Being Single is not Sin
~Happy Reading~
Menurut sebagian kecil orang, perempuan yang masih single dan belum menikah di usia 24 tahun itu mungkin masih wajar-wajar saja di era ini. Tapi sayangnya, Ibu Mulyana Asiz bukan bagian dari kelompok orang-orang yang berpikir sesederhana itu. Bagi ibu Mulyana, belum menikah di usia 20-an berarti adalah bencana sekaligus aib bagi keluarga besar kami.
Ibu Mulyana Asiz adalah mungkin adalah pencetus ideologi kawin di usia20-an menjamin kelangsungan hidup selamanya dan tentu saja akan bahagia, sejahtera dan terlepas dari nyinyiran tetangga yang tiada tara. Makanya, Ibu Mulyana Asiz alias mamaku, sering kali mengoceh tentang status single-ku ini. Menurut ibu Mulyana Asiz, salah satu alasan dari ke-singgle-anku ini adalah karena aku terlalu cerewetlah, aku terlalu pemilihlah, aku terlalu sibuklah sampai tak punya cukup waktu bahkan sekadar untuk menemukan calon pendamping yang menurutnya bukanlah hal sulit di abad ke 21 ini. Bumi semakin padat namun anak perempuan satu-satunya ini bahkan tidak bisa menemukan satu orang saja laki-laki yang mencintainya setengah mati.
Dan alasan yang paling membuat aku naik pitam adalah mama bilang status single-ku ini penyebab paling besarnya adalah karena aku belum bisa move on dari Vino, pacarku yang meninggal 3 tahun yang lalu.
Hei! Jangan percaya mamaku atau kalian termasuk golongan orang-orang musyrik. Sumpah! Aku sudah sepenuhnya move on. 3 tahun adalah waktu yang cukup untuk melupakan seseorang yang aku pacari dalam waktu singkat. Aku bukan perempuan yang akan terpuruk selamanya dengan masa lalu yang sudah lewat di usiaku sekarang ini.
Bagiku menjadi wanita single itu bukan hal yang perlu membuatku malu ke luar rumah tanpa gandengan tapi bagi mamaku, kesendirianku ini adalah aib besar keluarga yang perlu diputus secepat mungkin.
Iya, serempong itulah mamaku. Mampu mencari pasangan sendiri terdengar seperti alasan klasik di telinga mama. Makanya mama merasa perlu membantuku menemukan kandidat yang cocok dengan menjodohkan aku dengan anak temannya yang meskipun sudah kutolak tapi otak mama selalu punya banyak cara untuk menjebakku bertemu dengan pangeran-pangeran pilihannya.
Namun nyatanya sebutan pangeran terlalu berlebihan untuk ukuran mereka yang hanya mengandalkan tampang dan harta tapi otaknya kosong alias zonk. Dari sekian banyak kandidat yang sudah bertemu denganku, tak ada satu pun yang bisa setidaknya disebut normal untuk dijadikan pasangan hidup. Selain sedap dipandang, tak ada lagi yang bisa kunilai dari mereka.
Sebagai perempuan yang terlahir biasa saja, apa yang diharapkan orang lain kepadaku? Cantik? Biasa saja. Pintar? Tidak juga. Kaya raya? Apa lagi. Tidak ada yang menonjol dariku dan membuatku spesial dibanding perempuan lain. Padahal aku tidak cari yang muluk-muluk. Minimal memenuhi setidaknya 2 dari beberapa kriteriaku. Smart, mapan dan tampan. Kalau pun tidak terlalu smart minimal dia harus lulus S1, karena menurutku pendidikan itu penting dalam membangun keluarga. Percuma tampang oke tapi tidak berpendidikan.
Yang kedua, meski tidak mapan tapi setidaknya punya rumah meskipun masih kredit karena tidak mungkin kami tinggal di rumah orangtua di mana maraknya kasus ketidak akuran menantu dan mertua di banyak kalangan.
Yang tak kalah penting adalah dia harus punya penghasilan tetap biar bisa menafkahiku dan anak-anak kami yang lucu kelak. Ini poin yang dasar sebab faktor ekonomi bisa menjadi sumbangsi terbesar penyebab perceraian di negara kita ini. Terakhir, kalau pun tidak setampan Lee Minho, setidaknya dia tidak malu-maluin kalau diajak pergi kondangan .Tapi jangan yang tampangnya bisa bikin orang lari terbirit karena aku harus memperbaiki keturunan atau minimal mempertahankan keturunan.
Tapi bicara masalah pasangan hidup. Aku bukannya sampai se-miserable itu sampai pasangan hidup saja mamaku perlu turun tangan segala. Aku kadang percaya diri setiap kali dipuji oleh lawan jenis namun motivasi menikah belum sepenuhnya kumiliki sampai saat ini jadi aku merasa tidak perlu buru-buru menikah. Namun setiap kali mama mengungkit masalah sensitif itu, harga diri dan martabat aku sebagai wanita merasa direndahkan dan egoku seakan terinjak dan tidak ada nilainya lagi dan mamaku tidak paham perasaan semacam itu.
![](https://img.wattpad.com/cover/239994597-288-k749356.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Developer (Completed)
Chick-LitRiri itu bergelar S.E, tapi dia malah terdampar di perusahaan pengembang mobile application. Perusahaan yang kedengaran keren tapi tidak cukup membantunya menemukan calon yang bisa dia perkenalkan kepada Ibu Mulyana Asiz sebagai pacar. Boro-boro pac...