ingin bertemu dengan Dinda. Sialan,
memang.Mala menarik nafasnya. "Lo sadar nggak sih lo udah nyakitin sahabat gue. Dan sekarang dengan seenaknya lo minta ketemu. Dasar brengsek.." Ucap Mala mendesis kasar.
Rayn mengacak kasar rambutnya. "Please, Ma bantu gue. Ada yang mau gue bicarakan ini penting." Ujar Rayn masih memohon kepada Mala-ia berharap dia mengijinkannya untuk bertemu dengan Dinda. Sudah dua malam ini ia tidak bisa tidur, dan pikirannya terus terbayang-bayang sesuatu yang bersangkutan dengan Dinda-dan ia sangat menyesal telah mengeluarkan perkataan kasar pada wanita itu.
Entah kenapa ia sangat merindukan Dinda-seseorang yang sudah menemaninya selama dua tahun belakangan ini.
Dan ia menyadari sesuatu hal-ya saat kepergian Dinda.
Ia merasakan kehilangan yang teramat berat baginya.
Ia berusaha menghilangkan bayangan Dinda, namun tetap saja ia tidak bisa-kebersamaan itu seketika terbayang-bayang di kepalanya, apalagi tentang kehamilan Dinda.
"Cukup deh Rayn. Jangan temuin sahabat gue lagi, dia udah bahagia tanpa ada lo. Dan sekarang lo mau ketemu. Basi tau nggak." Mala meninggikan ucapannya-ia sama sekali tidak mengerti dengan jalan pikirannya Rayn, harusnya dia bahagia setelah kembalinya Ranty-si perempuan yang katanya dicintainya.
Tapi apa ini, masih saja ingin bertemu dengan Dinda. Dengan wajah memelas lagi.
"Ma, dengerin gue. Gue beneran mau minta maaf sama dia. Ma, gue akuin kesalahan gue benar-benar fatal." Rayn menekuk kedua kakinya-memohon belas kasihan Mala.
"Gue nggak bisa. Gue udah terlanjur marah dengan sikap pengecut lo yang memperlakukan sahabat gue." Ketus Mala berlalu tanpa memperdulikan Rayn yang masih bersimpuh, ia tidak akan tersentuh melihat sikap Rayn.
Yang jelas ia tidak ingin si brengsek menganggu kebahagiaan Dinda dengan adanya Daniel-yang sudah menerima keadaan sahabatnya itu.
***
"Kamu kok disini?" Tanya Dinda bingung menatap Daniel yang kini sudah berada di pintu kamar miliknya.
"Emang nggak boleh?" Daniel bertanya balik.
"Bukan, maksud aku harusnya kamu di kantor. Kenapa kamu malah disini.." Cicit Dinda pelan.
Daniel tersenyum tipis dan mengelus perut buncit Dinda. "Mau ketemu kamu dulu. Abisnya kamu obat penghilang lelah buat aku, kamu tau kan dari kemarin aku sibuk terus dari kantor, dan nggak ngehubingin kamu. Makanya aku kesini dulu." Jelas Daniel.
"Aku ngerti kok, kamu sibuk di kantor. Jadi nggak papa nggak ngasih kabar buat aku, masa aku nggak mengerti kamu." Ucap Dinda di akhiri senyuman manis.
Daniel tersenyum gemas. "Makasih udah mengerti." Tutur Daniel-bergerak maju mengikis jarak dan mencium kening Dinda begitu lama.
Dia bergerak mundur dan menggenggam tangan Dinda. "Maaf ya, akhir-akhir ini aku sibuk di kantor, jadi nggak bisa lama-lama disini." Ungkap Daniel yang merasa bersalah, harus nya ia lebih perhatian pada Dinda. Namun apa daya gara-gara Ayahnya yang belum pulang dan ia harus bisa menghandle pekerjaan kantor.
Dinda mengelus punggung tangan kanan Daniel dengan jarinya. "Nggak papa aku ngerti. Nggak perlu khawatir ya." Pinta Dinda dengan senyuman manis.
Degup jantung Daniel makin menggebu-gebu akibat perlakuan manis Dinda. "Fokus aja sama urusan kantor. Soal aku gampang disini ada Mama Papa, Mbok Ira juga." Lanjut Dinda. Ia berjinjit kearah Daniel dan mencium pipi kiri Daniel singkat.
Daniel membeku ditempat akibat perlakuan Dinda yang tiba-tiba namun jujur ia sangat senang. "Udah sana, pergi ke kantor. Malah bengong.." Ucap Dinda terkekeh geli melihat tingkah Daniel yang terlihat lucu.
Daniel tersadar. "Yaudah, aku pergi dulu ya. Jangan terlalu kelelahan ya,"
"Iya."
"Jangan makan yang pedes."
"Iya."
"Harus makan banyak. Minum susunya juga."
"Iya."
"Awas lupa ucapan aku."
"Nggak bakalan." Ucap Dinda.
Daniel mendekat memeluk tubuh Dinda sebelum pergi ke kantor.
***
"Ehem, kayaknya ada yang seneng nih." Goda Mala melihat perlakukan Dinda dan Daniel membuat ia senyam-senyum sendiri melihat mereka yang begitu manis dalam penglihatannya.
Ia merasakan iri pada sahabatnya karena memiliki seseorang yang begitu mencintainya.
Tapi ia juga senang-karena sekarang Dinda tidak terlihat bersedih atau pun murung.
Sebagai sahabat tentu saja ia ingin yang terbaik untuk Dinda.
"Apaan si." Ucap Dinda dengan pipi yang sudah memerah-ia begitu malu terpergok oleh Mala.
"Manis banget kalian. Jadi pengen punya pacar." Ucap Mala.
"Yaudah, cari aja. Diluar sana banyak cowok." Suruh Dinda sambil mengelus perutnya yang membesar.
"Nggak ah. Gue males Din, punya pacar."
"Malesnya dimana?"
"Beda pendapat. Ujung-ujungnya berantem deh, gue nggak mau ah.." Ucap Mala sambil duduk di atas ranjang Dinda.
"Terserah lo. Ma.." Ucap Dinda yang kini sudah berbaring di atas ranjang. Sekarang dimasa kehamilan yang menginjak bulan ke-tujuh ia tidak sanggup berdiri terlalu lama-lelah itulah yang ia rasakan.
Mala termenung sebenarnya ia ingin mengatakan tentang Rayn. Tapi ia takut hal itu merusak mood sahabatnya yang sedang bagus-dan ia tidak ingin mengacaukannya.
Melihat senyuman sahabatnya membuat ia sedikit lega. Dan ia tidak ingin membahas hal yang bisa membuat sahabatnya itu rusak.
"Kenapa?" Tanya Dinda sambil menyandarkan kepalanya pada sandaran ranjang.
"Mm, enggak Papa. Gue baru tau kalau orang tua lo pulang juga." Ucap Mala mengalihkan.
"Udah empat hari mereka disini. Bahkan mereka bilang nggak akan pergi lagi. Mereka berniat menetap disini, untuk lebih memperhatikan gue. Tentu saja gue seneng denger hal itu, sekaligus kecewa sama diri gue karena ngecewain kedua orang tua gue. Tapi syukurnya mereka nggak marah sama gue. Tapi tetep aja gue ngerasa jadi anak yang nggak berguna." Lirih Dinda-mendengar hal itu ia mendekat dan memeluk sahabatnya.
"Nggak boleh berkata kayak gitu. Harusnya lo seneng karena hikmah dibalik semua ini, orang tua lo lebih peduli, dan perhatian sama lo." Ucap Mala menguatkan Dinda agar tidak bersedih lagi.
"Iya Ma. Makasih lo selalu ada buat gue."
"Itulah namanya sahabat Din." Ucap Mala. Ia memeluk tubuh sahabatnya.
***
TBC!
Rabu O6 Januari 2O21
Note[ Maaf ya baru Up, soalnya harus menyelesaikan cerita yang dilapak sebelah dulu. Oke tunggu aja Chap berikutnya✨✨
KAMU SEDANG MEMBACA
Sleep Friend
RomanceRank# [05092020] # 2 in bebas [19092020] # 3 in raynwijaya [30092020] # 1 in dindakirana Young Adult 18+ Dinda yang rela melepaskan semuanya untuk Rayn. Bahkan ia rela menjadi teman tidur Rayn tanpa ikatan hubungan apapun kecuali hanya teman. Selama...