Chapter 21

355 34 36
                                    

🥀HAPPY READING'S🥀

.
.
.

"Non boleh si Mbok masuk.." Ucap Mbok Ira yang sudah berdiri di depan pintu kamar Dinda.

"Masuk aja Mbok." Jawab Dinda dari dalam.

Mbok Ira mulai membuka kamar Dinda—dan masuk kedalam menghampiri Dinda yang kini tengah bersiap menyambut kepulangan kedua orangtuanya. Ia datang kesini ingin menanyakan apa keputusan Dinda untuk mengatakan adalah keputusan terbaik.

Mbok Ira berdiri dibelakang Dinda. "Non, benar mau mengatakan semuanya pada kedua orangtua Non Dinda?" Tanya Mbok Ira.

Dinda berbalik menatap Mbok Ira. "Iya Mbok. Aku nggak mungkin terus-menerus menyembunyikan ini semua dari Mama sama Papa, aku ingin bilang lebih dulu sebelum mereka mengetahui hal ini dari orang lain." Ucap Dinda pelan—walaupun kedua orangtuanya selalu sibuk tapi tetap saja ia menyayangi mereka.

"Mbok Ira selalu mendukung keputusan Non Dinda." Ujar Mbok Ira membuat Dinda memeluk tubuh tubuh wanita paruh baya itu.

"Terimakasih Mbok." Ia menyayangi Mbok Ira—wanita paruh baya yang sekarang selalu ada untuknya.

***

Mbok Ira  yang tengah menyiapkan beberapa macam hidangan untuk menyambut Tuan dan Nyonya yang kabarnya akan pulang hari ini—ada perasaan khawatir di pikirannya, yah yang ia takutkan sekarang adalah anak majikannya.

Ia takut mereka memarahi Dinda—walaupun memang hamil diluar nikah itu tidak dibenarkan tapi tetap saja kedua orangtuanya juga ikut andil dalam semua yang terjadi.

Jika saja mereka tidak terlalu sibuk dengan pekerjaannya dan lebih memperhatikan Dinda mungkin semuanya tidak terjadi.

Mbok Ira tersadar ketika mendengar suara bel.

Dengan cepat ia berlari kearah pintu depan untuk melihat siapa yang datang.

Saat pintu terbuka—tubuh Mbok Ira seketika mendadak kaku melihat Tuan dan Nyonya nya yang kini sudah datang begitu cepat.

Andri dan Maya tersenyum hangat melihat Mbok Ira—pekerja rumahnya yang setika.

"Apa kabar Mbok Ira?" Tanya Maya.

Mbok Ira tersenyum. "Baik Nyonya." Jawabnya.

"Mm. Mbok dimana anak kesayangan saya?" Tanya Andri selaku Tuannya.

"Ada Tuan di kamarnya." Jawab Mbok Ira agak sedikit gugup.

"Kenapa Mbok?" Tanya Maya menyadari akan kegugupan Mbok Ira.

"Ah, enggak Nyonya."

Andri dan Maya saling berpandangan bingung. "Saya mau ketemu anak saya. Mbok tolong bawa koper besar yang ada di bagasi mobil dan bereskan di kamar kami." Suruh Andri dengan sikapnya yang ramah.

"Baik Tuan." Patuh Mbok Ira.

"Ya udah kalau gitu kami mau ke kamar anak saya ya Mbok." Ucap Maya.

"Iya. Tuan Nyonya silahkan." Ucap Mbok Ira sopan—ia menatap kedua punggung majikannya yang sedang berjalan kearah kamar Dinda.

Andri dan Maya—begitu menyayangi Dinda. Dan mereka sadar bahwa pekerjaan bukan lah hal yang harus di nomor satukan namun  anak satu-satunya lah yang harus diutamakan dan diperhatikan. Mereka baru menyadari bahwa Dinda sangatlah berarti dan mereka menyesal selalu mengabaikan Dinda dan selalu mengesampingkannya.

Namun mereka berniat untuk memperbaiki semuanya—mulai sekarang mereka akan mengutamakan Dinda.

Mereka berhenti di pintu kamar milik anak perempuan satu-satunya. Mereka mulai mengetuk pintunya. "Sayang. Ini Mama sama Papa Nak, buka pintunya kami kangen.." Ucap Maya selaku ibunya Dinda.

"Maaf ya. Papa selalu mengesampingkan kamu tapi kami janji mulai sekarang kami akan memperbaiki semuanya. Papa akan lebih memperhatikan kamu." Ujar Andri menambahkan.

Ceklek..

Mereka terpaku pada pintu yang mulai terbuka.

Disana anak perempuan satu-satunya sudah dihadapan mereka. Mereka tersenyum dan menarik tangan Dinda untuk memeluknya dengan erat.

Namun Andri dan Maya seketika matanya membulat ketika tangan keduanya menyentuh perut Dinda dan merasakan perutnya yang membuncit.

Mereka melepaskan pelukan dan menatap heran kearah Dinda. "Bilang sama Mama. Ini perut kenapa?" Tanya Maya dengan suara sedikit meninggi.

"Bilang sama Papa. Kamu kenapa sayang." Ia mengelus rambut Dinda dan mengecup kening anaknya.

"Kamu perlu bilang sama kami. Ada apa dengan perut kamu.." Lanjut Andri dengan nada suara yang lembut.

Dinda terdiam dan mulai membuka mantel berbulu dengan ukuran oversized—besar hingga menutupi perutnya yang mulai membuncit.

Deg.

Tubuh Maya seketika bergetar melihat perut anaknya yang membesar. Ia berusaha mengusir pikiran yang tertuju pada kata 'hamil' tapi sekarang ia bertambah yakin jika memang anaknya tengah mengandung.

"Maafin Dinda. Ma~Pa, sekarang aku tengah hamil."

Deg.

Pernyataan Dinda membuat Andri dan Maya sangat shock sekaligus terpukul.

Plak|

Tangan Andri terangkat menampar pipi kiri Dinda—ia sangat marah mendengar ucapan anaknya yang begitu mengejutkan.

Dinda terdiam sambil menyentuh pipi kirinya yang tertampar. "Papa.." Lirih Dinda.

Sedangkan Maya terkejut melihat tamparan dari suaminya.

"Pa. Jangan tampar Dinda." Maya mendekati Dinda dan memeluk tubuhnya.

Walaupun Maya tidak membenarkan kehamilan anaknya yang diluar nikah—tapi tetap saja ini semuanya kesalahannya karena menjadi orang tua yang lalai memperhatikan anaknya.

"Dia pantas mendapatkannya." Teriak Andri emosi.

"Tapi Pa. Ini semua kesalahan kita juga yang selalu nggak ada waktu buat dia. Sudah empat tahun kita bekerja jauh disana tanpa meluangkan waktu buat dia, tanpa memberikan kabar apapun. Ini teguran buat kita sebagai orang tua dari Tuhan—karena kita begitu lalai." Ucap Maya.

Dinda makin menangis mendengar ucapan ibunya. Ia makin mengeratkan pelukannya, ternyata orang tuannya begitu menyayangi nya. "Mama." Tangis Dinda makin pecah—mengingat ucapannya.

"BILANG SIAPA AYAHNYA?"

"BiLANG."

"Pa.." Tegur Maya tapi diabaikan oleh suaminya. Sebagai kepala keluarga ia begitu marah kepada anak perempuan satu-satunya.

"BILANG SIAPA?" Teriak Andri.

"JAWAB PERTANYAAN PAPA DINDA!"

"JAWAB."

Bruk.

Mereka mengalihkan matanya ketika pintu kamar terbuka dengan kasar.

Disana Daniel Alexander.

"Saya ayahnya." Ucap Daniel tanpa berpikir panjang.

Deg.

Dinda terkejut akan kehadiran Daniel.

***

TBC!
Selasa—O3 November 2O2O

***

Nggak mau basa-basi lagi kokonya tunggu part berikutnya.

 Sleep FriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang