Chapter 12

464 40 26
                                    

🥀HAPPY READING'S🥀

.
.
.
.

Mbok Ira dari jauh memperhatikan anak majikannya yang tengah makan dengan porsi jumbo.

Dia begitu lahap memakan makanan berat—bahkan dua burger besar tidak membuat Dinda kenyang.

Dia terus makan dengan tenang sampai makanan yang berada di nampan habis dimakan Dinda—sebenarnya ada yang ingin Mbok Ira tanyakan pada anak majikannya namun ia takut jika nanti Dinda akan tersinggung dengan ucapannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dia terus makan dengan tenang sampai makanan yang berada di nampan habis dimakan Dinda—sebenarnya ada yang ingin Mbok Ira tanyakan pada anak majikannya namun ia takut jika nanti Dinda akan tersinggung dengan ucapannya.

Tapi ia begitu penasaran dengan perut membuncit itu, awalnya ia berpikir bahwa dia makin gendut namun setiap pagi ia selalu mendengar dia muntah-muntah dipagi hari atau bisa disebut morning sickness untuk perempuan yang sedang mengandung. Dan ia mulai menyadari bahwa bukan badannya yang membesar namun ada janin yang ada diperutnya—ia sangat yakin itu. Karena ia tahu ciri-ciri dalam masa kehamilan karena ia pernah merasakan dulu saat mengandung Celi—anaknya yang berada dikampung.

Mbok Ira memberanikan diri menghampiri Dinda. "Non Dinda." Panggilnya—yang sekarang berada dihadapan anak majikannya.

Dia menoleh dan tersenyum manis kearahnya. "Iya Mbok." Ujar Dinda menatap Mbok Ira yang tengah kebingungan entah apa yang dipikirkan wanita paruh baya itu dan ia yakin Mbok Ira ingin menanyakan sesuatu namun ia sungkan untuk mengatakannya.

"Tanyakan aja Mbok yang ingin di bicarakan sama aku. Nggak perlu sungkan kayak gitu, Mbok kan udah kenal lama sama aku." Ucap Dinda kearah Mbok Ira yang kini duduk disampingnya.

"Begini Non. Sebelumnya maaf jika Mbok terdengar ingin tahu tapi Mbok kayak begini peduli sama Non." Jelas Mbok Ira membuat Dinda tersenyum—ia memegang tangan Mbok Ira.

"Iya aku tau Mbok. Bilang aja langsung sama aku, aku bakalan jawab kok pertanyaannya Mbok Ira. Lagi pula aku udah anggap Mbok sebagai Ibu kedua buat aku." Ujarnya.

"Sebenarnya ada apa dengan perut Non Dinda?" Tanya Mbok Ira seketika membuat Dinda terdiam.

Seharusnya ia tau walaupun ia berusaha menyembunyikan tapi tetap saja perutnya akan tetap membesar.

Dan mulai sekarang ia harus menyiapkan diri untuk mengatakan kepada kedua orangtuanya yang sedang berada diluar kota, ia juga tidak mungkin menyembunyikan hal ini kepada kedua orangtuanya—mereka harus tau apa yang ia alami sekarang walaupun saat itu juga ia harus menyiapkan mental untuk kemarahan kedua orangtuanya.

"Mbok penasaran Non. Mbok liat juga perut Dinda makin hari makin buncit." Ucap Mbok Ira.

"Iya Mbok. Aku bukannya gendut tapi sekarang lagi hamil."

Deg.

Ucapan itu membuatnya terkejut.

Bagaimana jika Bu Rina mengetahui jika anak satu-satunya tengah hamil?

"Apa Non, bagaimana hal itu bisa terjadi." Ucap Mbok Ira menatap Dinda yang kini tengah terisak—ia memeluk tubuh anak majikannya penuh kasih sayang ia mencoba menangkan Dinda, setelah tenang dia mulai menjelaskan awal-mula bagaimana kejadian ini bisa terjadi. Ia yang mendengarnya menangis—kasihan sekali Non Dinda bersama bayinya.

"Keterlaluan banget Non lelaki itu bisa-bisanya dia bilang bahwa bayi ini perusak bahkan dia bilang untuk mengugurkan. Orang seperti apa dia yang tega menyuruh untuk melenyapkan calon bayinya. Dasar lelaki gila." Ucap Mbok Ira ikut merasakan sakit ketika mendengar ucapan anak majikannya.

"Apa Non udah bilang sama kedua orangtua Non Dinda?" Tanya Mbok Ira.

"Belum Mbok. Tapi aku bakal segera bilang sama mereka, Mbok aku minta tolong sama Mbok jika nanti kedua orang tua-ku menelpon dan menanyakan kabar. Bilang bahwa semuanya baik-baik saja." Ucap Dinda memohon.

"Iya Non. Mbok mengerti."

"Biar nanti aku yang bilang semuanya sama mereka." Ucap Dinda sambil memeluk tubuh wanita paruh baya itu.

"Makasih, Mbok udah ngertiin Dinda." Ujar Dinda.

"Iya Non." Balas si Mbok. Ia membalas pelukan Dinda dan mencoba menyemangati anak majikannya untuk tetap semangat untuk menjalani cobaan ini.

***

Dari semalam Rayn tidak bisa tidur tenang, bayangan Dinda terus saja muncul dalam pikirannya. Kebersamaan mereka dulu terus saja bermunculan silih berganti, ia bingung dengan maksud semua ini—apa ini hanya perasaan bersalah saja atau ini rasanya kehilangan seseorang.

Rayn seketika terkejut ketika ada Ranty yang memeluknya. Ia membuka matanya—disini Ranty memeluk tubuhnya. "Kamu kok bisa masuk?" Tanya Rayn bingung.

"Kamu lupa. Semalam kamu udah kirim password apartement kamu sama aku. Kamu nggak inget." Jawab Ranty menatap Rayn yang tengah mengacak-acak rambut hitam miliknya. Dia seperti orang linglung—entah apa yang dipikirkan Rayn hingga ia begini, bukannya dari dulu Rayn mencintainya dan menunggunya pulang tapi sekarang entah kenapa ia begitu berbeda. Saat ia pulang harusnya ia bahagia, tapi kenapa dia selalu melamun saat bersamanya.

Sebenarnya apa yang sudah ia lewati selama dua tahun dulu?

Apakah perasaan Rayn sudah berubah?

***

TBC!

Jumat—25 September 2020

..

Ada yang bisa jawab pertanyaan Ranty?

 Sleep FriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang