Sepuluh

4K 453 17
                                    


Mess Up

Hanya itu saja pesan balasan dari Mbak Tina tapi cukup membuatku bernapas lega. Meskipun aku mengiriminya 5 jam yang lalu dan dia baru membalasnya sekarang, setidaknya Mbak Tina tidak mengabaikan pesanku sepenuhnya.

Entah apa yang akan terjadi besok, mau aku jambak-jambakan rambut, adu jotos atau keroyokan sampai ditahan polisi, aku harus menyelesaikan masalahku dengannya. Clear se clear-clear-nya.

Tapi pada saat aku berhadapan langsung dengan Mbak Tina, nyaliku seolah-olah ciut. Aku tidak paham di mana semangat menggebuku yang semalam. Bukannya menjambak rambut Mbak Tina dan meneriakinya, aku malah duduk diam sambil menautkan kedua tangan di atas meja dengan kepala menunduk.

Begitupun Mbak Tina, dia kelihatan betah mengaduk-ngaduk jus alpukat yang dipesannya tadi. Setelah beberapa menit terdiam, aku akhirnya memberanikan diri memulai.

"Gue"

"Gue"

Kata kami nyaris bersamaan. Aku dan Mbak Tina saling menatap sejenak tapi tiba-tiba kami tertawa bersama. Mungkin Mbak Tina juga sadar kalau yang kami lakukan kemarin-kemarin adalah hal yang terbodoh yang pernah ada.

"Gue minta maaf sama lo, Mbak." Kataku akhirnya. Walaupun Mbak Tina sudah menyebutku 'sok polos' tapi setelah aku merenungkan semua yang terjadi, benar juga kata Mama bahwa tidak mungkin Mbak Tina mengataiku seperti itu tanpa sebab.

Aku yang salah di sini karena mengiyakan saja kalau Pak Wira mengajak kemana-mana sementara aku tahu bahwa Mbak Tina punya perasaan lebih kepada Pak Wira, bukan cuman bercanda saja. Dan entah kenapa, mengingat itu hatiku terasa seperti perih. Apa lagi mengingat tatapan lekat Pak Wira semalam.

"Gue yang harusnya minta maaf sama lo, Ri." Mbak Tina kukuh.

"Nggak, Mbak. Gue yang salah karena udah jalan sama Pak Wira tanpa kasi tahu lo, Mbak. Tapi jujur gue sama Pak Wira nggak ada apa-apa. Beneran, Suer." Kataku sungguh sambil menunjukkan peace sign dengan mengacungkan jari telunjuk dan tengah.

"Gue yang salah karena ngata-ngatain lo, Ri. Maafin gue. Percaya atau tidak, gue nggak bermaksud ngatain lo begitu, Ri. Waktu itu gue cuma lagi emosi aja. Lagian gue nggak peduli lo deket sama Yuda kek, sama Wira kek. Itu terserah lo dan bodohnya gue yang udah kenal lo lama dan tahu bagaimana lo luar dalam, tapi malah gue nyakitin lo dengan mulut gue sendiri."

"Waktu itu gue cuman emosi dan kecewa aja sama lo karena gue merasa sebagai sahabat, lo nggak jujur dengan apa yang lo rasain . Padahal gue selalu forward masalah gue sama lo, Ri. Mungkin gue terlalu menuntut sebagai teman, tapi memang begini cara gue berteman. Gue mau kita saling terbuka. Lo bisa ngomong sama gue tentang apapun itu. Lo tahu semua tentang gue, baik buruknya gue juga lo tahu semua, tapi kadang gue merasa lo nutupin banyak hal dan enggan membagi masalah lo sama gue."

"Memangnya gue nyembunyiin apaan sih sama lo, Mbak?" Aku menatapnya dengan mata berkaca-kaca. "Nyembunyiin harta karun?" Gurauku.

"Sialan."

Lalu tawa kami meledak. Mbak Tina bahkan tertawa sampai meneteskan air mata. Entah apa yang dia tertawakan.

"Sumpah! Lawakan lo nggak lucu tapi lihat muka lo, gue nggak bisa menahan tawa." Mbak Tina masih terkekeh.

"Jadi lo marah bukan karena Pak Wira nganter gue pulang malam itu?" Potongku.

Love Developer (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang