Chapter 10

501 40 40
                                    

🥀HAPPY READING'S🥀

.
.
.
.

Mala menatap Dinda yang terdiam sedari tadi dia hanya terdiam tanpa membuka pembicaraan padanya. Entah apa yang terjadi didalam hingga membuat Dinda menjadi pendiam begini bahkan matanya sembab. Ia ingin bertanya apa yang sudah terjadi di dalam namun ia takut Dinda akan bersedih lagi.

Saat perjalanan menuju rumah kedua orang tua Dinda—tidak ada pembicaraan sedikit pun. Sepi hanya terdengar deru mesin mobil. Mala yang sedari tadi menyetir menghela nafas, ia tidak suka kesunyian ini—ia ingin menanyakan sesuatu. "Din. Apa lo baik-baik aja?" Tanya Mala memastikan.

Dinda menoleh kearah Mala dan tersenyum tipis. "Gue, nggak papa kok. Cuma ya ucapan Rayn benar-benar nyakitin gue Ma. Harusnya dari awal gue dengerin lo, gue nyesel Ma." Ujar Dinda sambil meremas dress miliknya.

"Udah jangan dipikirin lagi. Jangan mikirin lelaki sialan itu—yang harus lo pikirin sekarang anak lo Din." Ujar Mala, ia tidak mau Dinda terus mengingat Rayn lagi.

Benar. Yang harus dipikirkan sekarang buah hatinya, ia harus bisa melewati semua ini demi anaknya. "Fokus sama perkembangan bayi lo jangan mikirin hal yang nggak penting. Gue yakin lo pasti bisa."

Dinda mengelus perut miliknya yang membuncit—matanya menatap Mala yang tengah menyetir. "Iya Ma. Gue berusaha buat lupa semuanya." Mala tersenyum mendengarnya.

Entah kenapa ia langsung teringat dengan Daniel—ia berharap Daniel bisa membahagiakan Dinda dan menerima bayi yang ada diperut Dinda.

Ya semoga saja, Daniel bisa menerimanya. Dan bisa menjadi orang yang tepat bagi sahabatnya.

"Kita udah sampe Din." Dinda menatap rumah mewah yang sudah tiga tahun ia tinggalkan. Ia turun dari mobil—tak lupa menurunkan koper miliknya.

"Rumah ini udah lama Ma gue tinggalin. Dan saat natap rumah ini, gue inget sama kedua orang tua gue. Mungkin mereka lagi sibuk-sibuknya sampe lupa buat ngasih kabar sama gue." Lirih Dinda sedih—Mala pun mendekat dan menenangkan Dinda.

"Yang gue pengen mereka selalu ada buat gue—bukan mereka yang sibuk bekerja. Gue ingin mereka inget gue—hubungin gue, tanya gue apa gue baik-baik aja. Bukannya terus-menerus kirim gue uang." Dinda memeluk tubuh Mala—terisak mengingat kedua orang tuanya yang selalu sibuk.

"Udah Din. Jangan nangis lagi, gue tau apa yang lo rasain." Ucap Mala.

Dari arah belakang seorang wanita paruh baya terkejut melihat anak majikannya yang sudah lama tidak ia temui. "Non Dinda." Teriak Mbok Ira berjalan menghampiri mereka.

Dinda yang mendengar teriakan Mbok Ira berbalik dan melihat wanita paruh baya itu yang berjalan kearahnya. "Mbok Ira." Panggil Dinda berjalan kearahnya dan memeluk tubuhnya—ia sudah menganggap Mbok Ira sebagai ibunya, karena dia selalu ada untuknya.

"Non Dinda kemana aja, Mbok kangen sama si Non." Ucap Mbok Ira—bahkan ia menangis melihat anak majikannya yang kembali kerumah. Ia sudah menganggap Dinda sebagai anaknya sendiri karena ia sudah lama bekerja dirumah megah tuan Dani.

"Aku ada Mbok." Ucap Dinda dan melepaskan pelukan Mbok Ira.

"Eh, ada Non Mala juga." Ucap Mbok Ira menatap Mala yang berdiri disamping Dinda.

"Iya. Mbok Ira, apa kabar?" Tanya Mala kearah si Mbok.

"Baik Non." Mbok Ira menatap Dinda dan matanya terpaku pada perut Dinda yang membuncit. 'Nggak mungkin Non Dinda hamil mungkin si Non banyak makan makanya perutnya buncit.' Batin Mbok Ira.

"Ayo Non Dinda sama Non Mala masuk. Mbok tadi udah masak banyak." Ucap Mbok Ira—membuat mereka langsung masuk kerumah besar itu. Tak lupa diikuti Mbok Ira dibelakang sambil membawa koper milik Dinda.

***

"Aku kangen kamu Rayn." Rayn mematung ketika Ranty memeluk tubuhnya—ya ia sudah menunggu kepulangan Ranty di bandara. Harusnya ia senang dengan kepulangan Ranty—tapi kenapa rasanya seperti ini. Dari dulu ia selalu antusias menunggu kepulangan perempuan yang dicintainya, tapi sekarang entah kenapa ia tidak merasakan hal yang dulu rasakan.

"Kamu kenapa?" Tanya Ranty melepaskan pelukan ketika Rayn tak kunjung membalas pelukannya.

"Kamu nggak seneng liat aku pulang?" Tanya Ranty membuat Rayn tersadar dan langsung tersenyum menatap perempuan yang selalu ada dihatinya.

"A-aku seneng. Seneng banget malahan." Ucap Rayn diiringi tawa lebar. Namun Ranty melihat tawa itu terasa hambar seperti dipaksakan.

"Tapi tawa kamu beda bang—" Ucapannya berhenti ketika Rayn memotong ucapannya.

"Mungkin itu perasaan kamu aja." Kilah Rayn. Ia mencari tahu sesuatu apa yang terasa beda pada dirinya—entah kenapa ia merasakan ada yang kurang pada dirinya tapi ia bingung hal apa yang menghilang itu.

Rayn memejamkan matanya—setelah itu muncul bayangan Dinda. Ia membuka matanya dan menatap Ranty. Dari semalam bayangan Dinda bermunculan terus dalam pikirannya. 'Kenapa gue terus kepikiran sama Dinda.' Batin Rayn.

Apa ini rasanya dilanda bersalah—pada seseorang hingga bayangan perempuan yang sudah dua tahun menemaninya terus bermunculan dalam pikirannya.

'Sebenarnya perasaan apa ini.' Batin Rayn—entah kenapa mengingat Dinda, dada miliknya terasa sesak.

***

TBC!

Selasa—22 September 2020

Coba tebak apa Daniel bisa menerima Dinda kala dia tengah mengandung, so ditunggu kelanjutannya..

 Sleep FriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang