Chapter 8

523 42 21
                                    


"Rayn. Sakit." Dinda merintih sambil memegangi perutnya bahkan gaun tidurnya sekarang dipenuhi darah—Rayn yang tengah menggendong Dinda menatap khawatir.

"Tahan sebentar Din." Rayn mempercepat langkahnya kearah kolidor rumah sakit.

"Suster," Rayn berteriak memanggil seorang perawat untuk segera menangani Dinda. Tak berapa lama datanglah dua perawat mendorong ranjang kearah Rayn.

"Tidurkan dia disini Pak, saya akan segera menangani istri Anda." Ucap Perawat itu—dengan cepat ia meletakan Dinda disana dan mengelus pelipisnya yang mengeluarkan keringat. "Gue disini." Ucap Rayn sambil mencium sela-sela jari Dinda.

Perawat itu mendorong ranjang kearah ruangan khusus untuk menangani pasien. Rayn yang ingin masuk keruangan itu tertahan ketika seorang dokter menghampirinya. "Silahkan anda tunggu diluar dan urus administrasi untuk pendaftarannya. Saya akan menanganinya didalam bersama kedua perawat pribadi saya, Anda tidak perlu khawatir saya akan melakukan yang terbaik untuk istri anda." Ucap Dokter sambil masuk keruangan itu. Seorang suster menutup pintu ruangan—ia berdoa berharap Dinda akan baik-baik saja.

Tunggu istri. Kenapa dokter dan perawat itu menganggap bahwa Dinda—istrinya padahal ia dan Dinda hanya berstatus sebagai teman. Tapi sudahlah, ia tidak perlu memikirkannya—ia berjalan kearah administrasi dan menyelesaikan pendaftarannya.

Sungguh, ia sangat khawatir dengan Dinda. Semoga tidak ada hal yang buruk yang terjadi pada perempuannya—ia meremas rambut miliknya, ini semua salahnya jika kemarin ia tidak berhubungan badan secara kasar—mungkin ini tidak akan terjadi. Tapi waktu itu ia benar-benar kalap dengan emosi apalagi melihat Dinda bersama Daniel bahkan mereka berpelukan—sial, lelaki itu berani memeluk tubuh perempuannya, ia tidak suka jika ada orang lain yang menyentuh Dinda.

Rayn yang sedang mondar-mandir tak tenang berhenti menatap perempuan yang berjalan kearahnya—dia Mala teman Dinda.

Mala menatap sinis Rayn. "Apa yang lo lakuin sama temen gue sampe dia pendarahan kayak ini?" Tanya Mala—ia benar-benar marah pada Rayn. Ia tidak menyukai lelaki yang berada dihadapannya.

Rayn hanya diam ia bingung menjelaskan apa yang terjadi. Tapi jika ia mengatakan yang sebenarnya pasti Mala akan mengamuk padanya. "Gue—" Ucapan Rayn terpotong ketika dokter membuka pintu ruangan itu—otomatis ia dan Mala berjalan menghampiri.

"Siapa suaminya?"

Hah, suami.

Ia dan Mala berpandangan tak mengerti. Mala mempunyai firasat buruk—ia menyenggol tangan Rayn. "Bilang lo." Ketus Mala pada Rayn.

Ya Tuhan, ia takut jika yang ada dipikirannya sekarang adalah kebenaran.

"Saya dok." Ucap Rayn dengan pelan.

"Ikut keruangan saya." Ujar sang dokter—membuat Rayn mengikuti dokter paruh baya itu.

Sedangkan Mala memilih masuk kedalam ruangan dan menemani Dinda yang tengah tertidur.

Dilain tempat.

"Silahkan duduk." Dokter itu mempersilahkan duduk Rayn.

"Iya dok." Ucap Rayn—menghela nafas sambil duduk di kursi dan berhadapan dengan dokter paruh baya itu.

"Ada yang saya mau bicarakan sama kamu. Apa kamu berhubungan badan dengan istri anda secara kasar?" Tanya Dokter itu berterus terang.

Rayn berdeham pelan berusaha mengusir rasa malu yang kini membelenggu.

"Apa anda tau jika hal itu sangat fatal dan bisa menghilangkan nyawa seseorang." Seketika Rayn melongo mendengar penjelasan dokter itu—maksudnya sex kasar bisa membuat orang meninggal. Teori macam apa itu—sangat tidak masuk akal. Rayn menggerutu kesal.

"Bukan itu maksud saya." Ucap Dokter itu—seolah tau apa yang ada dipikiran anak muda ada yang ada dihadapannya.

"Maksudnya?" Tanya Rayn bingung.

"Anda tau jika anda melakukan hal ini lagi—anda bisa kehilangan nyawa. Nyawa dari anak kalian."

Deg.

Anak.

Rayn sangat terkejut mendengarnya—bahkan matanya hampir keluar saking tak percayanya. Bahkan ini tidak ada dalam pikirkan sebelumnya—jika akan ada bayi mungil yang muncul secepat ini.

Sialan.

"Untung saja bayi yang ada dikandungan nya sudah sangat kuat—maka jika tidak kalian akan kehilangan anak kalian, saran saya jangan dulu melakukan hubungan badan sampai istri anda memasuki bulan kelima. Dan sekarang istri anda tengah mengandung dan usia kehamilannya sudah memasuki usia—ketiga." Ujar Dokter itu. "Dan soal pendarahan itu—untungnya tidak terpengaruh pada si janin." Lanjut sang Dokter.

Lagi-lagi membuat Rayn terkejut untuk kesekian kalinya. Ya Tuhan, usianya sudah memasuki ketiga dan ia tidak menyadarinya.

Pantas saja ia merasa aneh dengan perubahan perut Dinda—ia pikir dia makin gendut.

Ternyata—ada calon anaknya. Ia bingung harus memasang ekspresi wajah seperti apa—apa ia harus marahkah atau kah senang?

Ini diluar keinginannya.

***

Brak.

Pintu ruangan itu terbuka kasar—membuat Mala terkejut. Bahkan Dinda yang tertidur membuka matanya karena mendengar suara yang sangat keras.

"Santai dong." Ucap Mala dengan marah—bisa-bisanya Rayn mendobrak pintu ruangan begitu kasar bahkan Dinda yang tertidur pun terbangun.

Ia berjalan mengabaikan tatapan Mala yang sinis kearahnya. Ia duduk disamping ranjang Dinda. "Sejak kapan?" Ucap Rayn begitu dingin—bahkan Mala bergidik ngeri melihatnya.

Entah kerasukan setan apa yang membuat Rayn seperti ini—pikir Mala.

"Maksudnya?" Ucap Dinda pelan. Ia tidak mengerti maksud Rayn.

"Lo hamil. Dan lo nggak bilang sama gue." Ucap Rayn bernada tinggi, lagi-lagi Rayn bertingkah layaknya monster.

Mala yang mendengar hal itu terkejut—bahkan ia menubruk dinding yang berada dibelakang punggungnya.

Deg.

Dinda yang mendengar itu pun terkejut—bukan main. Bahkan kepalanya kembali pening mendengar pernyataan yang membuat ia hampir jantungan.

"Lo tau nggak dengan adanya anak ini—gue nggak bisa bersama Ranty. Lo ngancurin semuanya." Bentak Rayn membuat Dinda merasakan luka yang tak kasat mata menghujam tepat pada ulu hatinya.

"Gugurin bayi ini. Gue nggak mau anak ini ngerusak hubungan gue sama Ranty."

Nyut.

Dinda menangis mendengar kenyataan ini.

Mala yang mendengar itu tersulut emosi—bisa-bisa dia kembali melukai Dinda, disaat keadaan tubuhnya sedang lemah.

"LO SADAR UCAPAN LO BARUSAN LAGI-LAGI NYAKITIN SAHABAT GUE. LO AYAH DARI BAYI INI TERUS SECARA NGGAK LANGSUNG LO ANGGAP BAHWA BAYI INI ADALAH PERUSAK. GILA LO. BAYI INI NGGAK SALAH TAPI LO SELAKU BAPANYA LO YANG SALAH." Mala berteriak menyulutkan semua kemarahan nya pada Rayn.

Rayn Benar-benar brengsek.

Dinda memeluk tubuhnya—terisak. Kenapa Rayn lagi-lagi seperti ini padanya.

"GUE NGGAK PEDULI YANG PENTING ANAK INI HARUS DIGUGURIN SECEPATNYA GUE NGGAK MAU TAU." Ucap Rayn berteriak setelah itu keluar ruangan.

"BIADAB LO." Teriak Mala. Ia menatap Dinda yang meringkuk diatas ranjang sambil menangis.

Rayn berhasil menghancurkannya.

***

TBC!

Jumat—11 September 2020

Chap berikutnya Ranty Balik—jadi harus siap-siap karena cerita ini akan semakin rumit dan menegangkan😑

 Sleep FriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang