Sembilan Belas

4.8K 466 11
                                    

"Diantar siapa, Ri? Kayaknya Mama kenal sama mobil itu."

Aku berteriak kaget menemukan wajah Mama tepat saat aku membuka pintu rumah. Mama menatapku meminta jawaban tanpa merasa harus meminta maaf karena mengagetkanku.

Ngomong-ngomong, apa iya Mama mengenal mobil Wira? Tuh, kan. Di hati Mamaku saja, Wira yang paling klik.

"Mama ngagetin tahu!" Aku mengelus dada karena belum sepenuhnya luput dari keterkagetan.

"Diantar Diyo yah?" Katanya akhirnya meruntuhkan ekspektasiku tentang Mama mengenali mobil Wira tahunya...

"Mama pikir juga apa, kali ini kamu pasti cocok sama Diyo. Diyo ganteng juga kok kalau Mama lihat dari fotonya, yah, meskipun di mata Mama lebih ganteng Pak Wira. Yah, walau begitu Mama yakin kok siapapun jodoh kamu nanti terlepas ganteng atau nggak, pasti itu yang terbaik." Mama menghela napas kecewa. Aku hanya mengangguk sok mendengarkan.

Ngomong-ngomong sekarang pukul 9 malam dan aku baru sampai rumah. Setelah percakapan kami di dalam mobil, Pak Wira tidak langsung mengantarku pulang, dia membawaku ke tempat makan karena ternyata dia belum sempat makan siang.

Awalnya Pak Wira sudah berada di salah satu resto bersama Pak Alex tapi malah menerima pesan dari Mbak Tina kalau aku sedang kencan buta dengan Diyo. Jadilah ia meninggalkan Pak Alex dan datang ke tempat janjianku dengan Diyo.

Iya Alex yang itu, yang pernah menggantikan Wira miting di KingSoft saat Wira masuk rumah sakit karena kepentok meja, Alex yang ternyata adalah sepupu Pak Wira.

Entah aku harus berterima kasih kepada Mbak Tina atau menyalahkannya karena sudah membuatku merasa seperti wanita yang ketahuan selingkuh oleh pacar sendiri.

"Seharusnya kamu nonjok Diyo tadi kalau kamu beneran cemburu. Eh kamu malah sok-sokan nggak kenal." Kataku tadi saat aku dan Wira menikmati makan siang.

"Itu karena aku nggak mau kamu dicap sebagai perempuan nggak bener sama dia kalau sampai dia tahu kamu kencan sama dia meski sudah punya pacar." Itu jawabannya yang sukses membuat aku senyam-senyum sendiri.

"Ri, kamu kenapa senyum-senyum sendiri?" Mama menyadarkanku dari lamunan. Dia menatapku curiga bahkan membuntutiku memasuki kamar. Pasti Mama mau kepo lagi.

"Jadi apa pilihan Mama kali ini normal? Kamu suka-kan? Buktinya kamu senyum-senyum gitu habis ketemu dia. Iya, kan, Ri?"

Heol, aku senyum sendiri seperti orang gila begini bukan karena Diyo kali, Ma. Aku mengomel dalam hati.

"Terlalu normal bahkan, Ma. Sampai-sampai masih ada aku di depannya pun dia masih bisa flirting sama perempuan yang bajunya kurang bahan. Terlalu normal juga berpotensi jadi playboy, nggak setia macam Diyo ini, Ma. "

Untunglah hapeku berbunyi jadi Mama tidak bertanya lebih banyak. Mungkin kembali memikirkan kemana lagi akan mencarikanku calon suami pengganti.

Mama memintaku membersihkan diri dan jangan terlalu lama mengobrol lewat hape. Tapi memang dasarnya aku dan Mbak Tina tidak bisa mengobrol sebentar, setidaknya butuh waktu minimal setengah jam.

"Pokoknya kasih gue PJ sebagai bentuk terima kasih lo karena gue yang kasih tahu Wira tempat date blind lo sama Diyo."

Merasa sebesar itukah peran Mbak Tina dengan rujuknya aku dan Wira?

"Lama-lama pertemanan ini menuntut, yah?" Komentarku lalu disusul decakan lidah Mbak Tina, "Sombong banget lo, Ri. Sumpah. Bentar lagi juga jadi istri orang kaya, nggak boleh pelit gitu lah."

"Entar gue kasih tahu Wira dulu, kali aja Wira mau bayarin."

"Geli tahu, Ri, lo panggil Wira pakai nama aja. Biasanya juga manggilnya Pak Wira, sok formal banget kayak lo manggil klien. Lo jadi berubah banget, yah, Ri. Asli."

Love Developer (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang