Vino dan Kenangan
Setelah bertemu dengan Tante Diana beberapa waktu lalu, aku tiba-tiba saja teringat akan Vino. Vino adalah seseorang yang aku pacari saat masih kuliah, 4 tahun yang lalu. Namun usia hubungan kami tidak bertahan lebih dari 5 bulan karena Vino keburu pergi untuk selamanya, di usianya yang masih 20 tahun.
Sebenarnya aku dan Vino pernah sekolah di SMP yang sama, walaupun tidak terlalu dekat tapi kami setidaknya cukup kenal karena sering berpapasan di sekolah yang memang di sekolah SMP ku hanya ada 2 kelas setiap angkatan jadi sulit untuk tidak mengenal anak-anak dari kelas lain.
Tapi meskipun aku dan Vino satu SMP, kami masuk di SMA yang berbeda. Barulah 3 tahun kemudian kami bertemu lagi di bangku kuliah. Sejak semester 1 Vino sudah mulai menunjukkan kertertarikannya padaku tapi kami baru jadian saat semester 6.
Jadi bisa dibilang proses PDKT Vino dan aku butuh waktu lama. Mungkin itu karena saat semester awal aku tidak terlalu tertarik menjalin hubungan dengan siapa pun karena aku terlalu sibuk mengurus kuliah dan aku juga aktif di berbagai organisasi.
Tapi seorang Vino bisa membuat aku berubah pikiran. Dia menunjukkan banyak hal baru salah satunya adalah hidup bukan cuma tentang kuliah saja tapi juga asmara. Life is about balance, katanya.
Baru sekitar 2 minggu kami resmi pacaran, Vino sudah mengajakku bertemu dengan orangtuanya. Aku awalnya menolak, tapi tiba-tiba mama Vino menelponku dan mengajakku makan malam di rumahnya secara spesial. Aku tahu itu pasti ada campur tangan Vino.
Terpaksa malam itu aku datang ke rumah keluarga Vino dengan naik taksi. Aku menolak Vino menjemputku karena aku masih merasa segan dengannya. Maklum umur hubungan kami masih terbilang muda. Apa lagi aku adalah tipikal perempuan mandiri yang berpikiran bahwa untuk apa meminta bantuan jika bisa melakukan hal itu sendiri.
Aku tidak suka perempuan menye-menye yang sedikit-sedikit minta ditemani belanja, ditemani ke salon, ditemani makan. Manja sekali. Kalau begitu sekalian minta ditemani tidur saja.
"Kamu pasti Riri, kan." Tante Diana yang membukakan pintu untukku setelah aku menekan bel beberapa kali.
Aku langsung dipeluk dan digiring masuk ke dalam rumah. Di ruang tamu sudah ada Om Andrew yang duduk sambil menonton saluran TV.
"Papa, disapa dong pacarnya Vino, kok malah sibuk nonton sih?"
Aku yang mendengar ucapan Tante Diana mengambil inisiatif sendiri dengan meraih tangan Om Andrew lalu menciumnya. Om Andrew sejenak memperhatikan penampilanku.
Malam itu aku mengenakan dress selutut bermotif bunga-bunga berwarna peach. Cukup sopan menurutku. Aku yang aslinya lebih suka memakai jeans dan kaos memilih memakai dress malam ini entah untuk menyenangkan siapa.
Om Andrew hanya berdehem kecil lalu matanya kembali ke layar teve dihadapannya. Kesan pertamaku melihat Om Andrew adalah beliau adalah laki-laki yang irit bicara.
Tapi setelah makan malam berjalan, aku melihat Oom Andrew secara berbeda. Beliau tidak terlalu menyukaiku atau lebih tepatnya Oom Andrew tidak mau Vino, penerus bisnisnya membagi fokusnya apa lagi dengan hal yang menyangkut pacaran, apa lagi dengan perempuan seperti aku. Seperti itulah satu dari banyak ingatanku tentang Vino.
"Lo ditungguin bos di dalam." Ucap Bang Deni saat aku baru saja meletakkan tas tangan di meja. Thanks kepada Bang Deni yang membangunkanku dari kenangan masa lalu.
Aku menghembuskan napas parau. Kurang lebih seperti itulah keseharianku di kantor. Kalau tidak terkurung di kubikel yang sempit, pasti ya meeting di luar atau mendengar ocehan bigboss tentang project kami yang bermasalah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Developer (Completed)
ChickLitRiri itu bergelar S.E, tapi dia malah terdampar di perusahaan pengembang mobile application. Perusahaan yang kedengaran keren tapi tidak cukup membantunya menemukan calon yang bisa dia perkenalkan kepada Ibu Mulyana Asiz sebagai pacar. Boro-boro pac...