Dua

6.2K 542 13
                                    

Vino dan Kenangan

Pertemuanku dengan Tante Diana beberapa waktu lalu membawa aku mengenang kembali kisahku dengan Vino. Vino adalah seseorang yang aku pacari saat masih kuliah 4 tahun yang lalu. Usia hubungan kami tidak bertahan lebih dari 3 bulan karena Vino keburu pergi untuk selamanya, di usianya yang masih 20 tahun.

Sebenarnya aku dan Vino bersekolah di SMP yang sama. Walaupun tidak terlalu dekat tapi kami setidaknya cukup kenal karena sering bertemu di sekolah yang memang di sekolah SMP ku hanya ada 2 kelas setiap angkatan jadi sulit untuk tidak mengenal anak-anak dari kelas lain.

Meskipun aku dan Vino bersekolah di SMP yang sama, kami masuk di SMA yang berbeda. Barulah 3 tahun kemudian kami bertemu lagi di bangku kuliah dan dia mulai intens mendekatiku. Sejak semester 1 Vino sudah mulai menunjukkan kertertarikannya padaku tapi kami baru jadian saat semester 6. Bisa dibilang proses PDKT Vino dan aku butuh waktu lama. Mungkin itu karena saat semester awal aku tidak terlalu tertarik menjalin hubungan dengan siapa pun karena aku terlalu sibuk mengurus kuliah dan aku juga aktif di berbagai organisasi dan membuatku tidak bisa membagi waktu untuk hal asmara.

Tapi seorang Vino bisa membuat aku berubah pikiran. Dia menunjukkan banyak hal salah satunya adalah hidup bukan cuma tentang kuliah saja tapi juga asmara. Life is about balance, katanya. Usia muda adalah di mana kita harusnya bersenang-senang, melakukan hal yang masih bisa dilakukan karena masa muda tidak bisa terulang.

Baru sekitar 2 minggu kami resmi pacaran, Vino sudah mengajakku bertemu dengan orangtuanya. Aku awalnya menolak, tapi tiba-tiba mama Vino menelponku dan mengajakku makan malam di rumahnya secara spesial. Aku tahu itu pasti ada campur tangan Vino.

Terpaksa malam itu aku datang ke rumah keluarga Vino dengan naik taksi. Aku menolak Vino menjemputku karena aku masih merasa segan dengannya. Maklum umur hubungan kami masih terbilang muda. Apa lagi aku adalah tipikal perempuan mandiri yang berpikiran bahwa untuk apa meminta bantuan jika bisa melakukan hal itu sendiri. Aku tidak suka perempuan menye-menye yang sedikit-sedikit minta ditemani belanja, ditemani ke salon, ditemani makan. Manja sekaligus menyusahkan.

"Kamu pasti Riri, kan?" Tante Diana yang membukakan pintu untukku setelah aku menekan bel beberapa kali. Aku langsung dipeluk dan digiring masuk ke dalam rumahnya yang besar. Di ruang tamu sudah ada Om Andrew yang duduk sambil menonton saluran TV. Ia tidak terlalu peduli dengan kehadiranku di rumah mereka.

"Papa, disapa dong pacarnya Vino, kok malah sibuk nonton sih?" Tegur Tante Diana dengan manis. Aku mengambil inisiatif sendiri dengan meraih tangan Om Andrew lalu menciumnya. Om Andrew sejenak memperhatikan penampilanku. Mungkin mencoba mencari tahu alasan putranya bisa terjerat dengan perempuan sepertiku.

Malam itu aku mengenakan dress selutut bermotif bunga-bunga berwarna peach. Cukup sopan menurutku. Aku yang aslinya lebih suka memakai jeans dan kaos, memilih memakai dress anggun malam ini entah untuk menyenangkan siapa.

Om Andrew hanya berdehem kecil lalu matanya kembali ke layar TV dihadapannya. Kesan pertamaku melihat Om Andrew adalah beliau cukup pendiam dan membuatku merasa tidak ada bergabung di meja makan keluarga mereka.

Tapi setelah makan malam berjalan, aku melihat Oom Andrew secara berbeda. Om Andrew bukan pendiam seperti dugaan awalku tapi sikapnya sekarang justru menunjukkan bahwa beliau tidak menyukaiku. Oom Andrew tidak mau Vino, penerus bisnisnya membagi fokusnya apa lagi dengan hal yang menyangkut pacaran di usia seharusnya mereka fokus menuntut ilmu dan memulai impiannya. Atau mungkin karena perempuan yang dipacari Vino adalah perempuan sepertiku. 

Om Andrew mungkin berpikir seharusnya Vino bisa lebih bijak menemukan perempuan yang jauh lebih baik atau minimal setara dengan latar belakang keluarga mereka bukan perempuan sederhana yang hanya anak seorang guru yang beberapa tahun lagi akan pensiun. Aku tahu sejak malam itu bahwa keluarga Vino bukan keluarga sembarangan. Ayahnya mengembangkan bisnis yang menjanjikan dan meraup keuntungan banyak makanya ia tidak mau ada hal sepele yang mengganggu konsentrasi calon penerus bisnisnya kelak. Seperti itulah satu dari banyak ingatanku tentang Vino.

Love Developer (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang