Gathering
Keesokan harinya, aku malah di kejutkan dengan rapat mendadak yang tidak pernah dijadwalkan sebelumnya. Ini jelas bukan rapat mingguan karena belum 4 hari sejak rapat mingguan kami dilakukan.
Parahnya di dalam ruangan yang biasa kami pakai meeting, aku tidak hanya menemukan anak-anak KingSoft dan bigboss yang tiba-tiba menjadi ramah, tapi juga Pak Wira, boss PieM.
Dia sudah duduk santai dengan memakai kemeja kotak-kotak kebangsaannya sambil memutar-mutar kursinya seolah-seolah kehadirannya di ruang miting kami tidak cukup mengejutkan dunia.
Parahnya lagi, aku harus mengambil kursi persis disampingnya karena yang lain seakan-akan berkonspirasi untuk menyisakan kursi untukku di samping Pak Wira.
Tahu begini, seharusnya aku lebih cepat masuk tadi supaya bisa dengan leluasa memilih tempat yang paling jauh dari Pak Wira. Dengan sedikit ogah aku mengambil tempat di samping Pak Wira.
"Saya cuman mau tahu aja gimana perkembangan proyeknya, Pak. Jadi maaf kalau saya tiba-tiba muncul tanpa pemberitahuan. Tadinya saya mau inform dulu tim leadernya tapi dari semalam telponnya nggak bisa nyambung padahal sorenya masih bisa. Saya sempat berpikir kalau nomer saya di block tapi kayaknya nggak mungkin. Ya kan? Ri?" Pak Wira memulai pembicaraan.
Jadi ceritanya dia ngadu sama bigboss kalau aku memblokir nomornya? Dasar, kayak anak kecil padahal umur sudah tua.
"Saya matiin hape sejak semalam, Pak. Maaf!" Balasku. Aku tidak sepenuhnya berbohong. Aku memang mematikan ponsel setelah menerima telponnya tapi aku hidupkan kembali lalu memblokir nomor Pak Wira.
"Jadi progress gimana?" Tanyanya dengan gaya sok berwibawa. Pak Satya alias bigboss melirikku tajam memberi perintah untuk menjelaskan detail perkembangan proyek. Dan anak-anak lain malah kompak menatap ke arahku seperti aku adalah tersangka kasus pembunuhan. Aku menghela napas panjang.
"Saya ambil laptop dulu, Pak!" Ujarku hendak berdiri tapi Pak Wira menghentikanku dengan kalimat yang membuatku naik pitam.
"Gak usah. It is not needed. Sampaiin aja secara langsung. Kalo kamu ngerjain serius pasti kamu bisa jelasin tanpa harus lihat laptop. Itu pekerjaan kamu, no one more understand but you."
"Saya ngambil laptop buat nunjukin secara langsung sama Bapak sejauh mana tim saya sudah kerjakan, bukan karena saya nggak bisa jelasin apa yang sudah saya kerjakan." Balasku tak mau kalah. Dan kami menghabiskan waktu beberapa detik untuk saling menatap tajam.
Aku tidak tahu pasti sebenarnya apa alasanku bersikap tak mau kalah seperti ini kepada Pak Wira dan juga sebaliknya. Ya tuhan, ini yang aku benci, terlibat masalah dengan klien diluar konteks pekerjaan tapi inbasnya malah ke pekerjaan kami.
Untunglah deheman bigboss mengembalikan kewarasan Pak Wira. Pak Wira kelihatan menggaruk hidungnya setelah menyerigai lalu menekuk siku di atas meja.
"Saya cuman mau denger aja. Kamu tinggal ngomong pakai bahasa yang saya paham. Jangan pake bahasa ngoding yang cuman kalian-kalian aja yang paham. Make it brief dan nggak usah pakai emosi gitu." Suara Pak Wira mulai melunak namun kalimatnya masih saja terdengar menyakitkan, semenyakitkan tatapan matanya.
Tidak usah pakai emosi dia bilang! Memangnya dia pikir siapa yang membuatku emosi pagi-pagi begini?
Selain karena kemunculannya yang mendadak, pemilihan katanya jauh lebih membuatku emosional. Dan dia mengatakan itu di depan bigboss dan anak-anak KingSoft. Apa karena dia sudah lama tinggal di luar negeri makanya lupa kosa kata Bahasa Indonesia yang lebih sopan? Mungkin saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Developer (Completed)
ChickLitRiri itu bergelar S.E, tapi dia malah terdampar di perusahaan pengembang mobile application. Perusahaan yang kedengaran keren tapi tidak cukup membantunya menemukan calon yang bisa dia perkenalkan kepada Ibu Mulyana Asiz sebagai pacar. Boro-boro pac...