Ini mungkin masih belum terlambat bagiku untuk kabur dan melarikan diri secepat mungkin. Pak Wira masih asyik berbincang dengan perempuan super sempurna dan tiada celah, Nadya, sambil berjalan beriringan.
Mereka terlihat bagaikan pemeran utama film yang sedang syuting adegan masa sayang-sayangnya makanya dia tidak sadar kalau aku ada dan melihat.
Jika saja aku punya kekuatan super menghilang dari tempatku berpijak sekarang, aku akan memilih rela ditelan bumi saat ini juga asal jangan sampai Pak Wira melihatku.
"Riri?"
Tidak. It's too late to run away. Pak Wira sudah melihatku. Senyum yang semula di wajahnya kini berganti dengan kerutan di dahinya. Kebingungan jelas terlihat di wajahnya melihatku ada di meja makan miliknya, di tengah-tengah keluarganya. Sesuatu yang tidak mungkin terjadi mengingat akulah yang nyatanya menolak ajakan makan malam sekaligus diperkenalkan dengan orang tuanya dan tahu-tahu aku juga berakhir di sini dengan status berbeda tentu saja. Bukan sebagai kekasihnya namun sebagai mantan kekasih adik kandungnya.
Meski Pak Wira menanyaiku saat ini, aku bahkan tidak bisa menjawab kenapa bisa aku berada di tempat ini. Aku rasanya mau sembunyi, menggali tanah lalu menenggelamkan diri sedalam mungkin jika saja bisa.
"Riri! Kenalin, ini Dwira, abangnya Vino. Baru pertama kali ketemu-kan?" Tante melihatku dan Pak Wira secara bergantian. Pak Wira hendak mengatakan sesuatu tapi aku keburu meraih tangannya dan menyebut namaku. Di wajahnya terlihat jelas dia tidak terima dengan aksiku yang pura-pura tidak kenal.
Semua mengambil tempat duduk masing-masing. Aku duduk bersebelahan dengan Tante Diana dan berseberangan dengan Pak Wira yang bersebelahan dengan perempuan cantik itu, Nadya.
Jangan tanyakan keadaanku sekarang. Tenagaku hilang. Selain bernapas, tidak ada yang sanggup kulakukan lagi. Menatap Wira pun aku tidak bisa. Sejenak tadi kuperhatikan Pak Wira sebelum duduk, dia menatapku nanar dan kecewa lalu membuang tatapannya ke sembarang arah asalkan bukan padaku. Yang kutangkap adalah Pak Wira tidak suka aku ada di sini terlepas aku membohonginya tadi sore.
Kalau memang ada yang harus marah, siapa yang paling berhak? Absolutely me.
Seharusnya aku yang marah karena Pak Wira tidak memberitahuku sejak awal bahwa dia dan Vino berbagi orang tua yang sama. Dan mungkin sejak awal Pak Wira tahu kalau aku dan Vino pernah bersama.
Dia menyembunyikan sesuatu yang besar bahkan setelah memasang cincin di jari manisku.
Tante Diana berdehem karena mendadak suasana hening, hanya suara dentingan sendok dan piring yang sesekali terdengar. Aku kehilangan selera makan dan moodku benar-benar hancur. Ada ribuan pisau yang seakan tertancap di jantungku dan napasku begitu sesak.
Mau menangis di sini juga tak akan membuatku lebih baik. Justru akan membuatku tampak lebih menyedihkan apa lagi di hadapan perempuan sempurna seperti Nadya yang sok-sokan menawarkan mengambilkan nasi dan lauk untuk Pak Wira. Dan yang paling menyebalkan adalah Pak Wira setuju-setuju saja. Memangnya Pak Wira tidak punya tangan sendiri apa? Dasar manja. Udah tua juga.
"Kok diam-diaman begini sih? Kamu canggung banget yah sama Dwi? Santai aja! Dwi orangnya supel kok, tante belum bilang yah kalau Dwi ini kebalikannya Vino? Kalau Vino penurut dan Dwi ini pemberontak dan pembuat masalah. Kalau Vino pintar cari pacar, kalau Dwi mana ada kenal sama cewek selain Nadya. Kendati begitu, Dwira enak loh, diajak ngobrol apa aja walaupun kadang beda frekuensi." Tante Diana tertawa. Sungguh garing.
Aku tak tahu harus merespon apa. "Oh, yah? Mereka memang kelihatan cocok." Ujarku dan mudah-mudah tidak terdengar datar.
"Tapi saat ini mereka temenan aja kok. Sebenarnya sejak ketemu kamu, Tante pinginnya kamu bisa kenal dekat sama Wira, siapa tahu kalian cocok. Tapi tiba-tiba Wira bilang kalau dia punya perempuan yang dia suka."
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Developer (Completed)
ChickLitRiri itu bergelar S.E, tapi dia malah terdampar di perusahaan pengembang mobile application. Perusahaan yang kedengaran keren tapi tidak cukup membantunya menemukan calon yang bisa dia perkenalkan kepada Ibu Mulyana Asiz sebagai pacar. Boro-boro pac...